Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com
***
[Chapter 5]
“Oke~~ sudah cantik. Ingat, bersikap manis.” Alice menjawil dagu Zino.
Sedangkan Zino dengan cepat mengusap dagunya. “Aku lebih suka kau bilang ‘oke~~ dapatkan uang sebanyak mungkin dari mereka~~’ begitu.”
Alice tertawa gemas. “Seberapapun kerasnya usahamu mengeruk uang mereka bahkan tak akan mengurangi seujung kuku kekayaan mereka~~~”
Zino melotot tak percaya. Benarkah uang mereka tidak akan berkurang meski Zino kutili setiap hari?
Tolong jangan bilang pada siapapun, Zino berencana mengutili uang keluarga Zigan setiap hari.
Jangan salahkan dia, dia hanya berusaha membalas dendam pada Vivian dan menguntungkan dirinya sendiri.
Zino bahkan berencana bersikap nakal agar Vivian tak disukai oleh tunangannya.
Zino ingin melihat nona muda itu menangis karna sesuatu tak berjalan seperti keinginannya!
“Kau akan pingsan jika tahu seberapa sesungguhnya kekayaan Zigan~~” Alice menjawil dagu Zino lagi.
Zinopun mengusap dagunya lagi. Dia cemberut mendengar ucapan Alice yang sudah pernah didengarnya.
Tapi beberapa detik kemudian dia tersenyum manis.
Baguslah jika kekayaan Zigan sangat banyak. Jadi dia hanya harus memikirkan membobol dompet mereka.
“Sudah, pergilah pada Jean. Hubungi aku jika kau butuh bantuan~~” Alice tanpa sadar mengkhawatirkan bocah itu.
Sementara Zino justru bergidik. Dia tidak akan meminta bantuan Alice meskipun butuh. Sebab Alice adalah tim Jean. Dan Zino sudah menumbuhkan rasa tidak suka pada Jean yang tidak pernah berhenti menyiksanya.
Membuang pakaiannya karena alasan menghindari kemungkinan ketahuan dan menggantinya dengan pakaian yang sama seperti milik Vivian. Padahal bukan hal sulit mengijinkan Zino menyimpannya saja. Tapi Jean memilih menyulitkannya. Maka Zino juga akan menyulitkannya!
Asal tahu saja, Jean membuang hasil kerja kerasnya!
Zino keluar dari ruangan yang kata Alice khusus dirinya. Melewati lorong, Jean melewati tempat tersibuk salon itu.
Meski mulai terbiasa dengan tempat ini, mata Zino masih suka berkeliaran kesana kemari. Sampai dia menemukan sosok pria berpakaian bagus dan terlihat berbau sama dengan Jean duduk disofa ruang tunggu. Berbau uang.
Entah karna merasakan ditatap Zino atau hanya kebetulan, pria itu mengangkat wajahnya dan bertemu pandang dengan Zino.
Zino yang merasa tertangkap basah refleks melarikan pandangannya. Sedikit mempercepat langkahnya menuju parkiran dimana Jean akan menjemput.
Setelah berdiri diparkiran, Zino bertanya-tanya kenapa dia harus seperti berlari. Dia hanya melihat, bukannya melakukan kejahatan.
Tapi Zino tak bisa melanjutkan pikirannya itu karna mobil Jean sudah berhenti didekatnya.
Alih-alih membawa Zino pulang ke rumah, Jean justru membawa Zino ke bandara.
Jean sama sekali tak memperhitungkan anak kampung seperti Zino akan mudah tersesat dikeramaian tempat seperti ini. Kecuali kau membawanya ke pasar tradisional.
Seperti sekarang, Zino celingukan ditengah kerumunan orang. Entah bagaimana tubuh kecilnya terseret arus orang dan tak bisa mengikuti langkah cepat Jean.
Zino menghela nafas menenangkan dirinya, dia tak mau bertingkah seperti anak hilang. Sangat tidak keren.
Melihat betapa ramainya orang, jiwa pencopet Zino kambuh.
Dia merasa diuntungkan dengan penampilannya yang seperti gadis kalangan atas. Membuatnya bisa berbaur dan mengincar dompet yang lebih tebal.
Sekali lagi Zino mengikuti arus orang, kali ini dia sengaja.
Dengan santai Zino melirik ke sana kemari memilih target. Mata pintarnya menangkap sosok bersetelan jas rapi yang sedang memainkan ponselnya. Disamping pria itu ada seorang yang sepertinya bawahannya sedang menyeret koper.
Zino sudah bisa membedakan mana tuan muda, mana asisten, mana bodyguard setelah bersama Jean.
Dia sangat terkejut saat tahu jika Jean dijaga bodyguard dari jarak tertentu. Orang kaya benar-benar pemborosan.
Saat mereka keluar gedung, Zino sedikit mempercepat langkahnya.
Bruk. Zino menyenggol bahu pria itu hingga ponselnya terjatuh.
“Maafkan aku. Aku tidak sengaja…” Dengan tampang melas Zino membungkuk mengambilkan ponsel pria itu.
“Tuan muda, Anda baik-baik saja?” Orang disamping pria itu dengan cemas bertanya. Namun hanya mendapatkan lambaian tangan acuh-tak acuh sebagai jawaban.
“Sungguh maafkan aku.” Zino mengulurkan ponsel yang dipungutnya pada pria itu.
Zino memasang raut cemas mengamati wajah ramah yang tersenyum didepannya. Dalam hati dia mendesah lega sekaligus tak enak. Sepertinya pria ini orang yang baik.
“Aku akan memaafkanmu saat kau mengganti ponselku dengan yang baru.” Pria itu berbicara dengan suara ramah.
“….” Zino tertegun karna reaksi pria itu tidak seperti yang dibayangkannya. Bukankah harusnya pria itu memaafkannya?! Bagaimana mungkin wajah melas dan cemasnya tak mempan?! Terlebih dia sekarang adalah seorang gadis manis!
“Apa? Kau ingin aku memaafkanmu begitu saja padahal kau jelas membuat ponselku jatuh dan retak?” mata Zino melirik ponsel ditangannya. Mencari retak yang dimaksud pria itu tapi tak menemukannya.
Seolah tahu isi kepala Zino, tangan pria itu terulur menunjuk sebuah sudut yang memiliki retakan sehalus rambut dan sepanjang dua sentimeter. Bahkan yang retak hanyalah pelapisnya, bukan layarnya!
“Apa kau ingin lari dari tanggung jawab? Jika mengganti ponsel seperti ini saja kau tak sanggup bukankah barang-barang yang kau kenakan terlihat sia-sia?” Ucap pria itu masih dengan nada ramahnya.
Kau yang sia-sia! Jerit Zino dalam hati. Dia ingin mengatakan jika dia hanyalah pencopet yang mencari uang dengan susah payah. Selalu mendapat kritik kejam dari Mei. Bukan nona muda dengan pakaian dan tas seharga pendapatannya sebulan!
Tapi tentu Zino menahan diri.
Sayang sekali Jean sama sekali tak memberinya uang untuk keadaan darurat seperti ini.
Akhirnya Zino hanya memiliki satu pilihan.
“Baiklah. Tolong ambil ini dulu.” Zino meraih tangan pria itu dan meletakkan ponselnya. “Hubungi Jean Zigan. Dia akan mengganti semuanya untukmu.”
Zino meraih tas tangannya di lantai dan pergi tanpa menunggu reaksi pria itu. Dia sama sekali tak mau dipersulit lagi.
Zino menghela nafas lega saat dia sudah jauh dari pria itu.
Alice pasti akan memarahinya saat tahu dia meletakkan tas mahal ini dilantai.
Lupakan hal-hal tak menyenangkan itu.
Zino melihat kiri kanan lalu membuka dompet pria tadi yang berhasil diambilnya tanpa mengeluarkannya dari tas. Dia waspada, oke.
Matanya menyala melihat banyaknya lembaran di dompet itu. Selain lembaran uang, ada juga berbagai kartu.
Untunglah dia mengambil dompetnya. Pria jahat berwajah penipu seperti itu memang layak mendapatkannya!
Zino tak sadar jika wajahnya juga menipu!
Zino hanya mengambil uangnya saja lalu menutup dompet itu lagi. Meski otaknya kecil, dia tahu mudahnya ditemukan jika dia menggunakan kartu-kartu itu.
Sebisa mungkin jangan bermusuhan dengan orang kaya!
Sayangnya Zino lupa jika dia sudah membangun pondasi permusuhannya dengan orang kaya.
Jauh dari tempatnya berada, Zinan memeriksa keluarga Zigan. Lebih tepatnya adik perempuan Jean Zigan.
Meski dia akan ditunangkan dengan gadis itu, dia bahkan tak tahu apapun tentangnya. Lebih tepatnya dia tak tertarik mengetahui siapa atau bagaimana gadis yang akan menjadi tunangannya.
Bagi Zinan, ini semua hanyalah semata keharusan karna kepentingan bisnis kedua keluarga.
Tapi sekarang dia melihat bahwa gadis yang merusakkan ponselnya adalah calon tunangannya. Membuatnya semakin tak senang karna berpikir tunangannya nanti adalah gadis ceroboh.
“Hubungi Jean Zigan. Katakan padanya, adiknya harus mengganti ponselku.” Ucap Zinan pada asisten ayahnya yang sedang menyetir.
“Tuan muda, bukankah tidak baik membangun kecanggungan dengan keluarga Zigan.”
“Tunangan adalah tunangan. Kerugian adalah kerugian.” Zinan tak mau dibantah.
“Baik, tuan muda.”
Zinan mengerutkan dahinya menyadari ada yang janggal. Dia meraba saku belakangnya dan menemukan dompetnya raib.
Meski kesal, Zinan tak bisa berbuat apapun. Sulit untuk menemukan dompet yang terjatuh.
Tentu saja dia tak akan pernah berpikir nona muda dari keluarga kaya adalah pencopet.
Mobil melambat menunggu gerbang besar yang terbuka secara otomatis sebelum memasuki halaman rumah keluarga Arkanda.
Zinan berjalan masuk dan langsung menuju kamarnya.
“Kau datang?” Suara datar itu menghentikan langkah Zinan sebelum sampai ke kamarnya.
Zinan tersenyum menatap wanita cantik yang menjadi ibunya. Setidaknya secara resmi orang-orang mengetahuinya seperti itu.
“Ya ibu.”
“Berapa lama kau akan tinggal disini?”
“Ayah mengatakan selama yang aku mau. Tapi tentu saja aku akan berusaha untuk tak mengganggumu.” Zinan tersenyum sopan sebelum melanjutkan langkahnya.
Seperti yang dia duga, tempat yang disebut rumah ini tidak menyediakan kata ‘pulang’ untuknya.
Jika begitu, Zinan hanya akan membuat rumahnya sendiri.
*****
[…] Chapter 5 […]
Njiiirrrr….. sialan si Zino. Tapi disini banyak ya namanya hampir sama. 🙂🙂