Oh! Juena – Chapter 04

Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.


 

Yanzi memandang Alan yang tak sadarkan diri dengan ragu. Dia jelas mendengar kemungkinan Alan tak akan menolak tinggal disini selama tiga bulan. Pria itu terbiasa mengurung diri di satu ruangan dalam waktu lama. Jadi terisolasi di hutan sepertinya bukan masalah. Mungkin justru akan memberinya ide membuat sebuah lukisan.

Tapi membiarkan Alan disini berarti harus memiliki penjelasan masuk akal untuk diberikan pada kakek pria itu.

Meski orang tuanya mengabaikannya karna berkeras menjadi pelukis namun kakeknya masih sangat memanjakannya. Yanzi harus memikirkan sebuah alasan.

Selain itu, yang masih membuatnya ragu adalah tidak ada jaminan apapun dari bocah dukun itu. Yanzi mengandalkan ucapannya untuk dipercaya.

Yang membuatnya sangat ragu adalah, apa gunanya dia menahan Alan?

“Bagaimana keputusanmu?” Tanya Juena semakin lesu. Menunggu Yanzi menjawab sungguh melelahkan karna waktu tidurnya tertunda.

Yanzi mengeraskan hatinya dan mengangguk. Dia berjanji dalam hati akan memperlakukan Alan sebagai dermawannya setelah ini selesai.

“Aku akan membawa emasnya saat menjemput Alan. Itu jika terbukti dua malam kemudian masalah dirumahku teratasi. Dengan catatan tak ada hal buruk yang terjadi pada Alan. Jika kedua hal itu tak terpenuhi, maka aku akan menjemput Alan lebih awal.”

Ini pertaruhan. Setidaknya jika bocah itu merasa ada haknya yang masih ditangan Yanzi, dia tidak akan melakukan hal buruk pada Alan. Juga akan serius melakukan hal yang dijanjikannya.

“Terserah saja. Jika sudah selesai, pergilah.” Juena melambaikan tangannya dan merebahkan tubuhnya disofa.

Sebelum benar-benar tertidur, remaja itu bergumam agar si mas kunti mengusir Yanzi dan Rory juga membawa Alan pergi dari rumahnya.

Yanzi tercengang saat sekali lagi dia dan Rory berakhir diluar gubuk. Hanya saja kali ini bukan dengan lemparan melainkan teleportasi.

Yanzi tidak pernah percaya hal bernama teleportasi itu ada. Namun dia baru saja mengalaminya dan harus mempercayainya.

“Di sini terlalu tidak masuk akal.” Gumam Rory.

Yanzi menatap gubuk reyot itu dengan ragu. Jika mereka langsung pergi dari sini, malam akan tiba bahkan hanya setengah jam setelah mereka mulai berjalan. Itu berarti mereka akan menghabiskan malam dihutan. Mencari jalan keluar.

Itu sama sekali bukan pilihan bagus. Saat matahari bersinar pun didalam hutan akan terlihat redup karena kabut dan kelebatan hutan. Bagaimana jika malam? Itu akan sangat gelap.

Menempuh medannya disiang hari cukup sulit, dan akan semakin sulit jika malam hari. Resiko tersesat terlalu besar.

“Tuan, kita tidak seharusnya kembali sekarang. Terlalu beresiko.” Rory pun sepertinya memiliki pikiran yang sama dengannya.

Yanzi mengangguk. Dia menatap ke dalam gubuk reyot dimana remaja itu tertidur. Hanya sebentar sebelum dia memilih satu tempat yang tidak terlalu jauh atau dekat dari gubuk. Itu dibawah pohon durian.

“Kita bisa membuat api unggun dan bermalam disini.”

Rory mengangguk. Dia mengerti jika bocah pemilik gubuk sepertinya sulit dimintai bantuan. Lagipula gubuk itu hanya memiliki satu ruangan. Dan mereka sudah melihat jika perabot yang bisa digunakan tidur hanya sofa. Sangat mustahil remaja itu mau berbagi ruangan dengan mereka.

Yang membuat mereka kepikiran adalah, dimana Alan saat ini berada?

Malam turun menyelimuti bumi secara perlahan. Hawa mistis terasa semakin kental. Berkali-kali mereka merasakan sesuatu melewati mereka. Atau sesuatu yang lain diam mengawasi. Ada juga suara desisan dan geraman samar yang sama sekali tak diketahui sumbernya.

Tapi itu kurang menakjubkan dibanding pemandangan yang mereka lihat. Gubuk yang gelap gulita itu perlahan berkelap-kelip cantik saat ribuan kunang-kunang datang. Sebagian memasuki gubuk, sebagian lainnya hinggap di atap dan dinding. Bahkan pohon anggur yang menjalari gubuk itu terlihat memukau dengan ratusan kunang-kunang yang menempelinya.

“Bagaimana ini bisa terjadi?” Bisik Yanzi.

Apakah sains bisa menjelaskan fenomena yang disaksikannya saat ini? Bagaimana bisa bocah itu mengendalikan kunang-kunang untuk menerangi rumahnya alih-alih menggunakan lampu minyak?

Jika Alan melihat ini, mungkin pria itu akan menjerit kegirangan sampai menjadi gila. Ini jelas jenis keindahan langka yang selalu pria itu ingin lihat.

Yanzi menghela nafas. Zaman modern yang sepertinya menggusur hal primitif nyatanya tidak terlalu benar. Hal-hal mistis itu bukan tak ada seperti kebanyakan yang dipercaya orang modern, mereka hanya berdiam diri ditempatnya.

Namun terkadang bergerak karena pemicu, seperti yang terjadi dirumahnya. Itu berdasarkan ucapan Juena.

“Maaf membawamu ke sini.” Ucap Yanzi melihat Rory yang begitu tegang dan waspada. Tapi juga memiliki rasa takjub pada apa yang dilakukan kunang-kunang itu.

Rory menggeleng pelan. “Tidak ada persyaratan bagi penyewaku. Itu masalahnya. Lain kali aku akan menulis pengecualian untuk hal seperti ini.”

Rory berusaha bercanda dengan suara tegang.

Mereka berdua menoleh saat mendengar derit pintu gubuk yang terbuka. Remaja itu keluar dengan langkah ringan.

Tanpa diduga, remaja itu mendekati mereka. Matanya yang berbeda warna tertegun. Lalu senyum malasnya terukir bersamaan langkahnya semakin mendekati mereka.

“Aku pikir kalian sudah pergi.” Ucapnya.

“Tidak. Hutan dimalam hari kami rasa tidak terlalu aman.” Jawab Yanzi.

Dia memperhatikan bagaimana remaja itu menggosok pipinya yang mungkin gatal dengan jemari yang nyaris tertutup lengan baju kebesarannya. Betapa itu terlihat sangat imut.

“Kalian benar. Mau apel?” Itu hanya bertanya tanpa menuntut jawaban.

Karna tak sampai sepuluh detik kemudian dipelukan remaja itu sudah ada beberapa buah apel. Dia mengulurkan dua buah pada Yanzi.

Yanzi menerima sembari memperhatikan jemari putih dan ramping yang menggenggam apel. Itu terlihat cantik.

Menyadari pikirannya semakin gelisah, Yanzi mengulurkan satu apel pada Rory dan mengucapkan terima kasih pada Juena sebelum memakan apelnya.

Yanzi jelas tahu jenis rasa tertariknya pada remaja didepannya. Itu seperti pada beberapa wanita yang pernah melakukan ‘cinta satu malam’ dengannya.

Biasanya butuh beberapa kali pertemuan hingga dia memiliki keinginan berguling diranjang. Namun ini hanya butuh sedikit waktu untuk membuat rasa tertariknya semakin besar. Dia bahkan nyaris melupakan masalah hantu.

Sungguh mengejutkan mengetahui dirinya memiliki ketertarikan jenis itu pada remaja pria. Namun Yanzi bukanlah orang yang akan memusingkannya. Dia lebih suka mengikuti keinginannya.

“Namaku Yanzi, dan dia Rory.” Yanzi memiliki keinginan untuk diingat oleh remaja itu. Dia menyebutkan nama Rory hanya agar maksudnya tidak terlalu kentara.

Juena mengangguk. Bibirnya yang basah karna memakan apel bergerak menyebutkan namanya. Membuat Yanzi merasakan keinginan menggigit sesuatu. Hasratnya sangat tidak melihat tempat dan situasi.

“Sudah malam. Karna kalian akan menguntungkanku, yakinlah tidak akan ada apapun yang terjadi pada kalian disini. Jadi kalian bisa tidur nyenyak.”

Juena berbalik kembali ke gubuk reyot tapi mewahnya. Namun sebelum dia masuk, suara Yanzi menghentikannya.

“Tidakkah malam ini kau seharusnya mulai melakukan sesuatu pada rumahku?”

“Aku akan melakukannya. Saat kau sudah pulang.” Jawab Juena ringan.

Yanzi terdiam sejenak sebelum kembali bertanya: “Apakah ada kebutuhan untuk kondisi itu?”

Juena meneruskan langkahnya masuk, meninggalkan sebuah jawaban yang seharusnya menjengkelkan, namun itu justru membuat Yanzi tersenyum kecil. Senyum pertamanya disini.

“Tidak. Hanya ingin membiarkanmu melihat hasil kerjaku tanpa melewatkan prosesnya.”

Mengingat sesuatu, Yanzi kembali berbicara sebelum pintu gubuk tertutup.

“Bagaimana dengan Alan? Di mana dia?”

Pintu tetap tertutup namun jawaban Juena masih terdengar.

“Dia bersama penggemar pria cantik. Jangan khawatir.”

Sebagai seorang pebisnis, Yanzi terbiasa mewaspadai siapapun. Tidak melakukan hal-hal tanpa analisis dan penyelidikan. Sungguh sulit jika diharuskan mempercayai seseorang tanpa alasan.

Namun, dia mempercayai ucapan Juena. Dia hanya merasa tenang dan rileks. Alam terbuka bukanlah tempat yang bisa membuatnya tertidur, jadi malam itu Yanzi sama sekali tidak tidur.

Ketika terbangun, beberapa buah apel dan lainnya teronggok didepan dua pria kota itu. Saat Yanzi akan menyatakan terima kasihnya pada Juena dengan suara keras, sebuah suara serak yang pernah didengarnya berbicara tanpa wujud: “Tidak perlu membangunkan tuan. Kalian makan dan pergilah.”

Menatap buah-buahan itu, Rory tiba-tiba menyatakan keraguannya.

“Bagaimana bisa ada hantu saat matahari sudah terbit?”

“Maaf mengecewakanmu, kami bukan Vampir.”

Rory: “…”

Dua orang itu memakan beberapa buah dan membawa sisanya meninggalkan tempat penuh hal aneh dibelakang mereka.

Bagi Rory, ini adalah pengalaman yang dia tidak mau ulangi. Meski ada beberapa hal yang luar biasa, itu masih bisa diakumulasikan secara keseluruhan menjadi kata seram dan berbahaya.

Dia ahli membela diri saat melawan manusia, tapi dia tak yakin bisa melakukannya saat sungguh-sungguh melawan makhluk tak terlihat. Terlalu riskan.

Sedangkan bagi Yanzi, ini adalah awal. Dia bisa mengakhiri masalah rumahnya dan membuat ibu juga adiknya bisa mengawali hari dirumah tanpa khawatir. Sebagai tambahan, dia juga memiliki hal yang ingin mulai dilakukannya.

Tapi itu nanti setelah dia yakin rumahnya kembali seperti sediakala.

Mereka sampai ditempat mobil terparkir saat tengah hari. Dan langsung menginjak gas untuk kembali ke kota.

*****

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!