PERAN PENGGANTI – CHAPTER 10

Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com

 


 

Ucapan Zinan tentang Zino yang harus membayar bensin bukanlah gertakan kosong.

Pria itu dengan tak tahu malu diam saja saat petugas pom bensin menagih bayaran. Mengabaikan antrian panjang dibelakang mereka.

Zino yang tadinya bertekad tak akan mengeluarkan uang akhirnya mengibarkan bendera putih setelah sepuluh menit berlalu tapi Zinan masih dengan tenang berkutat dengan IPad-nya.

Dengan lesu dia mengulurkan sejumlah uang pada petugas pom yang sudah akan menangis.

Zino juga ingin menangis!

Kenapa orang miskin justru diperas oleh orang kaya?

Biaya tak terduga seperti ini tidak ada dalam kesepakatan. Lain kali Zino akan menagih uang keadaan darurat pada Jean. Dia tak mau terus merugi.

Zino melirik Zinan dengan sadis. Tapi saat Zinan menoleh kearahnya, Zino dengan manis tersenyum. Lalu dengan cepat mengalihkan pandangannya keluar jendela.

Pemuda itu tak menyadari bagaimana kerasnya Zinan berusaha menahan tawa. Prilaku Zino sungguh menghiburnya.

“Terima kasih. Lain kali kita bisa makan malam bersama.” Entah bagaimana Zinan memiliki keinginan berbicara lebih banyak dengan Zino.

“Tidak, terima kasih. Abang belum memberiku uang jajan.”

Zinan tertawa riang mendengar penolakan langsung Zino. Bagaimana bisa semakin dia berbicara gadis ini menjadi semakin lucu dimatanya.

“Aku yang mengajak, tentu saja aku yang bertanggung jawab.”

Zino mencibir dalam hati. Sepenuhnya meragukan kebenaran ucapan pria pelit ini.

Zinan tak luput melihat matanya yang berkilat-kilat penuh penghinaan. Gadis ini terlalu berani membiarkan orang membaca emosinya.

Dia sama sekali tak layak menjadi keluarga Arkanda yang memiliki banyak hal. Sepertinya pendidikan keluarga Zigan kurang ketat.

Yang mengejutkan, Zinan merasa tak keberatan. Dia bisa bermain-main sebagai tunangan saat ini. Lalu membuat keputusan menjelang pernikahan mereka nanti masih belum terlambat.

“Terserah. Tawaranku hanya berlaku satu kali.” Zinan mengedikkan bahunya dan mengacuhkan Zino.

Zino ingin menyeret Zinan keluar mobil. Melemparnya ke jalan dan membiarkannya terlindas truk. Atau dia bisa membuat Zinan babak belur dengan dua tinju kebanggaannya.

Tapi itu hanya sebatas keinginan. Pada kenyataannya Zino hanya tersenyum acuh tak acuh mengabaikan Zinan.

Berkali-kali dia merapalkan didalam hatinya jika pembalasan yang paling tepat dan menguntungkan adalah dengan mengambil uang Zinan.

Setelah saling diam beberapa saat, tiba-tiba kepala Zino pusing. Perutnya mulai bergejolak. Dia mulai mabuk kendaraan.

Perjalanan antara villa Zigan dan kota membutuhkan waktu dua jam. Itu batas atas Zinan bisa bertahan di mobil.

Saat datang ke villa, Jean menyadari kelemahan Zino ini dan menyiapkan banyak alternatif. Membuka jendela, memberi camilan, mengajak bicara -yang ini Alice-, dan yang paling utama menyiapkan kantong kresek.

Zino malu karna dikatai udik oleh Jean.

Sayangnya dua pria itu melupakan hal ini saat membiarkan para orang tua mengatur Zino agar pulang bersama Zinan.

Zinan tidak membuka jendela, tidak memberi camilan dan obrolannya justru membuat Zino sakit kepala. AC mobil semakin mempercepat rasa mual Zino tumbuh. Wajahnya mulai memucat dengan keringat dingin yang mulai muncul.

Zino ingat dia hanya sarapan segelas susu dan segigit roti! Matilah dia!

Zino menimbang-nimbang apakah dia harus mengatakan pada Zinan tentang masalahnya. Tapi Zino tidak siap jika sakit kepalanya bertambah karna jawaban Zinan.

Lagipula Jean akan memarahinya karna Vivian bukan seorang yang mabuk kendaraan.

Akhirnya dia diam menahan ketidaknyamanan yang semakin menyiksa.

Menyadari ada yang salah dengan Zino, Zinan bertanya: “Kau sakit?”

“Aku… ugh.” Zino menutup mulutnya dengan panik. Satu tangannya meraba-raba tuas pintu. Lava diperutnya bergolak siap meledak.

“Tunggu! Hei apa yang kau…”

Zinan tak sempat menyelesaikan ucapannya saat Zino melakukan adegan berbahaya.

Pemuda itu membuka pintu mobil dan membungkuk untuk muntah.

“Hentikan mobilnya!” Jerit Zinan.

Mendengar teriakan tuannya, supir dengan cepat meminggirkan mobilnya. Membuka pembatas dan tercengang melihat tunangan tuannya membungkuk dengan pintu mobil terbuka. Untunglah gadis itu duduk disebelah kiri.

Sementara Zinan tak tahu harus marah dulu atau menolong Zino dulu. Dia tak menyangka gadis ini begitu bodoh dan ceroboh. Apa dia tidak tahu seberapa berbahayanya membuka pintu saat mobil sedang berjalan?

Jika Vivian mati bukankah Zinan yang akan disalahkan? Sungguh berbahaya bagi masa depan Zinan!

“Apa otakmu jatuh ke lutut? Bagaimana kalau kau jatuh dari mobil? Kau bisa terlindas!” Ucap Zinan. Meski kesal setengah mati, nadanya masih ringan seolah membicarakan cuaca.

Zino merutuki betapa kurangnya tingkat empati pria ini.

Tunggu. Sepertinya dia pernah mendengar kalimat yang diucapkan Zinan. Tapi dimana?

Dengan lemas Zino bersandar pada kursi lalu menutup pintu mobil.

“Apa kau akan membiarkanku memuntahi mobilmu? Maaf saja, aku tidak punya uang lagi untuk mengganti rugi.”

“…..” Itu juga tak bisa diterima Zinan. Tapi dia tidak mungkin mengatakannya kan?

Tidak mendengar sahutan Zinan, Zino sudah menduganya. Pria ini akan dengan kalem melihat mayat tapi menjerit histeris saat melihat muntahan dimobilnya. Prilakunya patut dicaci!

“Pokoknya jangan bunuh diri atau muntah di mobilku.” Zinan membenarkan posisinya dan berdehem lalu menyuruh sopir untuk menjalankannya mobil.

Zino menggerutui betapa kejamnya pria ini. Karna Zino tipe pembangkang, maka dia melanggar apa yang dilarang.

Masih butuh sepuluh menit hingga sampai ke kediaman Zigan. Dengan semangat Zino memuntahi mobil Zinan. Membuat pria pelit itu histeris dan melompat pindah ke kursi depan bersama sopir.

Zinan mengomel sepanjang jalan. Menghancurkan imejnya sebagai pemilik senyum menawan.

Si sopir yang tak pernah melihat Zinan berteriak-teriak cukup terkejut dengan situasinya. Dia ingin tertawa namun tak tega melihat wajah pias Zino, juga takut melihat wajah garang Zinan.

Meski teler, Zino sangat puas dengan karyanya. Sangat disayangkan isi perutnya tak cukup banyak untuk membuat mobil Zinan menjadi buruk rupa.

Saat mobil Zinan berbelok masuk ke pekarangan rumah Zigan, Jean sudah berdiri menunggu dengan cemas.

Dia khawatir Zino membuat masalah. Sejujurnya dia bahkan yakin Zino membuat masalah. Pemuda pembangkang itu selalu bermasalah tiap kali lepas dari pengawasan Jean.

Melihat Zinan keluar mobil dengan raut wajah masam, Jean merasa dugaannya terjadi.

Zinan tersenyum menawan seperti biasanya pada Jean. Tapi kata-katanya nyaris membuat Jean muntah darah.

“Aku tidak tahu Vivian bisa mabuk kendaraan. Sepertinya Zigan kurang mengajaknya jalan-jalan.”

Jean tertawa kering melihat Zino dengan loyo keluar dari mobil. Dia memang kesal pada Zino, tapi dia lebih kesal pada Zinan karna membiarkan adiknya yang terlihat tak berdaya seperti itu! Maksud Jean, saat ini Zino sedang jadi Vivian.

Jika sungguh Vivian yang diperlakukan seperti ini, gadis itu akan menangis!

“Ku pikir seorang Zinan seharusnya memperlakukan tunangannya dengan baik.”

“Tidak perlu.” Zino menyahut lebih dulu dari Zinan. Dia dengan sengaja menyenggol bahu Zinan dan terus berjalan masuk ke dalam rumah. Beberapa pelayan dengan segera membantunya.

Sedangkan Zinan mengernyit tak suka melihat Zino sepertinya tidak keberatan diabaikan olehnya.

“Aku akan memakai mobilmu.” Zinan dengan cemberut menyuruh sopirnya masuk ke garasi Zigan.

Si supir menatap Jean ragu.

“Ada apa dengan mobilmu?”

“Aku akan mengambilnya saat kau sudah membersihkan muntahan adikmu. Cepat ambil mobilnya. Tunggu apalagi?” Dua kalimat terakhir dengan kesal dia tujukan pada supirnya.

Jean memijit pelipisnya. Dia tiba-tiba ingin menyeret Vivian pulang dan menghadapi semuanya sendiri. Prilaku Zino saja sudah cukup membuatnya sakit kepala, sekarang Zinan yang semena-mena juga mulai membuatnya sakit kepala.

Dia ingin membanting sesuatu!

Melihat Jean tidak terlihat akan melarang, supir Zinan dengan cepat ke garasi Zigan dan mengambil salah satu mobilnya.

“Tolong kembalikan mobilku setelah bersih. Terima kasih.” Zinan masih sempat tersenyum manis sebelum masuk mobil Jean dan pergi.

“Bajingan itu! Dia pikir aku pelayannya! Boby!” Jean yang kesal memanggil salah satu pelayan pria.

“Ya tuan.”

“Bersihkan mobil Zinan dan lemparkan ke rumahnya.” Perintah Jean.

Pria itu langsung masuk ke rumah tanpa menunggu jawaban Boby. Dia harus mengurus bajingan yang satu lagi.

*****

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!