Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com
Zino berkedip beberapa kali berusaha memahami ucapan kembarannya yang baru ditemuinya.
Beberapa detik kemudian dia tersenyum lebih manis.
Dia tak menyangka satu-satunya keluarganya memperlakukannya seolah dia adalah sampah. Bisa digunakan saat butuh dan dibuang saat tak dibutuhkan.
Inilah yang didapatkannya pada pertemuan pertama. Maka Zino akan melakukannya.
“Jika begitu kau harus memberi kompensasi sangat mahal karna membuatku berperan menjadi wanita bukan?”
Jean cukup terkejut dengan reaksi Zino. Dia merasa pertemuan saudara kembar ini begitu aneh. Zino yang tersenyum manis justru terasa lebih mencurigakan.
Sementara Vivian mencibir dalam hatinya. Untunglah dia sama sekali tak memiliki keinginan mengikat persaudaraan dengan kembarannya itu. Jika tidak, pemuda kampungan itu akan mempermalukannya. Lihat saja matanya yang seolah tamak akan uang.
“Tentu. Setengah tahun kemudian kau akan hidup berkecukupan dan tak akan ada yang terjadi diantara kita.”
Kali ini Jean justru merasa sedikit tak senang dengan ucapan Vivian. Bagaimanapun Zino adalah kembarannya. Satu-satunya saudara sedarahnya. Apakah tidak apa-apa bersikap seperti ini?
“Kau tidak bertanya siapa namaku?” Zino mengangkat sudut bibirnya lebih tinggi.
“Aku sudah mengetahui semua tentangmu. Bahkan pekerjaan menjijikkan yang kau lakukan.”
Sekali lagi Vivian menyinggung…. sangat menyinggung Zino. Pemuda itu menyipitkan matanya. Senyumnya tetap mengembang selagi dia mengangguk paham.
Vivian adalah seorang nona yang dimanjakan.
Maka Zino akan menjadi tuan muda yang dimanjakan! Zino memang seorang pencopet berkepribadian buruk. Dia sedikit pendendam.
“Baiklah. Tapi aku ingin uangku ditransfer di awal. Aku orang yang penuh kecurigaan.”
Jean hampir memprotes. Namun Vivian menyetujuinya dengan mudah. Dia mengabaikan tatapan protes abangnya. Dia tahu jika Jean adalah seorang pebisnis yang selalu memperhitungkan kemungkinan Untung rugi. Tapi dia hanyalah gadis biasa yang kelebihan uang. Dia tak akan begitu perhitungan.
Dengan hati riang Zino memberikan rekeningnya. Jangan terkejut, oke. Bahkan meski Zino gembel, dia masih tahu caranya menyimpan uang.
Setelah menyelesaikan kesepakatan, Zino diantar kembali ke kontrakannya lagi. Tentu saja dia harus mengurus barang-barangnya yang sedikit. Dia juga harus berpamitan pada orang-orang yang dikenalnya kan? Setengah tahun cukup lama. Setidaknya Zino tidak mau dianggap orang hilang, terutama oleh Mei.
Saat dia membereskan pakaiannya yang hanya beberapa, pintu kontrakannya menjeblak terbuka.
Zino langsung tersenyum lebar. Mei memang gadis favoritnya. Meski menyebalkan, dia masih memiliki kekhawatiran untuknya.
“Darimana saja kau? Siapa pria sombong tadi?” Mei menghentikan ucapannya saat melihat pakaian Zino dibereskan. “Mau kemana kau?”
Zino cemberut. “Bertanyalah dengan manis Mei. Mungkin ini saat terakhir kita bertemu.”
Mei tertegun.
“Kemana kau akan pergi?” Bagaimanapun Zino adalah orang yang baik bagi Mei. Menyisihkan pekerjaan kurang ajarnya, baginya Zino adalah pria menyenangkan. Selalu ceria dan selalu membantunya.
Zino tersenyum menggoda. “Kau mencemaskanku?”
“Berhentilah membual. Kemana kau pergi?”
Zino tertawa melihat betapa galaknya Mei. Bagaimana caranya menjelaskan? Itu akan membuatnya ketahuan merekayasa cerita hidupnya diawal perkenalan mereka.
“Aku mendapatkan pekerjaan bagus. Bukan mencopet tapi bisa mendapatkan penghasilan sepuluh kali lipat dibanding mencopet sebulan…”
Mei menatap Zino penuh keraguan. Membuat Zino mau tak mau kecewa. Gadis ini selalu meragukannya!
“…lihat saja, setengah tahun kemudian aku akan datang melamarmu!”
“Tidak perlu. Terima kasih.”
Jantung Zino rasanya seperti ditusuk karna penolakan Mei yang tanpa berpikir.
“Baiklah! Jangan menyesal jika aku akhirnya menikahi Mayu!”
“Dia akan menolakmu.”
“….” Zino kehabisan kata-kata. Bagaimana mengatakannya jika Zino sungguh ingin melihat Mei terlindas truk!
Dengan cemberut Zino mengabaikan Mei. Dia memilih membereskan pakaiannya dengan cepat.
“Zino…”
Bahkan dia mengabaikan panggilan Mei. Zino benar-benar kesal.
Mei menghela nafas lalu memeluk Zino.
“Zino, jangan melakukan hal ilegal. Kau benar-benar akan menjadi istri jika terus nakal. Cobalah menjadi semanis wajahmu.”
Zino linglung. Dia merasa nasehat Mei terdengar menyakitkan. Tepi pelukan Mei terasa hangat. Zino merasa diperhatikannya.
“Aku benar-benar mendapatkan pekerjaan yang bagus.” Zino meyakinkan.
“Pekerjaan bagus apa bagi bocah lulusan sekolah menengah pertama yang bisa menghasilkan banyak uang? Merampok? Menipu? Maling? Menjual obat terlarang? Kau sungguh membuatku khawatir! Bagaimana jika kau masuk penjara?! Wajah manismu akan membuatmu jadi incaran banyak penjahat!”
Plak.
Mei mengerut. Cemberut. Dia tidak suka jika Zino ketularan kebiasaan buruk Mayu yang suka memukul.
“Kau… kau….”Zino ingin memarahi. Tapi dia tak tahu harus berkata apa. Nyatanya pekerjaannya nanti bisa disebut menipu!
“Hmpf!” Akhirnya Zino hanya bisa bersidekap kesal. Lain kali dia harus menemukan pekerjaan bagus sesungguhnya dan membungkam mulut terkutuk Mei.
“Pergilah. Sering hubungi aku, oke.”
“Tidak akan. Terima kasih.”
“Kenapa?”
“Karena kau bukan siapa-siapa. Kecuali kalau kau pacarku.”
“Daripada pacar, aku lebih suka jadi ibumu.”
Zino menghentakkan kakinya dengan jengkel. Bagaimana bisa gadis ini terus menolaknya! Jika dia terus berpikir jenis lelaki cuma ada dua, lalu dengan siapa nanti dia menikah?! Sudah dikonfirmasi, otak Mei mengalami kerusakan.
“Aku pergi!” Entah kenapa, meski kesal Zino masih refleks berpamitan.
Sebelum pulang tadi, dia sudah menemui pemilik kontrakan, juga bibi Ina, lalu Paman penjual sawi. Dia bahkan sudah mengirim pesan singkat pada para gadis yang pernah dikencaninya.
Zino merasa akan meninggalkan kampung halaman lagi!
“Hati-hati nak! Kabari ibu jika kau mendapatkan suami!”
Mendengar kata pengantar Mei yang menyebalkan, Zino berbalik. Memelototi gadis itu.
“Berhentilah berusaha mencuci otakku! Kau bukan ibuku! Aku akan menjadi suamimu! Itu masa depan sebenarnya!”
Mei terpana. “Kau berhalusinasi?”
Zino terengah-engah. Dia sangat ingin melihat Mei terlindas truk di kolam lumpur!
Dengan jengkel Zino masuk ke mobil hitam yang baru muncul. Dia mengenalinya sebagai mobil Jean.
Saat mobil melaju, Zino melirik ke luar jendela. Disana, Mei masih berdiri menatap kepergiannya dengan linglung.
Zino cemberut, jika tak ingin dia pergi kenapa tidak bicara terus terang? Apa Mei tipe malu-malu tapi mau? Mengapa tak mengakui saja jika menyukainya?
Jean melirik pemuda mirip adiknya yang menarik nafas panjang dan menunduk. Sepertinya dia sedih meninggalkan kontrakannya, atau seseorang yang berada didepan kontrakannya tadi?
Bagaimanapun Zino memiliki kehidupannya sendiri. Meski sepakat melakukan ini, tentunya dia akan sedikit merasa sedih.
Tentu saja pemikiran itu berbeda dengan isi kepala Zino. Saat ini pemuda itu sedang meratapi kisah cintanya yang tragis karna Mei terlalu tsundere. Otak kecilnya mengasumsikan jika Mei baru merasakan betapa berharganya dirinya saat dia pergi seperti ini. Dan sesungguhnya gadis itu menyesal berkali-kali menolak ajakan kencannya.
Sungguh narsisme dan halusinasi tingkat tinggi. Bersyukurlah Mei tidak mengetahui pemikiran Zino!
Saat mobil berhenti, Zino mengamati pemandangan sekitar. Dia tercengang saat mengikuti Jean memasuki tempat itu. Di sini penuh perempuan! Ini salon kecantikan!
Seketika Zino merasa merinding. Seumur hidup dia hanya pernah masuk ke tukang pangkas yang cuma punya dua kursi. Jadi kenapa sekarang dia harus terdampar ditempat ini?
“Kenapa kita ke sini?” Zino berbisik.
“Tentu saja untuk mengubahmu menjadi Vivian.”
*****