Author : Keyikarus
[Chapter 2]
Benua Utara adalah benua termiskin diantara empat. Hanya sedikit bagian dari benua Utara yang memiliki musim semi. Dan hanya ada dua kota beruntung yang memiliki musim panas nyata. Selain itu hanya ada kota-kota dengan tumpukan salju.
Kezz adalah yang terparah diantara semuanya dalam hal tumpukan salju. Sebagai kota termiskin, tentu saja penduduknya sangat sedikit. Karna banyak orang bermigrasi ke tempat yang sedikit lebih baik.
Ini menjadikan Kezz sebagai kota tujuan bagi pelarian beberapa penjahat besar dan kecil. Hanya sedikit orang di kota ini yang memiliki latar belakang baik.
Entah apa penyebabnya, benua Utara yang dikuasai oleh suku air mulai semakin nyata mendapat penindasan dari kekuatan lainnya. Terutama dari suku bumi yang bertetangga dengan mereka.
Meski kekuatan setiap suku adalah pasti, namun selalu ada anggotanya yang mempelajari kekuatan suku lain.
Sebagai contoh, suku angin adalah yang terkuat di antara empat suku utama. Itu dikarenakan para anggotanya adalah jenius. Dua pertiga dari mereka mampu menggunakan tiga elemen utama. Setengah dari mereka mampu menggunakan tiga elemen utama dan beberapa elemen minoritas. Lalu sepertiga dari mereka mampu menggunakan empat elemen utama dan beberapa elemen minoritas. Dan seperlima dari mereka adalah jenius yang nyaris mampu menggunakan seluruh elemen. Yang paling penting mereka memiliki lima puluh tiga orang yang terkenal sebagai jenius sejati dan benar-benar menguasai seluruh elemen.
Satu-satunya kelemahan mereka adalah ambisi yang melampaui langit. Mereka selalu berlomba menciptakan kebanggaan untuk dipamerkan, hingga sebagian besar sangat tidak mempedulikan mencari pasangan. Itu membuat tingkat kelahiran jatuh pada titik terendah. Dan menyebabkan jumlah suku angin secara keseluruhan hanya seperempat dari jumlah suku lainnya.
Sementara suku utama menguasai empat benua, maka suku-suku minoritas menjadi tidak punya pilihan selain tinggal di daerah salah satunya. Mereka akan selalu berusaha memberi manfaat bagi penguasa dan mendapat imbalan tinggal dengan damai. Bukan tidak mungkin bagi mereka untuk mendapatkan kepercayaan dan bekerja di Klan utama suku utama.
Namun para penghuni benua Utara tidak lagi sedamai sebelumnya semenjak suku bumi mulai dengan sengaja selalu mencari masalah. Mereka memprovokasi dan memojokkan para suku air. Seolah suku air adalah herbivora.
Imbasnya adalah banyak perang kecil terjadi antara suku air dan suku bumi. Terlalu seringnya perang kecil terjadi memicu krisis bagi penduduk. Terutama suku air. Mereka kesulitan bertani, menangkap ikan bahkan berdagang dengan tenang. Usaha mereka selalu berhasil buruk dikarenakan daerah kerusuhan terus meluas.
Realf menoleh menatap An Fier yang berbaring memeluk Reeka. Ini sudah hampir tiga hari Celian belum kembali. Dia khawatir adik perempuan yang terlalu keras kepala itu terjebak ditengah-tengah perseteruan antar suku dan celaka.
Dia membuka kantong biji-bijian. Hanya tersisa segenggam. Dia pikir sudah waktunya keluar untuk mencari makanan sekaligus Celian. Bahkan jika Celian mati, dia masih harus menemukan tubuhnya untuk dikuburkan.
Realf mendekati An Fier. Sebelum dia menyentuh anak yang memunggunginya itu, suara An Fier lebih dulu terdengar.
“Kau akan pergi?”
An Fier dengan hati-hati melepaskan Reeka. Menutupi bayi itu dengan selimut berlapis-lapis agar tidak kedinginan.
Beberapa hari lalu, bayi Reeka selalu menggigil hebat dengan wajah pucat. Tangisannya bahkan terdengar lebih menyedihkan dari terakhir kali.
Karna itu, An Fier akan memeluknya saat tidur juga menutupi tubuh mereka berdua dengan selimut berlapis. Menjaminnya tidak kedinginan. Bahkan disiang hari.
Setelah memastikan selimut menutupi tubuh mungil Reeka dengan benar, dia duduk dan menatap Realf.
“Kau akan pergi?” Ucapnya mengulang pertanyaan.
Realf menghela nafas dan mengangguk. Dia menatap bayi Reeka lalu menatap An Fier.
“Aku harus mencari makanan juga Celian. Dia terlalu lama tidak pulang. Mungkin saja terjebak ditengah kerusuhan atau sesuatu yang lainnya terjadi. Aku harus memastikannya.”
An Fier mengangguk. Sebenarnya dia juga gelisah memikirkan Celian. Tapi dia tidak bisa melakukan pencarian begitu saja. Sekarang ada Reeka yang harus dijaga. Terlebih, kerusuhan terjadi dimana-mana, dan An Fier tidak memiliki kekuatan yang lebih baik daripada Celian. Dia hanya bisa yakin dan percaya jika Celian akan baik-baik saja.
“Kau harus kembali membawa Celian. Dia tidak akan mati begitu mudah.” Gumam An Fier.
“Aku berjanji. Dan An Fier, kau juga harus berjanji menjaga Reeka dengan baik. Dia adalah keluarga kita sekarang. Jika memungkinkan, tetaplah didalam rumah. Maka kau akan aman.” Pesan Realf.
Dia menatap Reeka sekali lagi sebelum berjalan keluar. Namun tiba-tiba dia menghentikan langkahnya lalu menoleh menatap An Fier.
“Setelah aku kembali membawa Celian, kita akan pergi dari sini. Mulai saat itu, kalian wajib benar-benar mempelajari kekuatan dasar kalian. Kita tidak boleh mati dengan cepat kan?” Realf tersenyum dan melangkah pergi.
An Fier mengangguk semangat.
Semula, karna pengaruh Realf dia jafi berfikir tidak perlu mempelajari kemampuan apapun. Hidup dan makan dengan tenang sudah cukup. Memiliki kekuatan akan membuat sombong dan penuh masalah.
An Fier tahu sedikit dari kakaknya tentang ayahnya yang mati ditangan pamannya. Ibunya melarikan diri dan meninggalkan mereka didepan rumah Realf. Jadi dia pikir, jika tidak memiliki kekuatan maka tidak akan terjadi saling bunuh.
Namun sekarang, An Fier merubah pemikirannya seiring Realf. Jika dia tidak kuat, maka dia tidak akan bisa melindungi Reeka dan kedua kakaknya dimasa depan. Maka dari itu, dia bertekad akan menjadi yang paling kuat hingga tidak ada yang bisa menindas keluarga mereka.
Setelah punggung Realf menghilang ditelan pemandangan serba putih, An Fier menutup pintu. Dia menatap Reeka yang mulai menggeliat resah. Menghela nafas, An Fier pikir kali ini tidur siang Reeka terlalu sebentar.
Dia meraih bubur yang tadi di masak Realf untuk makan siang Reeka. Tepat ketika dia duduk dilantai, bayi itu merengek dan membuka mata. Tangan kecilnya mengusap matanya sementara mulut mungilnya menguap. Pemandangan yang membuat An Fier tersenyum gemas.
“Bagaimana tidur siangmu kali ini?” Tanya An Fier, dia menyangga tubuhnya dengan siku, membuat wajahnya cukup rendah disamping wajah Reeka.
Bayi itu hanya berkedip-kedip sebelum menggapai-gapai wajah An Fier. Rengekannya mulai berubah menjadi isakan kecil.
Berpikir dia haus, An Fier mengambil air di panci yang selalu berada diatas bara api. Ini dilakukan khusus untuk Reeka agar dia tidak makan atau minum sesuatu yang dingin.
An Fier meniup air itu hingga suhunya pas, mencampurkan dengan bubuk buah yang dibuat Realf untuk menambah rasa manis agar Reeka suka.
Saat dia menatap Reeka lagi sesudah mencuci peralatan makan Reeka, Bayi itu sudah tengkurap dan mulai merambat ke sana sini dengan tangan dan kaki pendeknya. An Fier tertawa. Dia selalu senang melihat Reeka cukup aktif.
Tidak ada alat apapun yang bisa digunakan memberi minum pada bayi, maka An Fier mengabarkannya sedikit demi sedikit minum dari gelas. Meski tumpah-tumpah, tapi kecepatan belajar Reeka tak pernah mengecewakannya.
“Bayi pintar.” Puji An Fier.
Dia melanjutkan memberi beberapa suap bubur pada bayi itu dan mencuci peralatan sesudahnya.
Waktu mulai berlalu, ditengah menemani Reeka bermain, sesungguhnya An Fier mulai cemas karna Realf dan Celian tak juga kembali. Dia melirik Reeka yang sudah kembali tidur. Membetulkan selimut bayi itu, An Fier keluar dari pondok.
Sejak malam di mulai hingga larut, An Fier dengan gelisah mondar-mandir didepan pondok. Berharap ada bayangan Realf dan Celian yang mendekat. Namun dia harus kecewa karna hingga menjelang pagi lagi, dua kakaknya itu tidak terlihat kembali.
Lalu dua hari terlewati, An Fier semakin cemas. Biji-bijian mereka sudah habis. Jika dia tidak keluar untuk mencari makanan, maka Reeka bisa kelaparan. Pagi ini saja, Reeka harus puas dengan makan lima suap bubur.
An Fier menatap Reeka yang berkali-kali mengangkat tubuhnya dengan kedua tangannya. Sesekali dia akan berusaha menekan lututnya ke lantai demi mengangkat bokongnya. Lalu tatapannya beralih keluar pintu yang tidak ditutup olehnya, menampakkan pemandangan putih yang baginya memuakkan saat ini.
Dia menunduk untuk berfikir sesaat. Lalu mengangkat kepalanya, kali ini matanya dipenuhi tekad dan percaya diri. Dia mengambil selimut Reeka. Merobeknya dan mengambil bagian yang selebar tinggi Reeka. Dia berniat menggunakan kain sebagai penahan tubuh Reka dalam gendongannya.
Setelah itu, An Fier memakaikan semua pakaian yang dimiliki bayi itu sekaligus. Sepatu jerami dan topi kain yang membungkus seluruh kepalanya. Ini semua pekerjaan Realf. Dan An Fier senang karna bisa digunakan menahan dingin bagi Reeka.
Dia sendiri juga memakai pakaiannya kain yang paling hangat lalu melapisinya dengan pakaian jerami. Sejak ada Reeka, Realf membuat pakaian dari kain yang layak namun tetap membuat pakaian tebal dari jerami sebagai pelindung bagian luar. Ini sangat berguna.
An Fier meraih Reeka yang merengek karna sudah menjadi bola kain, menempatkannya dibelakang punggungnya lalu mengikatnya dengan kain yang ujungnya melalui pinggang dan bahu An Fier dengan simpul kuat tepat dibagian dadanya. Ini agar An Fier bisa memegang simpulnya, mencegahnya terlepas dengan tidak sengaja.
“Bertahanlah Reeka, ini petualangan pertamamu. Tapi sebagai kakak, aku akan selalu menjagamu. Jangan khawatir.” Gumam An Fier pada bayi yang meletakkan kepalanya di bahunya.
An Fier meraih caping lebar yang mampu menutupi kepalanya dan kepala si bayi dari salju yang turun. Setelah itu dia masih meraih pakaian jerami milik Realf yang sudah dipendekkan bagian bawah dan lengannya olehnya secara darurat. Ini membuat Reeka dan dia terlihat satu tubuh saat dikenakan.
Menarik nafas, An Fier melangkah keluar rumah. Menutup pintu lalu berjalan perlahan disalju.
Dia sadar, jika ini bukan hanya petualangan pertama Reeka, namun juga yang pertama kali baginya keluar rumah dengan membawa beban di punggungnya. Gerakannya akan lebih lambat, dan tenaganya juga akan cepat terkuras.
Karnanya An Fier berharap bisa bertemu Realf dan Celian sebelum dia mati kelelahan.
An Fier berjalan pelan namun pasti. Dia tidak bisa hanya menunggu Realf dan Celian saja dan mati. Dia akan memastikan dirinya dan Reeka tetap hidup sampai saat dua kakaknya itu kembali.
Dia pikir Reeka akan menggigil dan terganggu dengan salju disekitar mereka, tapi ternyata bayi itu justru mengoceh kegirangan. Kepalanya bergerak ke sana dan kemari mengamati pemandangan putih dengan antusias. An Fier mendesah lega.
Karna lama berada didalam ruangan, bayi Reeka tentu saja antusias melihat hal-hal baru. Diantara tiga orang idiot itu, tidak ada yang akan memikirkan ini. Terlebih, tubuhnya yang terus terkurung dan kurang asupan gizi akan semakin lemah. Dihitung sejak ditemukan An Fier, Reeka sudah dua kali terserang demam.
Setelah berjalan beberapa jam, An Fier merasakan kelelahan. Nafasnya putus-putus dan beberapa kali mengumpat betapa lemahnya dirinya sebagai seorang kakak. Padahal jika dia bisa membandingkan dengan anak lain yang seumurnya, maka dia beberapa kali lebih kuat. Sayangnya An Fier tak pernah bertemu langsung dengan anak seusianya.
Dia dengan hati-hati menggeser Reeka yang tertidur di punggungnya ke pelukannya. Duduk menyandar pada batang pohon tanpa daun, dia mulai gelisah dan tak yakin kemana tujuannya.
Hingga sejauh ini, dia bahkan tidak menemukan apapun selain salju.
Kelelahan membuat An Fier tertidur dengan memeluk Reeka. Dia terbangun saat mendengar bayi dipelukannya menangis keras. Wajahnya memelas, terisak-isak menghisap jempolnya.
Dengan lemah An Fier menepuk punggungnya berusaha mendiamkannya.
“Bersabar, oke. Kita akan menemukan makanan segera.” Ucapnya berusaha menghibur. Dia benar-benar tak memiliki apapun untuk dimasukkan ke perut bayi.
An Fier dengan sabar menggendong Reeka lagi, berjalan pelan dengan alunan tangisan Reeka tepat di telinganya. Itu bertahan beberapa saat sebelum bayi kelelahan dan kembali tertidur.
Kali ini perjalanan yang dilakukannya terlalu jauh hingga dia masuk pusat kota Kezz. An Fier menoleh ke belakang, dia tak menduga jika Realf membuat pondok sangat jauh dari kota. Lalu masih harus bolak-balik untuk mendapatkan keperluan mereka. Bukankah akan lebih mudah jika memiliki tempat tinggal di kota sekalian?
Mengabaikan hal itu, An Fier mengamati rumah-rumah yang berantakan dan kosong. Sepertinya telah terjadi sesuatu yang membuat mereka meninggalkan kota ini.
Memikirkan Reeka yang kelaparan, An Fier menoleh ke kanan kiri lalu masuk ke dalam salah satu rumah setelah memastikan tidak ada yang melihatnya.
Dia meletakkan Reeka yang masih tidur di meja. Membatasinya dengan benda-benda pajangan yang bisa ditemukannya agar Reeka tidak terjatuh selagi dia memeriksa sekitar.
Setelah yakin Reeka akan baik-baik saja, dia mulai menjelajahi rumah besar yang dimasukinya. Terutama dia mencari dapur. Seluruh tempat di dalam rumah ini sangat berantakan. An Fier ingat jika Realf menceritakan tentang salah satu penjahat yang suka menjarah barang orang lain. Mungkin saja yang datang ke tempat ini adalah mereka.
Dia membuka kantong makanan, rak, dan peti penyimpanan namun tidak menemukan apapun yang bisa dimakan. An Fier mengeluhkan nasib buruk Reeka. Bayi itu akan lebih kelaparan lagi jika dia tidak segera menemukan makanan.
Saat dia berbalik dan berniat membawa Reeka mencari dirumah lainnya, dia menginjak papan yang tidak stabil dan membuatnya jatuh ke dalam lubang.
Bunyi debuman kencang dan patahan perabot kayu yang tertimpa tubuhnya mengagetkan Reeka. Bayi itu menangis keras. Membuat An Fier bahkan tak sempat mempedulikan rasa sakitnya dan dengan terburu-buru memanjat naik.
Dia meraih Reeka dan berusaha mendiamkannya. Tiba-tiba tubuh An Fier menegang. Instingnya akan bahaya mulai muncul. Dia mendengar derap kuda samar diantara tangis Reeka.
Dengan cepat dia membekap bayi dipelukannya namun memastikan hidungnya tidak tertutup. Tangisan bayi Reeka teredam seketika. Membuat derap langkah kuda semakin terdengar jelas.
Dengan hati-hati An Fier melangkah mundur kembali ke dapur. Meski dia jarang bertemu manusia lain selain Celian dan Realf, dia cukup mendapat pengetahuan tentang banyak hal dari Realf. Itu membuatnya tetap hidup sampai sekarang.
Kewaspadaan An Fier terhadap manusia selain keluarganya sangatlah tinggi. Namun itu bukan seperti dia dengan agresif memberi cap buruk. Dia hanya tidak mempercayai mereka.
Tentu saja itu semua dikarenakan peringatan dan nasihat Realf terhadap banyak hal.
Saat langkah kuda itu berhenti tepat didepan rumah tempatnya berada, dia dengan pelan membawa Reeka yang terisak-isak lemas merangkak dan turun ke dalam lubang. Dia memutar kepalanya mencari sesuatu untuk jaminan Reeka agar tidak menangis selagi dia menutup lubang.
Lalu matanya menyala saat melihat banyak makanan dalam peti penyimpanan yang terbuka. Dia segera meraih satu buah pisang, mengupasnya dan mengarahkannya ke mulut Reeka bertepatan dengan bekapannya yang dilepas.
Bayi yang merasakan sesuatu di mulutnya dengan senang hati menghisap dan berusaha mengunyah. Ingin memenuhi perutnya yang kelaparan sesegera mungkin.
Memastikan Reeka tidak akan menangis tiba-tiba, An Fier menarik penutup lubang. Untunglah yang membuatnya terjatuh tadi adalah penutup yang tidak pas berada ditempatnya hingga terjungkit saat An Fier menginjak satu ujungnya. Bukan karna rusak. Itu memudahkannya menutup lubang dan memastikannya pas pada tempatnya. Sebelum menutup lubang, dia masih sempat menempatkan kain diatasnya untuk menyamarkan keberadaan lubang ini.
An Fier mendengarkan dengan hati-hati suara diluar sana. Gumaman jelas saling bersahutan sebelum salah satu dari mereka meneriakkan perintah agar menggeledah setiap rumah.
Dia berharap mereka melewatkan keberadaannya. Dia tidak tahu mereka jahat atau baik. Namun baginya, tidak berurusan dengan siapapun adalah yang terbaik.
An Fier mundur ke arah bayi Reeka. Dia meletakkan Reeka di pangkuannya, bersiap menutup mulutnya saat bayi itu menangis.
Degup jantungnya lebih cepat saat langkah kaki dua orang mendekat ke arahnya dengan kasar.
“Reeka, jangan menangis, jangan menangis, jangan menangis.” Bisik An Fier terus-menerus nyaris tanpa suara.
Dia gagal menyadari jika tangannya yang memeluk Reeka gemetar. Bahkan wajahnya pucat pasi. Pikirannya kalut. Dia tidak bisa memikirkan cara melindungi Reeka jika mereka ketahuan. Dia tidak memiliki kekuatan bahkan yang terlemah seperti milik Celian sekalipun.
“Tidak ada apapun disini, kita pergi.” Ucap salah satu dari dua orang yang saat ini jelas di atas mereka.
An Fier bernafas sangat lambat. Dia benar-benar gugup. Ini adalah situasi genting pertamanya. Dulu, keadaan paling genting yang dihadapinya adalah ancaman beruang. Karna dia sendiri, dia selalu memiliki peluang melarikan diri jika tidak bisa mengalahkannya.
Namun sekarang, musuhnya adalah manusia yang lebih pintar dan mungkin lebih kejam daripada beruang. Dan dia bersama Reeka. Tidak ada jalan untuk lolos jika ketahuan.
Satu orang terdengar melangkah pergi. Dan beberapa saat kemudian satu orang sisanya juga melangkah pergi. Tanpa sadar An Fier menghembuskan nafasnya dan menunduk lega. Itu mengenai belakang telinga Reeka, hingga bayi itu merengek tidak suka.
Refleks An Fier menutup mulutnya. Mengabaikan tangan kecil Reeka yang menggapai-gapai tak senang.
Langkah diatasnya berhenti. An Fier menegang saat langkah itu berbalik. Menjejaki lantai satu demi satu lalu diam tepat dimana lubang itu berada.
An Fier merasa nyaris mati sesak nafas karena tegang. Meski begitu dia tetap berusaha tidak terlalu menyakiti bayi Reeka dipelukannya.
Sebelum An Fier memikirkan persembunyian atau solusi apapun, lubang di atasnya terbuka. Membuatnya shock berat dan membeku. Wajahnya terpelintir dengan keringat dingin bermunculan di dahinya. Bagaimanapun dia adalah seorang bocah yang tidak mungkin menang melawan orang dewasa.
Wajah dewasa dengan pakaian serba biru dan corak naga hitam menunduk memperhatikannya. Dia tanpa ekspresi dengan mata tajam yang membuat An Fier semakin tegang, dia waspada sekaligus menekan ketakutannya. Berusaha tidak kehilangan harapan untuk selamat.
Dia mengetahui dari gambaran Realf bahwa orang ini adalah termasuk yang harus dihindari. Pakaiannya menunjukkan dia sebagai anggota pemberontak yang tidak puas pada peraturan yang dibuat oleh Klan utama suku air.
Sejujurnya An Fier bisa mengerti jika suku air dan suku bumi berselisih. Namun dia tidak bisa mengerti mengapa sesama suku air juga berselisih.
“Kleart, kau menemukan sesuatu?” Teriak seseorang diluar sana. Mungkin dia orang yang pergi lebih awal tadi.
Nafas An Fier terputus-putus menunggu jawaban orang diatasnya. Dalam hati dia meminta maaf pada Celian karna mungkin tak bisa pulang hidup-hidup.
Pria itu memperhatikan bagaimana An Fier berusaha menekan rasa takutnya sambil memeluk seorang bayi. Pemandangan lucu ketika seorang bocah membawa bocah. Entah bagaimana dia merasa tidak masalah meninggalkan pasangan bocah itu. Sayang sekali kan jika pemandangan lucu itu harus cepat lenyap.
“Tidak.” Sahutnya pada pertanyaan temannya.
An Fier lebih shock saat mendengar jawaban pria itu. Terlebih ketika pria itu menutup kembali lubang diatasnya dan melangkah pergi.
Apakah dia sedang diampuni?
An Fier mengabaikan pertanyaan itu dan terduduk lega. Dia membiarkan Reeka duduk di atas meja dan menggigiti pisangnya lagi.
Dia berjanji akan mengingat nama dan wajah orang yang melepaskan kehidupannya tadi. Suatu saat, dia akan membalasnya. Realf selalu mengajari Jika harus membalas setiap kebaikan yang diterima. Juga harus membalas sepuluh kali lipat penindasan yang diterima.
Mengambil kantong makanan, dia memasukkan sebagian besar buah-buahan dan makanan beku ke dalamnya. Menyisihkan buah yang busuk karena pembekuan gagal, dia masih mendapatkan persediaan untuk tiga hari.
Dengan hati-hati An Fier mendengarkan suara diluar sana. Saat yakin itu sepi, dia keluar. Hatinya yang riang mendapatkan banyak makanan membuatnya lebih bersemangat. Mengabaikan rasa lelahnya, dia berjalan secepat yang dia bisa agar segera sampai dirumah.
Meski begitu, dia bahkan lebih waspada lagi. Dia tidak mau bertemu dengan manusia manapun lagi yang mengancam keselamatannya dan Reeka. Memburu binatang masih lebih baik menurutnya.
Beruntung tidak ada halangan berarti dalam perjalanan pulang. Bahkan Reeka asik menyumpal mulutnya dengan pisangnya yang tidak habis-habis, dan tidak sedikitpun rewel.
Mereka sampai dirumah saat lewat tengah malam. Udara terlalu dingin diluar, membuat keduanya menggigil hebat. Saat jaraknya hanya lima meter dari rumahnya, dua sosok menghambur keluar rumah dan berlari ke arahnya.
Belum sempat An Fier mengambil sikap waspada, Celian sudah memeluknya. Sedangkan Realf tersenyum menatap mereka.
“Bagus sekali kau masih mengingat pesanku untuk pulang hidup-hidup.” Gumam Celian.
Dia melepaskan pelukannya saat merasakan tubuh dua adiknya menggigil.
Realf mengambil Reeka dari punggung An Fier dan berkata, “Udara diluar sangat dingin. Sebaiknya cepat masuk.”
Mereka masuk ke rumah dengan hati ringan karna seluruh anggota keluarga selamat. Celian membantu membawakan kantong makanan An Fier lalu menutup pintu, meninggalkan udara dingin tetap diluar.
“Kemana saja kau?” Tanya An Fier dengan suara gemetar. Dia melirik Celian yang melemparkan kantong makanan ke sudut ruangan sementara mendekatkan dirinya ke tungku untuk mengusir hawa dingin ditubuhnya.
Celian menceritakan jika dia pergi untuk mendapatkan kelinci salju lagi. Namun malang, dia tanpa sengaja terjebak ditengah pertarungan pemberontak dan pejuang Klan utama suku air yang merambat kemana-mana.
Dia ditangkap para pemberontak dan dibawa ke kota Urzette yang berjarak empat puluh kilo meter dari Kezz. Di sana banyak wanita dan gadis warga biasa yang ditahan.
Ada beberapa yang dijual ke rumah bordil, beberapa yang terlihat baik bisa dijual pada penguasa pecinta kecantikan, dan sisanya digunakan sebagai budak seks oleh para pemberontak. Kecuali anak-anak yang diperlakukan sebagai budak pekerjaan rumah tangga.
Sedangkan untuk anak-anak lelaki dididik agar menumbuhkan kemampuan dasar dan bisa digunakan sebagai pejuang pemberontakan garis depan.
Jelas mereka menganut prilaku diskriminasi gender. Sebenarnya itu wajar jika mengingat dari seribu wanita maka hanya dua atau tiga puluh saja yang bisa membangkitkan kekuatan dasar. Tapi itu tidak berlaku pada suku angin yang memiliki kesamarataan antara wanita dan pria. Mereka lebih berpatokan pada bakat.
Sebenarnya kondisi anak-anak lelaki yang dijadikan pejuang garus depan tidak lebih baik. Bagi pejuang Klan utama, mereka adalah pejuang pemberontak. Mereka tidak bisa menggunakan kata-kata penjelasan bahwa mereka bukan bagian pemberontak dimedan pertempuran dan tidak bisa diam saja menunggu di bunuh oleh pejuang Klan utama.
Itu adalah perang yang membuat mereka putus asa. Namun perlahan itu akan menumbuhkan kebencian kepada Klan utama yang tidak mau bertanya dan berusaha mempertanyakan kenapa pasukan pemberontak semakin banyak tanpa memiliki kemampuan dasar yang memadai.
Pada akhirnya, mereka menjadi pejuang pemberontak yang sesungguhnya.
An Fier membayangkan jika dia dan Reeka ditangkap dan berada diposisi putus asa itu. Betapa menyedihkannya. Untunglah pria itu melepaskannya.
Lalu dia menatap Celian dengan cemas. Dia pikir sangat bagus Celian bisa selamat sebelum dijual. Atau mereka akan sulit bertemu lagi.
Celian yang merasa mengerti arti tatapannya hanya bergumam, “Jangan khawatir. Bagian bawah ku masih terlalu kecil untuk dimasuki para pria besar itu.”
An Fier mengernyit tak mengerti sementara Realf langsung memukul kepala gadis bermulut luar biasa kurang ajar itu. Mengabaikan Celian yang mengerang kesakitan.
“Jika ingin memberitahu, katakan dengan bahasa yang sedikit bermoral.” Tegurnya. Lalu mengalihkan tatapannya pada An Fier. “Dia hanya dijadikan budak mengurus keperluan makan para pejuang pemberontak itu.”
An Fier mengangguk lega. Nasib mereka semua sungguh beruntung. Dia lalu bertanya lagi, “Bagaimana kau selamat?”
“Tanyakan pada Realf, dia yang menyelamatkanku.” Gumam Celian masih tidak senang dengan perlakuan kasar Realf padanya.
An Fier mengalihkan perhatiannya pada Realf yang akhirnya meletakkan Reeka yang tertidur nyenyak karna tubuhnya tidak lagi menggigil. Dia melepaskan banyak pakaian yang dikenakan bayi itu sebelum menumpuk selimut tebal ditubuhnya kecilnya.
Dengan hati-hati dia mengusap liontin kalung Reeka dan memunculkan pelindung transparan itu lagi. Itu bisa sedikit mengurangi kemungkinan Reeka demam parah. Karna dia sudah merasakan tubuh hangat si bayi.
Dia menyesali An Fier belum memiliki kekuatan internal yang bisa digunakan memicu agar perisai muncul. Padahal dialah yang paling sering berada didekat Reeka. Tapi Realf akan segera membuat An Fier bisa melakukannya.
“Bagaimana kau menyelamatkan Celian?” Tanya An Fier sedikit tidak sabar.
Realf menatap bocah penuh rasa penasaran didepannya. Memilih tidak begitu saja menjawab pertanyaannya, dia berkata, “Kalian tahu aku memiliki banyak pengetahuan?”
Pertanyaan itu segera diangguki An Fier. Celian yang duduk sedikit dipojokkan memakan salah satu buah yang dibawa An Fier segera memasang pendengarannya dengan baik.
“Aku telah mengajarkan kalian membaca dan menulis, mengajarkan kalian cara bertahan hidup, mengajari kalian untuk waspada dan mengenali musuh, dan sekarang aku ingin mulai mengajari kalian membangkitkan kekuatan dasar kalian.” Ucap Realf. Matanya seolah memancarkan tekad yang sebelumnya sama sekali tidak dimunculkannya.
Belum sempat An Fier bertanya tentang kekuatan dasar yang dimaksud seperti milik Celian atau bukan, Celian sudah bersuara lebih dulu.
“Kenapa kau tidak mengajariku dari dulu? Alih-alih membiarkanku menemukan kekuatanku sendiri.” Ucapnya penuh keluhan.
“Tadinya ku pikir kita bisa hidup damai disini. Tapi perang mulai muncul dan merusak keseimbangan. Tidak ada tempat yang aman. Kalian berdua harus memiliki kekuatan untuk saling melindungi.” Nada bicara Realf tidak lambat juga tidak cepat, tapi itu jelas penuh penekanan tanpa menerima bantahan.
Celian yang siap dengan protesannya lagi akhirnya menahan diri.
Sedangkan An Fier mengangguk penuh antusias. “Aku akan berlatih dengan rajin.”
“Itu bagus. Tapi pertama-tama, kita akan pergi dari sini dan menemukan tempat yang lebih aman bersama pengungsi lainnya. Kezz sudah dikuasai para pemberontak. Mereka bisa menemukan rumah kita kapan saja.”
An Fier mengangguk patuh sementara Celian memutar matanya dengan sinis. Lagi-lagi Realf mengalihkan topik. Dia jelas menghindari menjawab pertanyaan An Fier yang juga ditanyakannya sebelumnya.
********
[…] Chapter 2 […]
[…] << Sastra Jendra Chapter 2 […]
Realf ini terlalu tangguh sebagai perempuan, saya curiga dia masih berhubungan dengan keluarga kerajaan ..