Author : Keyikarus
[Chapter 26]
Zino menatap Zinan hampir menangis, seumur hidupnya tidak ada yang menjanjikan apapun padanya. Bahkan meski ini hanyalah ungkapan yang salah sasaran, Zino masih sangat tersentuh.
Bagaimana bisa pria pelit ini begitu baik memberinya gelang yang membuat tangannya nyaris terkilir saking mahalnya.
Bagaimana bisa pria yang meminta ganti rugi hanya karna ponselnya retak sedikit ini menjanjikan hal yang begitu memanjakan.
Pemuda yang masih shock ini melewatkan adegan Zinan mencium tangannya.
Zino menatap Zinan ingin mengatakan sesuatu namun dia terlihat sangat ragu.
“Mau memilih beberapa lagi?” Tawar Zinan melihat wajah gadisnya begitu depresi.
Zino menggelengkan kepalanya. Matanya dengan ragu-ragu menatap Zinan. Dengan lirih dia berkata: “Satu ini saja, tapi tolong jangan minta ganti rugi. Atau aku akan bunuh diri.”
Zinan tertawa geli. Tangannya dengan gemas mengusak-ngusak rambut Zino hingga berantakan.
Harga gelang itu cukup untuk membeli rasa sabar Zino. Hingga dia hanya tersenyum masam dan mengucapkan terima kasih.
Setelah dari toko perhiasan, Zinan membelikan Zino ponsel baru. Lalu membawanya langsung ke apartemen barunya.
Saat dia membuka pintu dan membiarkan gadis itu masuk duluan, ponselnya berdering. Itu dari Jean.
“Apa-apaan kau membuat putriku menangis sampai kelelahan? Kau bawa kemana Vivian?!” Ucap Jean begitu panggilannya dijawab.
“Dia di apartemenku. Dia akan menginap malam ini.” Ucap Zinan acuh tak acuh. Dia memperhatikan Vivian yang mengamati desain interior apartemennya.
Mendengar ucapan Zinan, Jean menjadi gugup. Zinan dan Vivian adalah tunangan dan sudah dewasa. Menginap di apartemen Zinan berarti ada kemungkinan pria itu akan melakukan hal dewasa pada adiknya. Itu sama sekali tidak boleh terjadi atau penyamaran Zino akan terbongkar!
Tunggu, seandainya itu Vivian asli pun Jean tetap akan melarang. Hal seperti itu hanya bisa dilakukan setelah menikah.
“Tidak! Mio akan menangis semalaman dan jatuh sakit.” Tolak Jean dengan alasan yang menurutnya masuk akal.
“Itu putrimu, jadi kau harus bisa menanganinya. Aku ingin lebih dekat dengan Vivian. Tolong jangan halangi…”
“Tidak. Pulangkan Vivian malam ini atau aku akan menjemputnya. Kau tahu itu akan menimbulkan keributan kan?” Potong Jean. Diseberang sana dia jelas sudah sangat was-was.
Zinan mendengus jengkel melihat kelakuan terlalu protektif ini. Kenapa harus begitu keras.
“Aku akan mengantarkannya kembali setelah makan malam. Itu hanya jika dia menolak menginap.” Setelah mengatakan itu, Zinan langsung memutuskan sambungan. Membuat Jean mengumpat diujung sana.
Zinan menghampiri gadis yang masih berdiri celingukan meski diam-diam itu. Dia memegang kedua bahu Zino dan mengarahkannya ke sofa.
“Duduk disini, aku akan memasakkan sesuatu untuk makan malam. Ada permintaan khusus?” Zinan berjongkok didepan Zino dan meletakkan remot tv dihadapannya.
“Kau bisa memasak?” Tanya Zino tak percaya.
“Tentu saja.” Zinan mengangguk meyakinkan.
Zino menatap Zinan berlama-lama sebelum bertanya dengan penasaran. “Kenapa kau menjadi baik? Kau bahkan membelikanku barang yang sangat mahal. Bukankah sebelumnya kau selalu meminta ganti rugi? Padahal kerugianmu tidak besar. Sama sekali tidak sebanding dengan harga gelang ini.”
Zinan menghela nafas, “Aku tidak mungkin memperlakukan orang yang ku sukai sama dengan orang lain. Sejujurnya kau masih banyak berhutang padaku, aku akan menagihnya. Tolong bersiaplah…..”
Zino langsung merinding mendengar kata-kata Zinan. Apa yang dilakukannya sampai pria ini menjadi menyukainya? Tapi karna pergelangan tangannya merasakan uang yang terlalu berat, jadi dia tak ingin membatah. Akan sangat merugikan jika gelangnya diminta lagi!
Melihat reaksi yang tak diharapkan dari Zino, Zinan merasa sedikit kecewa. Tapi dia menahannya dan berkata: “Duduk manis disini, aku akan memasak untukmu.”
Zino melongokkan kepalanya ke arah dapur yang bisa terlihat dari tempatnya duduk. Pria itu benar-benar bersiap memasak. Siapa sangka pria kaya yang bisa memerintah siapapun akan meluangkan waktu belajar memasak.
Mengabaikan Zinan yang sibuk, Zino mengutak-atik remote. Tidak ada tayangan yang disukainya. Sebenar Zino tidak memiliki ketertarikan pada jenis acara apapun di TV. Dia juga sama sekali tidak mengerti dunia medsos yang sering diucapkan Mei.
Dia gaptek karna kurang keingintahuan. Zino cenderung acuh. Dunianya hanya berkisar mencari uang, membeli makan, memastikan memiliki tempat tinggal dan berharap masa tuanya akan lebih baik. Dia begitu mengkhawatirkan masa tuanya yang sendirian dalam kemiskinan. Karna itulah dia sangat mencintai uang.
Pria miskin cenderung sulit mencari istri. Ini adalah kenyataannya.
Dia pikir akan baik meski sendirian namun memiliki banyak harta. Akan ada orang yang dengan suka rela merawatnya hingga mati demi mewarisi hartanya. Bahkan jika tidak, dia akan memiliki biaya untuk menyewa perawat.
Zino merencanakan hari tuanya dengan sungguh-sungguh!
Beberapa saat kemudian ketika dia sangat bosan, dia meraih ponsel pintar yang dibelikan Zinan. Itu sangat berat ditangannya, bukan bobot sesungguhnya, tapi harganya. Membuat Zinan bahkan takut melakukan hal lebih dari sekadar menyentuhnya.
Jadi setelah dia mengamati bentuknya dan layarnya yang gelap beberapa saat, Zino memilih menyimpannya lagi.
Lalu mengamati gelang cantik yang mahalnya di luar nalarnya. Mengusapnya dengan senang. Dia tak menyangka anak malang tanpa harapan sepertinya tiba-tiba memiliki perhiasan yang sangat mahal.
Karna Zinan masih sibuk, sekarang matanya berkeliaran. Dia pikir apartemen ini sangat bagus. Banyak hiasan yang terlihat mahal. Tapi sekali lagi Zino mengingatkan dirinya jika dia adalah pencopet. Bukan pencuri.
Terlebih Zinan sudah memberinya gelang seharga tiga kali lipat dari tabungannya ditambah uang yang didapatnya sejak menjadi Vivian. Dia sekarang bahkan bisa bermimpi kembali ke kampung halamannya dan membeli beberapa petak kebun dan sepetak tanah untuk rumah.
Hidupnya akan makmur. Lalu dia memiliki modal melamar seorang gadis dan membangun keluarga sederhana dan bahagia.
Bertemu Jean dan Vivian adalah suatu keberuntungan. Jika kesepakatan ini berakhir Zino akan mengucapkan terima kasih dengan sangat tulus.
“Apa yang membuatmu terlihat senang?”
Zino mendongak dan melihat Zinan sudah berdiri didekatnya. Pemuda itu tersenyum penuh syukur. Setelah menerima hadiah mahal Zinan, tentu saja pandangannya pada pria ini menjadi sedikit lebih baik.
“Bukan apa-apa.”
Zinan tidak mendesaknya untuk bicara, dia meraih tangan Zino dan membawanya ke meja makan. Menarik kursi untuk gadis itu dan membalikkan piring dihadapannya.
Perlakuan ini terlalu memanjakan. Membuat Zino merasa sangat tidak nyaman. Namun dia bertahan dengan merapalkan jika dirinya adalah Vivian berkali-kali.
Tapi entah bagaimana itu hanya membuatnya semakin tidak nyaman.
“Makanlah, dan katakan kau menyukainya.”
Zino memiringkan kepalanya menatap Zinan yang memutari meja untuk duduk diseberangnya. Dia merasa pria itu salah bicara. Bukankah seharusnya sebuah pertanyaan ‘apakah kau menyukainya?’ dan bukan pernyataan penuh paksaan seperti itu.
Berpikir seperti itu membuat Zino menatap ragu makanan dihadapannya. Jangan-jangan dia akan terkapar saat selesai memakannya.
Zinan tentu saja tahu apa yang dipikirkan gadis dihadapannya melalui ekspresi wajahnya. Tapi dia hanya tersenyum geli dan berkata: “Makanlah. Atau butuh ku suapi?”
Zino menggelengkan kepalanya menatap Zinan penuh cemoohan. Bagaimana bisa pria itu menawarkan hal yang memalukan.
Setelah meyakinkan diri, Zino akhirnya menyuap satu sendok soto nasi ke mulutnya. Itu enak. Sama sekali tidak seperti yang dikhawatirkannya. Mata Zino menyala penuh pemujaan.
Dia selalu menghargai makanan. Terutama yang enak.
Dia menatap makanan lainnya di atas meja. Ada ayam kecap, cah kangkung, kering tempe, dan sup. Dia tidak tahu kenapa Zinan memasak begitu banyak jenis makanan. Tapi dia yakin bisa menghabiskan ini semua karna Zinan hanya memasak porsi dua orang untuk setiap masakan.
“Bagaimana menurutmu?”
“Kau mengagumkan!” Pujinya dengan senyuman lebar.
Zinan menatap gadis yang makan dengan penuh semangat itu. Dia sama sekali tidak memiliki keanggunan keluarga kaya lagi. Tapi Zinan tidak membencinya. Vivian yang seperti ini terlihat sangat menggemaskan. Seperti memberi makan anak kucing yang kelaparan.
Setelah menghabiskan makanannya Zino merosot dengan perut penuh. Dia kehabisan tenaga dan ingin tidur. Makan kenyang selalu membawa dampak mengantuk baginya.
“Terima kasih.” Zino berucap dengan tulus. Karakter Zinan semakin memiliki kesan baik dikepalanya.
“Jangan khawatir, aku akan mengambil gantinya nanti.” Ucap Zinan acuh sembari meletakkan piring kotor ke mesin pencuci piring.
“Apa?! Kau! Bagaimana bisa tak bermoral?! Kau yang membuatkanku makanan atas kemauanmu sendiri kenapa aku harus menggantinya?!” Zino tak bisa bergerak terlalu banyak karna perutnya yang kelewat penuh. Tapi suaranya seperti guntur yang menggelegar diruangan itu.
“Memangnya kau tidak tahu aturan dasar. Jika menerima berarti harus memberi sebagai balasan.”
Zino langsung sesak nafas mendengarnya. Dia teringat semua yang sudah dialaminya dengan Zinan. Pria ini selalu mengambil ganti rugi berkali-kali lipat. Jadi setelah makan malam, ponsel baru dan gelang dengan harga selangit, apa yang bisa diberikannya sebagai ganti rugi?!
Bahakan meski nyawa Zino dijual tidak akan semahal itu!
“Aku akan mengembalikan sekarang, ini ponselmu, gelangmu dan aku akan memuntahkan makananmu!” Zino menjerit ketakutan. Setelah ini dia berjanji tak akan berhubungan dengan Zinan selain mencopet uangnya.
Seharusnya dia tahu jika Zinan yang pelit tak akan begitu saja menjadi pemurah. Suka apanya! Itu hanya ucapan untuk membuatnya lengah!
“Jangan mengatakan hal menjijikkan begitu.” Zinan menyentil dahi Zino dan memakaikan gelang itu lagi di tangan kurusnya. Lalu melanjutkan: “Aku menginginkan ganti rugi yang lain. Jangan khawatir, aku tak akan mengambilnya sekarang.”
*****
[…] Chapter 26 […]
Jeng jeng ..jeng. ….jeng………….
Apa yg akan diminta
wkwkw,,, makanan yanh sudah dimakan tidak akan berguna meski dimuntahkan :v
😂😂😂
Kapan y zinan menangih ganti rugi nya…
[…] << PP 26 […]