Author : Keyikarus

[Chapter 31]

 

Zinan mendatangi Leihan disalah satu rumah sakit saat jam makan siang. Melihat kondisi Leihan yang penuh lebam, Zinan justru memiliki dorongan untuk tertawa.

“Jadi olahraga yang rutin kau lakukan itu hanya untuk pameran. Bagaimana bisa kau dihabisi oleh gadis kecil?” Dengan tersenyum manis Zinan duduk di sofa dan meletakkan file yang dia bawa ke meja.

Leihan yang sama sekali tak mengharapkan kehadiran Zinan bermaksud memanggil bodyguard yang ditempatkannya didepan pintu untuk mengusir Zinan. Namun dengan kalem Zinan menghentikannya.

“Ini rumah sakit. Lebih baik tidak membuat keributan.”

Leihan mendengus.

“Kalau begitu kau bisa segera pergi.”

“Dan membiarkanmu berusaha memaksa tunanganku naik ke ranjangmu. Aku tidak segampangan itu.” Zinan terkekeh pelan.

Dia mengambil file di meja lalu memberikan rangkuman bukti penyalahgunaan dana dan skandal yang dibawanya pada Leihan. Bagaimanapun tidak ada pelaku bisnis yang benar-benar bersih. Terlebih jika itu si pecinta kecantikan seperti Leihan.

“Berhentilah sampai disini selagi segalanya masih dalam kendalimu.”

Zinan pergi meninggalkan Leihan yang menggeretakkan giginya menahan teriakan marah.

Meski dia tidak begitu akur dengan Leihan, sebenarnya Zinan sama sekali tidak ingin berkonfrontasi langsung. Bagaimanapun mereka adalah saudara. Tapi jika Leihan mulai menjarah apapun yang menjadi miliknya, dia tidak mungkin tinggal diam.

Seharusnya Leihan tahu, diantara mereka berdua tidak ada yang menjadi anak baik dan penurut.

Faktanya, Zinan hanya menjadi tanpa otak saat berhubungan dengan Vivian. Bagaimana bisa dia berpikir menertawakan Leihan dari pada meragukan bagaimana Vivian yang katanya lemah bisa berbuat seperti itu.

Dia justru mencemaskan keadaan Vivian. Berpikir bahwa beruntung karna kegiatan Leihan sebagai petualang kecantikan membuatnya tidak seperti Jean yang selalu memiliki bodyguard tersembunyi disekitarnya.

*****

 

Setelah kakak Doni pulang, mereka berdua berjalan-jalan disetiap tempat yang dulu biasa Zino sambangi. Selama berjalan-jalan dan bernostalgia tentang kekonyolan mereka, Zino merasa lega. Seolah dia terbebas dari sesuatu yang menyesakkan.

Ini bisa disebut refreshing. Zino yang merasa pikirannya tidak lagi sumpek diantar Doni kembali. Hanya saja Zino meminta temannya itu mengantar sampai gang tempat rumah Mei berada.

Setelah Doni pergi, Zino berjalan menuju rumah Mei. Dia ragu, tapi entah mengapa perasaannya mengatakan jika dia harus ke sini.

Menghela nafas, Zino mengetuk pintu rumah Mei.

“Zino….” Yang membuka pintu adalah Mayu.

“Boleh masuk?”

Mayu menoleh ke sana kemari sebelum menarik Zino masuk. Wanita itu bahkan dengan cepat menutup pintu dan menguncinya.

Zino memandang Mayu bingung dan bertanya: “Ada apa sih?”

Wanita itu duduk diseberang Zino, mencondongkan tubuhnya ke arah Zino seolah ingin membicarakan suatu rahasia penting.

“Kemarin ada dua orang seram berpakaian hitam yang datang menanyakanmu. Apa kau merampok atau menipu?” Bisik Mayu dengan nada curiga.

Zino mencibir, tapi kemudian tersenyum cerah melihat Mei yang sepertinya baru selesai mandi keluar dari kamarnya.

“Zino, kenapa ke sini malam-malam?” Mei menghampiri mereka dan duduk disamping Mayu.

Zino melirik jam di atas pintu ruang tengah, sudah pukul sembilan malam. Dia lupa jika berangkat dari tempat Doni tadi jam enam lewat.

“Ingin saja.”

“Jangan mengalihkan pembicaraan, jawab dulu pertanyaan ku.” Dengus Mayu.

Melihat Mei menatapnya bertanya, Mayu mengatakan tentang dua orang berpakaian hitam yang mendatangi mereka kemarin.

Sekarang ada dua orang yang menatapnya menunggu jawaban. Zino sungguh tak mau menceritakan hal yang bisa membuatnya menjadi bahan tertawaan, tapi dia tetap menceritakan hal-hal yang diceritakannya juga pada Doni.

Dia juga menceritakan saran Doni padanya.

Zino cemberut mempersiapkan diri saat Mayu dan Mei mentertawakannya karna pekerjaan anehnya.

Namun setelah menunggu beberapa saat, dua orang itu tidak melakukan apapun selain menatap Zino.

Mei lebih dulu menghela nafas dan mengucapkan sesuatu: “Lain kali cobalah membuat hubungan yang baik dengan saudara kembarmu. Berdua lebih menyenangkan dibanding sendiri.”

Zino tertegun. Dia lupa jika dia harus menyembunyikan hal ini atau kebohongannya diawal pertemuan mereka terpapar.

Tapi dia tak menyangka itu kalimat pertama Mei setelah mendengar ceritanya. Gadis itu bahkan mengabaikan kesempatan menertawakannya karena penyamarannya menjadi seorang gadis.

Zino tersenyum manis, Mei memang yang terbaik.

“Kalau menurutku temanmu itu ada benarnya. Kalau bisa kau bicara baik-baik, jadi tidak ada permusuhan dikemudian hari. Bagaimanapun bermusuhan dengan orang kaya akan membuat kita mati lebih cepat.” Mayu mendramatisir nada bicaranya.

Zino menelan ludah lalu cepat-cepat mengangguk. Dibanding apa yang dikatakan, nada bicara dan wajah Mayu lebih menyeramkan.

“Sejujurnya menurut pendapatku pekerjaan itu cocok untukmu.”

Zino menyipit curiga mendengar ucapan Mayu selanjutnya, dan dia berkata: “Apa maksudmu?”

“Maksudku itu membuktikan jika takdirmu itu bertunangan dengan pria! Kau akan segera jadi istri! Selamat!” Nada serius Mayu sama sekali tidak pas dengan ekspresinya yang mengejek.

Tapi sebelum Zino sempat berteriak kesal, Mei sudah mengingatkannya agar tidak membuat keributan. Orang tua mereka akan terbangun.

Dengan begitu, Zino hanya bisa cemberut penuh ketidakpuasan menatap kakak adik tukang aniaya didepannya.

“Malam ini kau bisa tidur disofa. Ingat… tidak boleh menyusup ke dalam selimut ku.”

Lagi-lagi Zino hanya bisa menahan diri agar tidak menendang sesuatu saat Mayu membuka mulutnya.

Gadis ini terlalu memandang rendah moralnya!

Setelah Mayu masuk ke kamarnya, Zino menggerutu pelan.

“Abaikan dia. Jadi kau akan bagaimana setelah ini?” Tanya Mei.

Dia melangkah santai ke dapur yang bersebelahan ruangan. Membuatkan segelas teh dan meletakkannya didepan Zino bersama camilan.

Didalam hati Zino memujinya sebagai istri idaman. Rasa narsisnya yang lama terkubur sepertinya mulai muncul lagi. Imajinasinya tentang rumah hangat, istri cantik dan anak menggemaskan mulai berkeliaran.

Tapi sedetik kemudian, imajinasi itu berubah menjadi dirinya yang dimanjakan dengan dibuatkan sarapan oleh seorang pria. Lalu mereka saling bercanda dan….

Zino menggelengkan kepalanya dengan jengkel. Dia menyalahkan Mayu dan Mei yang terlalu banyak mencekokinya dengan hal absurd.

“Entahlah. Ku pikir mungkin aku akan kembali dan bicara seperti saran Doni. Bagaimanapun barang-barangku masih disana.” Ucap Zino dengan cemberut.

Dia tiba-tiba merasa tak nyaman mengingat Zinan menghubunginya beberapa kali. Padahal jelas dia hanya menyimpan nomor Zinan tanpa pernah memberikan nomornya pada pria itu. Bagaimana pria itu mendapatkan nomornya?

Dan semakin tak nyaman ketika dia ingat akan menjual ponsel pemberian Zinan untuk mengganti uang bensin Doni dan membelikan jajan untuk Bima. Tapi akhirnya dia hanya meninggalkan ponsel bututnya di kamar Doni tanpa sepengetahuan pemiliknya -karna Doni akan enggan menerima jika memberikannya secara langsung- dan memakai ponsel pemberian Zinan dengan canggung.

Tanpa sadar, Zino mengusap gelang ditangannya.

“Begitu lebih baik. Lagipula sepertinya kau enggan meninggalkan mereka.”

Zino semakin cemberut menatap Mei.

“Bagaimana bisa begitu? Aku bahkan tidak memiliki hubungan apapun dengan mereka.”

“Sekarang kau memilikinya.” Mei mengedikkan bahu acuh tak acuh.

Menurut Zino, Mei hanya membual. Bagaimana bisa dia memiliki hubungan dengan mereka? Semuanya hanya tahu dirinya adalah Vivian, bukan Zino.

Entah kenapa Zino merasa semakin gelisah.

Saat dia mendongak, Mei sudah mengulurkan selimut dan bantal padanya.

“Terima kasih.”

Melihat Zino yang tiba-tiba lesu, Mei mengulurkan tangannya, mengacak-ngacak rambut Zino.

“Tidurlah nak. Siapa yang tahu jika besok pangeranmu akan menjemput.”

“Aissshh!” Dengan kesal Zino menampik tangan Mei.

Gadis ini kapan akan berhenti mencuci otaknya.

*****


<< PP 30

Recommended Articles

0 Comments

  1. Iya yg sabar Zino pangeran Zinan pasti akan menjemputmu hihi… pasti yg bilang kayak gitu cuma mulut kamu doang Zino bukan hati kamu aku yakin kalo nunggu sebentar lagi pasti kamu akan merasa kehilangan sang pangeran haha

  2. keren kalo misalnya zinan menemukan zino disitu dan menjemputnya saat zino belum nyamarπŸ˜‚

    1. Wkwkwk kalo kayak gitu berarti tamat dong~~~~

      1. pengen banget tau reaksi zinan saat tau ‘tunangannya’ cowok :v

          1. mungkin saat itu terjadi zinan baru sadar orientasi seksual dia yang sesungguhnya :’vv dan tanpa kata bukan jadi tunangan lagi langsunh dibawah nikahπŸ˜‚

          2. Wkwkwk πŸ‘πŸ‘πŸ‘

  3. hak sabr nunggu zinan ktmu “zino”

  4. Mei itu lebih cocok jd seorang ibu deh πŸ˜…

  5. Jadi gak sabar nunggu reaksi zinan gimana kalau tau tunangan nya laki.

  6. Lagipula Leihan kurang ajar banget sih .. mau ngasih bekasan gitu ke adiknya sendiri .. astagaaaaa, masih ada cowok kek gini di dunia 😠

  7. Memang gaswat kalo tinggal sama fujo akut kek Mei sama Mayu wkwkwk ..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!