Author : Keyikarus

[Chapter 33]

 

“Halo.”

Zinan tersenyum riang mendengar suara gugup diseberang sana. Kemarin saat dia berniat mengunjungi Vivian, entah kenapa Jean menolaknya dengan keras. Seolah ada sesuatu yang terjadi namun disembunyikan.

Tapi Zinan tidak mau memikirkan itu. Terlebih sekarang gadisnya sudah mengangkat panggilannya. Ngomong-ngomong ini adalah pertama kalinya mereka berteleponan!

Sungguh aneh untuk ukuran seorang tunangan.

“Apa yang sedang kau lakukan sekarang?” Tanya Zinan.

“Aku sedang memegangi ponselku. Ini terlalu besar, membuatku takut jatuh.” Zino berbisik malu-malu.

Jika Zinan ingin menjerit histeris dan tertawa berguling-guling seperti yang dilakukan Mio, apalagi Jean yang duduk disampingnya. Dia berusaha mengendalikan diri agar tidak menabrak sesuatu.

Sementara Zinan berpikir jika Vivian begitu imut, Jean justru ketakutan jika Zinan akan mencurigai sesuatu. Sangat tidak ilmiah seorang gadis kaya takut menjatuhkan ponsel!

Zinan yang tidak tahu apapun pikiran Jean, tersenyum senang. Ucapan Vivian membuktikan jika gadis itu sedang memakai ponsel pemberiannya. Itu sangat memuaskan.

“Jangan khawatir, aku akan memberikanmu gantinya jika itu terjatuh.”

Jawaban Zinan membuat Zino mencibir. Orang kaya ini sungguh pemborosan. Betapa dia seolah sengaja memancing-mancing jiwa matre Zino.

“Terserah saja. Kenapa meneleponku?”

Zinan cemberut, kenapa Vivian ini berubah-ubah. Sebentar berprilaku menggemaskan dan sebentar kemudian berprilaku galak. Tapi itu tidak mengubah suasana hatinya yang baik.

“Aku akan menjemputmu akhir minggu ini. Kita jalan-jalan ke tempat yang bagus.”

“Apa-apaan nadamu itu? Bukankah seharusnya kau bertanya padaku setuju atau tidak?”

Selesai Zino mengatakan itu, dia langsung mengkerut melihat pelototan Jean. Ah ah mereka bahkan belum mengatakan berbaikan secara resmi dan Jean sudah memelototinya lagi.

Zino cepat-cepat meralat ucapannya bahkan sebelum Zinan sempat menjawab, “Baiklah. Aku akan bersiap untuk itu.”

Zinan mengernyit. Perubahan nada bicara Vivian sungguh aneh. Tapi karna Vivian sudah setuju, maka semuanya baik-baik saja.

Setelah mengucapkan selamat tinggal dan sambungan terputus, Zino melirik dengan was-was. Memperhatikan adakah kemungkinan dia akan terkena semburan kemarahan lagi.

“Aku minta maaf. Untuk apapun yang sudah ku katakan.” Jean memulai duluan.

Sebagai orang yang lebih dewasa, dia memang selalu bisa diandalkan untuk memperbaiki kecanggungan.

Zino dengan gelisah mengangguk. Sebagai anak nakal dia terbiasa mengucapkan apapun yang ingin diucapkan. Hanya saja kali ini di sedikit menahan diri, karna saat marah, Jean itu mengerikan.

Dia tidak bisa kabur lagi. Atau itu akan membuatnya kehilangan hartanya yang tidak seberapa.

“Aku juga. Umm jadi, kita sudah baikan?”

Jean terkekeh mendengar pertanyaan Zino. Bagaimana anak ini bisa bertingkah seperti balita? Bertengkar dan berbaikan kelihatannya memiliki pengaruh cukup baik untuk mereka berdua.

“Aku sudah menghubungi Vivian. Dia akan kembali dalam satu bulan. Perlahan, semuanya akan kembali normal lagi.”

Nada bicara Jean yang ringan tetap membuat Zino tersentak. Tapi dia yang awalnya mengatakan akan berhenti, bahkan dia menceritakan niatnya itu pada teman-temannya. Lalu kenapa sekarang dia merasa ada sesuatu yang tak nyaman saat mendengar ucapan Jean.

Lagipula Jean benar. Setelah ini semuanya akan kembali normal. Karna ini adalah hal yang tidak normal. Ya, tempatnya berada saat ini tidak normal.

“Apa itu artinya aku masih harus menjadi Vivian selama sebulan?” Tanya Zino yang memaksakan dirinya agar tetap fokus.

Entah kenapa dia memiliki keinginan untuk melamun secara tiba-tiba. Sungguh aneh.

“Begitulah. Kau keberatan?”

Zino tertawa. Dia sendiri tidak tahu apa yang dia tertawakan. Hanya saja dia tidak mau terlihat senang mendengar dia masih memiliki waktu satu bulan. Disini, bersama Jean dan Mio. Bersama si pelit Zinan yang sudah berubah menjadi baik hati. Mungkin sedikit kesempatan bersama si seksi Rua.

Jika dia tidak lagi menjadi Vivian, bukankah dia sama sekali tidak boleh menemui mereka? Bahkan meski hanya sebagai orang asing.

“Itu sedikit mengecewakan. Tapi aku akan melakukannya. Abang, kau tidak boleh meminta ganti rugi karna kesepakatan kita tidak sesuai dengan yang awal, oke. Tidak ada bukti untuk menuntut!”

Jean tertawa. Anak ini masih saja takut seseorang akan mengambil uangnya. Dia menjadi pecinta harta yang baik.

“Baiklah. Yang sudah di tanganmu berarti adalah milikmu.”

“Itu bagus!” Dengan ceria Zino tertawa.

Saat sampai dirumah, Zino langsung kewalahan menangani Mio yang sangat amat melekat padanya. Bahkan saat Zino hanya ingin mengambil air minum didapur pun Mio tetap memeluk kakinya. Itu berakhir dengan Zino yang berjalan dengan menyeret kakinya karna Mio menempel seperti koala.

Saat Zinan menjemput pada akhir minggu, Mio dengan keras kepala merengek hingga Zinan terpaksa membawanya.

Jalan-jalan yang tadinya dimaksudkan untuk dua orang memiliki tambahan satu anak kecil. Lagi.

Mio tak akan tahu bagaimana dendamnya Zinan padanya karna terus mengacaukan rencananya berduaan dengan Vivian.

Kali ini Zinan sama sekali tak mendengarkan Mio yang mengatakan ingin ke sana atau ke sini. Dia dengan tenang membawa mereka ke tujuan pertamanya.

Zinan menghentikan mobilnya saat mereka sampai di dermaga.  

Membuka pintu mobil, Zino takjub menatap jajaran kapal bagus. Ini seperti yang digunakan di drama yang sering Mei tonton di ponselnya.

Bibi dan keponakan itu menempel dipagar dermaga dengan antusias. Mereka sangat bersemangat melihat hal baru. Terlebih angin laut sangat menyegarkan.

Zinan puas melihat reaksi Vivian. Lalu dia melirik ke yacht yang menjadi miliknya dengan puas, setidaknya benda mahal itu berguna setelah selama ini hanya memeras Zinan untuk membayar pajak dan parkirnya. Belum lagi perawatannya. Sungguh menyakiti hati Zinan yang begitu perhitungan.

“Kemarilah, kau tidak akan puas dengan hanya melihat kan?”

Zinan dengan lembut meraih tangan Zino, sementara Zino menggandeng Mio.

Dia membawa gadisnya itu menyusuri dermaga hingga sampai ke yacht miliknya. Seorang suruhannya dengan sigap membantu Mio naik ke kapal. Sedangkan Zinan dengan senang hati membantu gadisnya.

Selagi Zinan membawa dua tamunya melihat-lihat bagian dalam kapal, orang suruhannya sudah menjalankannya ke tengah laut.

Zino ternganga takjub memikirkan ada kapal yang bagian dalamnya seperti rumah. Atau hotel. Ada dapur, kamar, tempat santai dengan sofa nyaman dan karpet tebal. Bahkan kamar mandinya pun sangat bagus.

Zinan tertawa melihat wajah konyol gadisnya. Dia tak tahan untuk mengacak-ngacak rambutnya gemas.

“Kita ke atas, oke.” Zinan memimpin menaiki tangga.

“Hei, ini milikmu? Benar-benar milikmu?”

Lagi-lagi Zinan tertawa geli mendengar betapa antusiasnya Zino.

“Tentu saja. Kau menyukainya?”

“Ya! Bagaimana denganmu Mio?” Zino tak melupakan gadis kecil disampingnya.

“Aku juga menyukainya.” Sahut Mio dengan senyum manis.

Zinan mencibir. Anak kecil ini sungguh pintar menjilat. Dia selalu mengatakan menyukai apa yang disukai Vivian. Berpikir konyol jika dia cemburu pada anak kecil, Zinan mengabaikannya.

“Kalau begitu ini akan jadi milikmu.”

“Benarkah?” Antusias Zino.

Namun sekejap kemudian dia berubah menjadi lesu. Meski Zinan bilang akan menjadi miliknya, tapi saat ini dia adalah Vivian. Jadi itu sama sekali bukan miliknya. Zino cemberut, iri setengah mati pada keberuntungan Vivian.

Zinan tak mengerti kenapa raut wajah riang Vivian berubah lesu dalam sekejap. Jadi dia hanya bisa menunjukkan kursi santai yang melengkung di bagian atas kapal. Di sini mereka bisa bersantai sembari menikmati angin dan pemandangan laut.

“Ini…. sangat bagus.” Puji Zino.

Dia yang berdiri bersandar pada terali pembatas memandang laut dikejauhan dengan Mio didepannya tak menyadari Zinan yang melingkarkan tangannya di pinggangnya.

Pemandangan itu menampakkan siluet keluarga yang bahagia.

*****


<< PP 32

PP 34 >>

Recommended Articles

0 Comments

  1. apakah apakah zinan akan sadar perasaannya pada zino

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!