Author : Keyikarus

[Chapter 23]

 

Butuh tiga puluh menit bagi Regalih untuk sadar setelah Juena membawanya kembali. Dia berusaha duduk sambil memegangi kepalanya yang berdenyut, mencoba mengingat-ingat apa yang membuatnya tak sadarkan diri.

Arlene yang aneh…. dia mencari dukun bersama Yanzi… lalu…

Regalih tersentak, dia dengan nyalang mengedarkan pandangannya, waspada jika saja pocong atau hantu lainnya berada disekitarnya.

Kepanikannya baru mereda setelah melihat sosok Yanzi yang tak jauh darinya. Pria itu dengan kalem menyimpan laptopnya dan menatapnya, seolah hanya dia disini yang ketakutan.

“Yanzi… dengar… aku melihat….” Belum selesai Regalih bicara, sosok putih yang seperti lemper ketan tanpa bungkusan daun pisang melompat santai disisinya.

Tubuh Regalih membeku, hanya matanya saja yang dengan hati-hati melirik sosok pocong itu. Yang dilirik melompat dengan acuh tak acuh, kecepatan setengah menit untuk satu lompatan.

Sedangkan untuk setidaknya memiliki jarak aman dengan Regalih tentu saja minimal butuh empat lompatan, dua mendekat dan dua menjauh.

Regalih merasa dirinya menderita asma seketika saat menunggu dua menit penuh detik-detik lewatnya si pocong. Aroma samar kenanga bercampur air hujan basah merasuki penciuman Regalih saat pocong itu berada di jarak paling dekat dengannya.

Regalih merasa darahnya mampet seketika, membuat wajahnya pucat pasi. Bahkan tangannya bergetar hebat. Dengan kaku dia berusaha memalingkan wajahnya, namun entah bagaimana ekor matanya selalu mengikuti lompatan pocong itu.

Setelah si pocong jauh darinya, dengan suara berbisik gemetar dia berbicara pada Yanzi, “Bagaimana bisa pocong itu sampai disini?”

Yanzi menatap Regalih datar sebelum menjawab, “Aku tidak melihat apa yang kau sebut pocong. Sekarang aku hanya ingin bertanya, jadi kau akan menyetujui permintaan Juena atau tidak?”

Sekali lagi otak Regalih terasa macet saat melihat sosok botak dengan celana dalam putih bergambar tokoh kartun yang memiliki kantong ajaib.  Dia tidak tahu harus menjerit ngeri atau menangis kasihan melihat sosok yang seharusnya tidak boleh berkeliaran hanya dengan celana dalam itu melenggang santai mengikuti lompatan si pocong.

“Apa itu tuyul besar?” Regalih yang gagap mengeluarkan kalimat konyol.

Yanzi yang berada didepannya hanya menatap datar tuan muda yang sepertinya akan kehabisan darah karna terlalu pucat itu.

“Apa sebenarnya yang mau kau katakan?” Desak Yanzi tak sabar.

“Pocong! Tuyul! Mereka baru saja lewat disampingku!” Jerit Regalih frustasi.

Dia semakin frustasi melihat wajah Yanzi yang seperti tidak memiliki perubahan. Jika ekspresinya selalu seperti ini, wajar saja tidak ada hantu yang bisa menakutinya.

“Berhentilah mengeluh. Aku tidak melihat hal-hal yang kau sebutkan.”

“Eh?” Regalih dengan shock menatap Yanzi. Dia tak ingin percaya ucapan Yanzi begitu saja. Kenapa Yanzi tidak melihat? Kenapa hanya dia yang melihat? Apa itu artinya dia yang diteror dan sebentar lagi akan dibunuh seperti yang biasa terjadi di film?

Dengan kaku Regalih menatap dua pengawal Yanzi dan bertanya, “Kalian melihatnya juga kan?”

Mendengar pertanyaan yang ditujukan pada mereka, Devon dengan tegas menjawab, “Maaf, kami tidak melihat seperti yang kau bicarakan.”

Jantung Regalih seperti akan berhenti berdetak kapan saja. Jawaban dua pengawal itu membuatnya semakin panik. “Hanya aku yang bisa melihat? Apa aku sebentar lagi akan dibunuh? Yanzi, kau harus membawaku pulang! Aku tuan muda Wijaya tidak bisa mati tanpa jasad!”

Yanzi menatap tuan muda yang biasanya terlihat angkuh dan elegan histeris memegang pakaiannya. Ketakutannya bukan bohongan. Tapi ucapan Yanzi yang mengatakan dia tidak melihat apapun juga bukan bohongan. Hanya saja dia tahu jika apa yang diucapkan Regalih adalah benar.

“Duduklah dengan tenang. Kau tidak bisa bermimpi mengatasi ketakutan Arlene saat kau sendiri tidak bisa mengatasi ketakutanmu.” Ucap Yanzi.

Dia menekan agar Regalih duduk dengan benar dan mendengarkan ucapannya.

“Tapi… tapi…” Gumam Regalih masih penuh ketakutan.

“Kau bisa menerima permintaan Juena dan aku akan membawamu keluar dari sini dengan aman. Arlene juga akan segera kembali seperti sebelumnya.”

Yanzi tidak sepenuhnya berbohong, dia memang akan membawa Regalih keluar dari sini saat tuan muda itu menerima persyaratan Juena. Hanya saja tiga bulan mendatang. Yanzi dengan licik bermaksud memanfaatkan tuan muda ini untuk menyenangkan Juena.

Bukankah obsesinya mulai memposisikan dirinya dengan nyata dan pasti?

Tapi, meski sedang kalut, Regalih tidak lupa apa artinya jika dia menerima persyaratan Juena.

“Apa? Bagaimana bisa kau mengatakan itu? Kau akan membiarkanku tinggal ditempat aneh seperti ini? Tiga pengawalku hilang entah kemana! Jadi kenapa aku juga harus mempertaruhkan diriku tinggal ditempat berbahaya ini!” Raung Regalih tak terima.

Ketenangannya sudah habis sejak dia kehilangan para pengawalnya. Dan sekarang otaknya yang setengah normal hanya mampu berpikir jika Yanzi sebenarnya berniat menumbalkannya sejak awal. Benar hanya itu alasan yang bisa dia temukan melihat Yanzi yang bersikeras membuatnya menerima persyaratan Juena.

“Apakah kau sejak awal bermaksud menumbalkanku? Benar. Kau orang yang seperti itu! Betapa bajingannya!” Tuduh Regalih tak terima.

Wajah Yanzi berubah gelap. Tuan muda satu ini, jelas Yanzi berniat membawanya pulang setelah dia tinggal tiga bulan. Adiknya juga akan lepas dari hal-hal yang menakutinya. Jadi kenapa menuduhnya menjadikannya tumbal tanpa alasan?

Karna sudah seperti itu, Yanzi harap dia benar-benar bisa menumbalkan tuan muda ini.

Dengan acuh tak acuh Yanzi berkata pada Regalih, meski begitu setiap orang masih mampu merasakan ancaman nyata dari ucapannya, “Tinggal disini selamanya atau tinggal disini hanya untuk tiga bulan dengan premis adikmu akan kembali seperti semula?”

Regalih terpaku. Seharusnya dia tahu Yanzi adalah orang yang seperti ini. Dia sering mendengar betapa arogannya pria ini, dia sering mendengar bagaimana dingin dan pemaksanya pria ini. Semula dia hanya berpikir Yanzi adalah tuan muda yang sama sepertinya, namun sekarang dia tahu jika Yanzi selalu bisa menggunakan berbagai hal untuk mencapai keuntungan dari pihak lain.

Hanya saja dia tidak tahu keuntungan apa yang didapat Yanzi dari memaksanya tinggal selama tiga bulan. Jelas pria itu tidak akan lepas dengan mudah dari pertanyaan orang tuanya. Tekanan orang tuanya bukan hal yang bisa disepelekan untuk pemilik perusahaan baru seperti Yanzi.

“Kenapa tidak menjawab? Kau tahu aku bukan orang yang sabar. Ah, untuk membuatmu tenang, Alan Juga tinggal disini.”

Regalih mengangkat kepalanya mendengar ucapan Yanzi. Tentu saja dia mengenal Alan, itu adalah cucu kesayangan Louis yang terkenal sebagai anak tidak berbakti kepada keluarga.

Meski memiliki julukan buruk, pada kenyataannya dia masih cucu kesayangan Kakek tua raja dunia bisnis. Siapa yang berani meremehkannya?

Dan orang seperti itu mau tinggal di sini?

Sebenarnya, Regalih tidak harus membandingkan dirinya dengan Alan yang seperti bunglon. Pria itu bisa menerima bahkan hingga Perbuatan tak bermoral hantu dengan wajah ceria. Sungguh mereka tak bisa dibandingkan.

Lagipula Alan bukannya secara sukarela tinggal disini.

Namun keseimbangan psikologi Regalih seperti kembali saat mendengar Alan juga tinggal disini. Jadi dia dengan hati-hati bertanya, “Sebenarnya untuk apa menahan seseorang tinggal disini selama tiga bulan?”

Mulut Yanzi samar-samar berubah datar. Tapi dia mempertahankan ekspresinya seperti biasa hingga tidak menimbulkan kecurigaan Regalih. Dia jelas tidak boleh menakuti tuan muda ini dengan menceritakan apa yang dialami Alan kan?

Siapa yang tahu jika mungkin Regalih hanya diminta duduk manis seperti putri yang menemani salah satu hantu Juena.

Jika Rory tahu kenyataan dan pemikiran Yanzi, pria itu pasti akan meluruskan mulutnya dan mengatakan betapa senangnya membohongi diri.

“Karna kau sudah bersedia melakukannya, maka besok kita bisa mengatakannya pada Juena.” Yanzi memilih mengungkapkan kesimpulan yang didapatnya tanpa mau menjawab pertanyaan Regalih.

Regalih sendiri menunduk tak berdaya. Dalam hatinya dendam kesumat mulai membara. Dia ingin meninju Yanzi. Namun sebelumnya dia harus keluar dari sini dulu. Hanya saja, setelah apa yang terjadi, dia tahu jelas bahwa dia tidak bisa keluar dengan cepat.

Para pengawalnya lenyap entah kemana dan orang yang seharusnya membawanya kembali dengan selamat justru bertindak brengsek. Dia merasa tidak punya pilihan selain menuruti pemaksaan Yanzi. Satu-satunya penghiburan yang dimilikinya adalah, Alan ada disini juga.

Yanzi membiarkan Regalih masuk tenda bersamanya. Dia melanjutkan pekerjaannya sementara Regalih meringkuk disudut menyesali nasibnya.

Saat pagi menjelang, Yanzi bersama Rory pergi ke sungai yang pernah didatangi Juena untuk membersihkan diri. Setelah selesai, dia kembali dan membangunkan Regalih. Menyuruhnya pergi ke sungai bersama Devon.

Yanzi duduk tenang di kursi lipat sementara Rory membongkar tenda. Dia melirik pondok Juena yang masih sunyi. Karna tidak menemukan sepeda yang dibawa Moka, Yanzi pikir bocah aneh itu sudah pergi.

Dia berniat pulang hari ini dan tidak kemalaman dijalan. Jadi saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi, Yanzi menaiki tangga pondok Juena. Meninggalkan tiga orang yang sedang sarapan biskuit.

Baik Devon maupun Rory tidak lagi mau berpikir membuat api untuk merebus air demi secangkir kopi. Mereka trauma karna bertemu api yang seukuran manusia dan bisa bicara. Beruntung kali ini tidak ada apapun yang muncul secara tiba-tiba didepan mereka.

*******


<< Juena 22

Juena 24 >>

Recommended Articles

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!