Author : Keyikarus
[Chapter 36]
Zino menggerutu saat masuk ke dalam rumah. Dia mengutuk dirinya yang sempat berpikir Zinan menjadi baik hati. Pria itu sebenarnya hanyalah orang sesat.
Bagaimana bisa dia meminta ganti rugi saat Zino meraba bokongnya sedangkan begitu mudah melupakan fakta jika dia sudah melecehkan Zino saat di laut. Seharusnya Zino menuntutnya lebih besar karna dia adalah seorang gadis!
Tunggu, lupakan kalimat terakhir. Zino hampir melupakan gendernya. Ini berbahaya.
Saat Zino keluar dari kamar mandi, Mio sudah duduk manis di ranjangnya.
Zino terbiasa keluar dari kamar mandi dengan pakaian lengkap karna khawatir kebohongannya akan terungkap oleh pelayan maupun Mio.
Masalahnya sekarang dia hanya mengenakan sweater longgar dan menyumpal dadanya dengan kaos kaki. Sangat tidak nyaman.
Sebenarnya dia tidak ingin memakai bra karna hanya ada Mio, tapi jika Jean tahu, dia akan kena marah. Zino sedang malas bertengkar dengan Jean.
Dia duduk diranjang dan meraih ponselnya. Setelah membuka kunci layar, dia mencari kontak Alice yang didapatkannya dari Jean. Tentu saja dia tidak mengatakan jika dada palsunya hilang sebelah, atau Jean akan mengomel hingga telinga Zino jatuh.
Saat Zino menempelkan ponselnya ditelinga, dia harus mengerang mendengar nada operator. Pulsanya tidak cukup. Betapa miskinnya.
Namun jaman now semuanya serba mudah. Saat pulsanya tidak cukup untuk menghubungi seseorang, maka hanya perlu tekan satu, dan tinggal menunggu telepon balik.
Zino sangat menyukai fitur ini.
Tak lama kemudian, panggilan dari Alice masuk. Suara mendayu itu langsung menyerbunya bahkan saat ponselnya baru menempel ditelinga.
“Bagaimana kau masih begitu miskin padahal sudah lama tinggal bersama Jean~~~ kau kemanakan semua uangmu sampai tidak kuat membeli pulsa~~”
Zino mencibir mendengar ejekan Alice.
“Satu dada palsuku hilang.”
Kalimat itu membuat Alice membeku. Lalu dengan marah dia menyemburkan banyak kata ke telinga Zino.
“Kau~~ kenapa tidak bisa merawat barang-barangmu dengan baik~~ jika penismu tidak menempel, mungkin itu juga akan hilang~~ “
Zino merasa iritasi mendengar omelan Alice yang bernada lambat. Bahkan teriakan Jean saat marah masih lebih normal untuk didengar.
“Tolong jangan bawa-bawa Zino junior dengan tidak sopan. Kau mau memberiku sebelah dada palsu lagi atau tidak?!” Gerutu Zino tanpa menyadari Mio yang menyeret Mimi beringsut menempel padanya.
“Aku harap penismu benar-benar hilang dan tak berguna~~ huh. Baiklah, aku akan ke sana besok pagi~~”
“Bagaimana bisa besok pagi? Jika Jean tahu pasti akan mencekikku. Apalagi kalau tunangan sesatku itu datang tiba-tiba.”
“Kunci pintu dan tidur, apa susahnya. Zino, Zinan itu tunangan Vivian oke. Jangan terlalu terbawa peranmu. Itu tidak bagus.” Alice berpesan sebelum memutuskan sambungan.
Zino terdiam. Beberapa saat kemudian dia cemberut dan mencibir. Memangnya siapa yang terbawa peran?
“Bibi, aku juga mau sebelah dada palsu.”
Celetukan Mio yang menatap serius wajahnya menarik Zino kembali ke dunia nyata. Dengan panik dia menatap gadis yang entah mengerti atau tidak dengan permintaannya. Dia menyesal, seharusnya dia memperhatikan jika ada Mio disekitarnya.
“Tidak boleh. Minta yang lain saja.”
“Kenapa aku tidak boleh dan bibi boleh.” Protes Mio.
Sebagai pengikut fanatik Zino, tentu dia ingin memiliki apa yang dimiliki Zino.
“Pokoknya tidak boleh.”
Mio menatap Zino kecewa. Bibir mungilnya mencebik tidak senang.
Melihat gadis kecil itu siap menangis, Zino semakin panik. Jika Jean mendengar putrinya menangis pasti akan menyalahkan Zino. Dan jika Mio mengatakan apa yang diinginkannya pada Jean tentu Zino akan dicekik. Sungguh, kenapa nasib Zino selalu menjadi objek yang berujung dicekik.
“Jangan merengek, oke. Besok saat papamu kerja, bibi akan membawamu bersepeda ke taman. Bagaimana?”
Mio masih diam menatap Zino. Sepertinya tawaran itu kurang menarik.
“Baiklah, aku juga akan memberikanmu es krim.”
Mio mengangguk ceria.
“Karna kita sudah sepakat maka sekarang waktunya tidur.”
Zino menyelipkan tubuhnya ke dalam selimut dan mengundang Mio masuk ke selimut juga.
Keesokan paginya, Zino dan Mio sudah siap untuk jogging. Dia tidak jadi bersepeda karna tidak menemukan sepeda dimanapun dirumah ini. Dia juga tidak sesabar itu untuk menunggu jika harus memesan. Mereka pergi setelah Jean pergi bekerja.
Saat melewati pos sekuriti, Zino harus dengan sepenuh hati mengusir para bodyguard agar tidak mengikutinya. Namun karna tugas mereka memastikannya dan Mio baik-baik saja, jadi Zino tidak keberatan diikuti. Hanya saja Jangan terlihat olehnya.
Menurut Zino diikuti bodyguard dengan mencolok itu sedikit canggung. Dia dan Mio hanya akan berjalan-jalan atau berlari kecil jika mau. Taman yang pernah mereka kunjungi hanya dua kilo meter jaraknya, tidak terlalu jauh. Toh mereka bukannya anak presiden.
Zino lupa jika Mio masih balita yang mungkin sedikit sulit berjalan dengan jarak itu. Terlebih gadis kecil itu adalah cucu satu-satunya Presdir perusahaan besar milik Zigan. Itu cukup alasan untuk membuatnya di kawal bodyguard.
Mereka berdua berjalan santai. Terkadang berhenti untuk membeli camilan di penjual-penjual kaki lima atau pedagang yang menggunakan gerobak keliling. Karna perjalanan yang sangat santai dan lambat itu, Mio juga tidak terlalu lelah saat tiba di taman.
Sekarang mereka duduk di kursi taman menikmati camilan. Selagi Mio masih sibuk dengan gulalinya, Zino menoleh dan menatap sekitar.
Entah bagaimana dia merasa mereka diawasi sejak membeli rujak. Tadinya dia berpikir itu karna mereka diikuti oleh bodyguard. Namun, jika seperti itu bukankah seharusnya perasaan gelisah ini dimulai dari rumah?
“Bibi, rujaknya pedas?”
Mendengar pertanyaan Mio, Zino berusaha mengabaikan perasaan tak enaknya.
Dia menggeleng dan menjawab, “Tidak. Ini manis.”
Zino mengulurkan tusukan pada Mio agar gadis cilik itu bisa mencicipi rujak yang dipegangnya. Rujak yang dijual pedagang seperti ini biasanya memang manis. Karna bumbunya hanya entah apa yang seperti gula kental lalu ditambah kacang tumbuk. Terkadang memang ditawari sambal. Tapi untuk Zino yang seperti itu tidak pas.
Lain kali dia akan membeli rujak bebek (baca e seperti ‘lemah’ bukan ‘lebar’) yang baginya pas pedasnya, gurihnya, manisnya dan enaknya.
“Iya ini manis.” Mio mengangguk-angguk. Sepertinya dia menyukai rujak ini.
“Memangnya belum pernah makan?”
Mio menggeleng dan berkata, “Mama bilang makanan pinggir jalan tidak bagus. Tapi, tapi ini bagus kan ya bibi. Manis dan enak.”
Haha. Zino ingin tertawa. Baiklah, Mio sejak kecil dibesarkan orang kaya yang menghindari makanan pinggiran. Itu bukan hal aneh jika Mio tidak tahu banyak hal yang dia tahu. Sebenarnya mungkin Mio justru tahu banyak hal yang dia tidak tahu. Seperti menulis pesan dari ponsel pintarnya, misalnya.
Saat mereka beranjak berniat berputar-putar mencari penjual es krim keliling, dua orang pria berpakaian gelap menghadang. Tanpa basa-basi salah satunya mengambil Mio sedangkan yang lainnya menyeret Zino.
“Bibi!!!”Jerit Mio ketakutan saat ditenteng oleh orang asing.
Zino yang cepat tersadar dari terkejutnya segera mensejajari lalu menjegal kaki pria yang menyeretnya. Saat pria itu jatuh dia dengan tanpa ampun menjadikan punggungnya pijakan untuk melompat dan meraih Mio.
Karna tidak menyangka target mereka akan menyerang, orang yang memegang Mio lengah hingga gadis kecil itu berhasil diambil Zino.
“Bibi!!” Mio kembali menjerit takut saat pria yang tadi diinjak Zino bangun dan menyerang.
Tugas mereka berdua menangkap dua orang ini dan hanya Mio yang dipesan agar tidak terluka. Jadi tidak ada alasan menahan diri dan memperlambat pekerjaan.
Tempat mereka sekarang adalah taman yang memang cukup sepi karna jam kerja, namun bukan tidak mungkin akan ada orang. Memikirkan itu, dua pria itu hanya bertujuan membuat Zino pingsan dan mempercepat pekerjaan mereka.
Sayangnya target mereka adalah palsu. Ini jelas lebih merepotkan dari yang asli.
Zino mengelak saat mengetahui pria itu mengincar tengkuknya. Mio terseret karna gerakan itu, namun Zino tidak sempat memikirkannya karna dua pria itu semakin bernafsu menyerangnya.
Zino ingin memiliki celah untuk kabur. Jika dia sendiri itu bukan hal sulit, masalahnya dia juga membawa Mio. Menggendongnya adalah beban bagi pergerakannya, tapi menyeretnya juga beban dan pasti akan membuat Mio terluka.
Zino dengan was-was berusaha memposisikan Mio dibelakangnya setiap dia mundur dan mengelak.
Pada serangan selanjutnya, wajahnya terkena pukulan salah satu pria yang menargetkan tengkuknya lagi. Untung saja bukan tinjuan, atau rasanya akan bisa membuat Zino pingsan mengingat rasa sakit diwajahnya saat ini.
“Bibi!!” Mio menangis histeris hingga tersedak. Tubuhnya tersentak ke sana kemari dibuat Zino. Namun gadis kecil itu hanya mengkhawatirkan bibinya yang terkena pukulan.
Karna kegesitan Zino, dua pria itu menjadi tidak sabar. Salah satunya melayangkan tendangan sembarangan yang tanpa sengaja mengarah pada Mio.
Zino dengan khawatir berbalik dan melindungi Mio hingga tendangan itu bersarang di lengan atasnya. Dia yang memeluk Mio terdorong beberapa langkah dan terjatuh.
“Kenapa kalian begitu lama.” Dua orang lagi datang.
Zino meringis memeluk Mio yang gemetaran. Dua orang saja sudah membuat nyawanya hampir melayang, kenapa sekarang datang dua lagi? Siapa sebenarnya mereka?
Zino dengan sedih mengeluh dalam hati.
[…] Chapter 36 […]
Jadi pengen rujak bebek… Kayaknya segernih malem malem…
Kokk gregett yaaa. Penasaran bngttt ituu kasian zinonya kena tendangg.
Mana tunangganny kok gak nolongin.
Ditunggu kelanjutannya
Kapan dilanjuttt gak sabar baca kelanjutannya
[…] << Peran Pengganti 36 […]