[Chapter 38]
Author : Keyikarus
Zino nyaris tertidur saat mendengar suara yang dikenalnya.
“Mana Vivian?”
Mei menatap Zinan penuh curiga. Dia khawatir pria ini termasuk yang Zino bilang ingin menculik Vivian. Namun dia merasa pernah melihat pria ini seperti dia merasa pernah melihat Mio.
Sebelum adu tatap antara Zinan dan Mei mengeluarkan listrik, Zino menjulurkan lehernya.
Disana dia melihat Zinan dengan dua orang berpakaian hitam dibelakangnya. Penampilannya yang mencolok menarik banyak perhatian orang.
Untunglah orang-orang hanya melirik saja dan tetap melakukan kepentingan mereka. Hanya menimbulkan sedikit kerugian karna yang berniat belanja ditempat Mei mengurungkan niatnya.
“Zinan, kenapa kau sampai ke sini?”
Alih-alih menjawab pertanyaan Zino, Zinan segera melompati meja dagang Mei dan memegang Zino. Memeriksanya dari atas ke bawah.
Zino meringis saat Zinan memegang sudut bibirnya yang membiru.
Melihat itu, wajah Zinan kian mengeras. Dia tak sabar menginjak siapapun yang bertanggung jawab pada luka gadisnya.
“Kita ke rumah sakit.” Ucap Zinan. Nadanya sangat memaksa. Sama sekali tidak memberi ruang bagi Zino untuk membantah.
“Tapi…”
Mengabaikan Zino yang ingin membantah, Zinan memerintahkan bodyguardnya membawa Mio sedangkan dia langsung membopong Zino.
Pemuda yang dibopong bak putri itu hampir menjerit saat menyadari apa yang dilakukan Zinan padanya.
“Kau turunkan aku! Kau… kau…” Zino tidak tahu harus mengeluarkan sumpah serapah jenis apa. Dia yang seorang pria sangat dilecehkan oleh posisi ini.
Terlebih didepan Mei. Reputasinya rusak dalam sekejap. Mungkin dia lupa jika reputasinya sudah rusak sejak dia mengungkapkan pekerjaan anehnya.
“Diam. Atau kau akan menarik perhatian lebih banyak orang.” Tandas Zinan.
Dia sedang tidak mau mentoleransi kekeraskepalaan gadisnya. Kondisi Vivian lebih penting. Dia tak akan tenang sebelum memeriksakan Vivian ke dokter.
Zino yang paham bagaimana pemaksanya seorang Zinan memilih melesakkan wajahnya ke leher pria itu. Dia sangat malu sampai ingin mati. Bagaimana dia bisa menemui Mei lagi?
Tepat saat Zinan akan melangkah pergi, Mei bersidekap dan berkata, “Kau tidak mau berterima kasih? Aku sudah memberi tempat bersembunyi pada gadismu.”
Mendengar ucapan Mei, Zinan menatap gadis itu lekat-lekat. Setelah beberapa saat akhirnya dia mengenali gadis ini sebagai gadis yang ditaman.
Zinan hanya mengabaikannya dan membawa Zino pergi. Dia pikir sebelumnya hubungan mereka tidak baik, namun melihat Vivian justru mencarinya saat susah, Zinan meralat pemikirannya lagi. Lagi pula bawahannya sudah mengkonfirmasi jika Vivian tidak ada hubungan dengan pria yang bersama gadis ini saat itu.
Tapi Zinan tidak akan memikirkan itu sekarang.
“Aku tidak separah itu sampai harus ke dokter. Ini hanya sedikit memar.”
Zino akhirnya bisa melepaskan dirinya dari Zinan setelah didalam mobil. Dia melirik Mio yang masih tertidur di gendongan salah satu bodyguard Zinan.
“Kita tidak akan tahu jika tidak memeriksanya.” Ucap Zinan memaksa.
“Tapi aku tidak mau ke rumah sakit.” Zino cemberut. Namun sedetik kemudian dia meringis merasakan perih disudut bibirnya.
Perasaan Zinan tercampur aduk melihat ekspresi kesakitan gadisnya. Dia dengan lembut mengusap lukanya.
“Baiklah, kita ke apartemen ku tapi biarkan dokter memeriksamu, oke?”
Zinan berniat berkompromi. Namun rupanya Zino sama sekali tidak puas dengan penawaran itu. Otak kecilnya khawatir jika dokter akan mengetahui bahwa dia pria. Itu sangat tidak bagus.
“Aku bilang aku tidak butuh dokter. Jangan memaksaku atau aku akan melompat dari mobil.”
Ancaman Zino membuat wajah Zinan menjadi seram. Bayangan Vivian terluka lebih dari ini benar-benar membuat perutnya mulas.
Dengan marah dia mencengkeram lengan Zino, “Jangan pernah memikirkan hal seperti itu, atau aku akan merantaimu dan mengurungmu.”
Zino meringis merasakan sakit di lengannya. Tapi dengan keras kepala dia menatap mata Zinan.
“Tapi aku tidak mau diperiksa dokter.” Rengeknya.
Zinan mendesah. Mata memelas gadis ini sungguh berbahaya. Dia mungkin akan memberikan apapun yang diminta Vivian jika memandang mata berkaca-kaca penuh permohonannya.
Dengan perasaan kalah, Zinan menarik Zino ke pelukannya. Dia mendesah sebelum mengusap sayang rambut gadisnya.
“Baiklah. Tapi tolong jangan pernah berpikir untuk membahayakan dirimu sendiri.”
Zino tanpa sadar mengangguk. Padahal dia sedang dipeluk pria, tapi entah sejak kapan dia tidak begitu keberatan dengan hal ini. Zino memejamkan matanya karna tak ingin memikirkan benar atau salah.
Tanpa sadar dia jatuh tertidur.
Zinan bergerak dengan hati-hati merasakan nafas teratur Zino. Dia memandangi wajah cantik yang tertidur lelap dipelukannya. Ini sungguh memuaskan. Tempat yang aman bagi gadis ini memang hanyalah pelukannya.
Sesampainya di apartemen, Zinan membiarkan Mio ditidurkan dikamar tamu selagi dia membaringkan Zino dikamarnya.
Pria itu mengambil handuk basah dan sedikit membersihkan wajah Zino. Mengompres lukanya lalu menarik selimut untuknya.
Zinan menatap sosok yang tertidur lelap itu dengan rakus. Seolah memiliki perasaan jika dia harus mengukir wajah gadis ini dengan baik di hati dan pikirannya. Dia merasa seperti anak nakal yang semakin diberi maka akan meminta lebih banyak.
Jemarinya menelusuri wajah Zino sebelum dia menunduk, mengecup lembut bibirnya. Sekali. Zinan menatap benda lembut yang baru saja dikecupnya penuh obsesi. Maka dia mengulanginya sekali lagi. Lagi. Dan lagi. Hingga Zino menggeliat tak nyaman barulah Zinan berhenti.
Dia terkekeh geli menyadari sifat rakusnya akan gadis itu.
“Tidur yang nyenyak baby-ku.” Zinan mengecup dahi Zino lalu keluar kamar.
*****
Jean dengan angkuh berjalan menuju gudang yang berada dipinggiran kota. Ini baru disewa seseorang kemarin. Dan sekarang Jean tahu akan digunakan sebagai apa.
Dia membuka pintu gudang dan melihat seorang wanita yang dikenalnya duduk nyaman di satu-satunya kursi di ruangan itu. Wanita itu terlihat bosan karna terlalu lama menunggu.
“Menunggu seseorang?” Tanya Jean dengan nada paling dingin yang pernah digunakannya.
Kamilla terlonjak kaget mendengar ucapan Jean. Dia bahkan semakin kaget melihat Jean bisa berada disini.
“Kau. Bagaimana bisa kau…”
Jean menyeringai melangkah mendekati Kamilla yang sudah mundur dengan wajah panik.
“Seharusnya kau tahu jika aku tak pernah lalai pada keselamatan putriku. Bagaimana bisa kau dengan ceroboh ingin menculiknya?”
Kamilla terkejut mendengar ucapan Jean. Dia tahu, sangat tahu Jean tak akan melepaskan pengawasan dari Mio. Karna itu dia tidak membiarkan orang sewaannya melukai Mio, bagaimanapun juga dia adalah putrinya.
Bukan karna Vivian tidak punya bodyguard, namun dia telah mengamati jika akhir-akhir ini Vivian sering keluar rumah tanpa bodyguard. Seolah Jean tak lagi mementingkan keselamatannya.
Dia pikir ini adalah kesempatan bagus. Dia begitu membenci Vivian akhir-akhir ini dan ingin memberikan gadis itu pelajaran berharga.
Juga sekaligus ingin mengambil Mio dan membujuknya agar tinggal bersamanya lagi. Kehidupannya yang glamour kacau balau sejak Mio memilih bersama Vivian dan Jean memutuskan semua fasilitasnya.
Lalu sekarang dia sepertinya harus mulai membayar usahanya yang dianggap salah itu.
“Dia putriku. Aku berhak atas dirinya. Siapa anak pungut itu berani mengklaim Mio.” Ucap Kamilla keras kepala.
Jean mendesis sinis, “Jadi maksudmu kau sungguh mengincar Vivian? Betapa berani!”
“Tuduhan itu tidak beralasan. Aku hanya ingin mengambil putriku kembali.” Sangkal Kamilla lebih keras kepala.
“Ah. Terserah kau saja bagaimana ingin menyangkal. Tapi bukti dan saksi sudah ku miliki.”
Jean mendekati Kamilla yang mulai bergetar dengan wajah lebih menakutkan. Tanpa peringatan dia menampar wajah Kamilla hingga wanita itu jatuh terduduk. Bahkan sudut bibirnya mengeluarkan darah saking kerasnya.
“Kau ibu Mio, aku tak akan begitu keras. Bersyukurlah aku yang mencarimu, jika itu orang lain, kau tidak akan hanya mendapat satu tamparan. Berhentilah selagi kau bisa. Atau semuanya tidak akan lagi hanya berakhir dengan satu tamparan.”
Jean memperingatkan lalu pergi meninggalkan wanita yang mulai menangis itu.
Kamilla memegang pipinya yang terasa membengkak. Selalu seperti ini. Selalu dia yang salah hingga membuatnya sangat bosan.
Kamilla tertawa miris.
*****
[…] Chapter 38 […]
Kak,, ayo update lagi dong aku penasaran kelanjutan ceritanya.