Chapter 4. MEREKA HOMO?!!!! (2)
“Simpen aja pertanyaannya karena jawabannya pasti iya. Reanda suka sama gue”
“Pede amat lo, gila !”
Norwen hanya tertawa dan Keanu memukul kepala sahabatnya itu. Sepertinya Keanu dan Norwen melupakan apabila mereka harus segera pulang. Begitu ada seorang pedagang bakso keliling datang masuk kedalam komplek perumahan biasa itu, mereka segera memberhentikan sang pedagang.
“Lo ada duit berapa, Nu?” Norwen bertanya, mereka sudah bersiap memesan didepan bapak pedagang bakso.
“Lo gila! Berhentiin tukang dadakan tapi nggak ada duit!” Keanu memaki. Norwen tertawa. Bapak pedagang bakso menggeleng melihat tingkah dua orang anak baru memasuki masa dewasa itu.
“Jadi, mau beli nggak tong?” Bapak bakso bertanya ramah dengan senyum.
“Beli pak. Tapi saya cuma ada uang lima ribu” Keanu menjawab seadanya. Bapak bakso tertawa.
“Lo cuma ada duit lima ribu?” Norwen mengernyitkan dahi. Keanu kuat memukul kening sahabatnya itu.
“Masih mending gue ada duit, nah lo nggak ada yang bisa diharapin yang katanya mau nikahin secepatnya Reanda” Keanu mengoceh dengan memberikan uang lima ribu rupiah kepada bapak penjual bakso.
Mendengar ocehan Keanu meledaklah tawa Norwen. Si bapak bakso hanya merasa heran mengapa setiap anak yang beranjak dewasa pasti suka gila seperti ini.
Selagi bapak bakso membuat bakso pesanan mereka, kedua manusia tinggi itu telah mendudukan diri mereka pada pinggiran jalan komplek. Tanpa bangku. Tanpa alas. Bapak bakso sudah menawarkan bangku tetapi mereka menolak.
Angin segar terus menerus berhembus, langit sudah mulai memancarkan cahaya orange. Waktu telah berputar dan sesaat lagi matahari akan tenggelam. Komplek mereka tetap sepi. Meski bukan komplek perumahan orang atas mereka termasuk orang yang beruntung karena masyarakat di komplek tersebut rapi dan bersih. Menjadikan daerah komplek perumahan tersebut asri dan damai.
“Jualan disini mah sepi pak,” Keanu memulai obrolan kepada bapak penjual bakso. Bapak itu mengangguk,menoleh kepada mereka dan tersenyum ramah.
“Nggak apa tong, rezeki kan ada dimana-mana” bapak itu membalas lembut dengan memberikan dua mangkuk bakso kepada Keanu dan Norwen. Keduanya terkejut.
“Kok dua pak?”
“Udah nggak apa. Habis ini bapak pulang soalnya. Ada sisa lumayan banyak”
“Hoooo” keduanya menyahut, menerima bakso yang diberikan.
“Terimakasih banyak pak”
“Iya, sama-sama. Rumah kalian di komplek ini?”
“Iya”
“Bapak juga disini, kalian blok berapa?”
“Dua sama tiga”
“Bapak ada di blok lima”
“Heh? deket dong”
“Iya” bapak itu tertawa.
“Kadang bapak liat kalian, berangkat sekolah bertiga.”
“Woooo iyaa beneran pak ?!” Keanu sepertinya semangat sekali. Norwen sendiri sibuk memakan baksonya. Sepertinya Norwen memang lapar.
“Iya, kalo bapak habis pulang dari pasar kadang suka liat kalian berangkat sekolah”
“Hahahah iya paak! Kami emang anak rajin selalu berangkat pagi”
“ahah memang baiknya begitu. Oiya, yang satu temennya mana?”
“Di rumah, bahaya kalo dia keluar” kali ini Norwen yang membalas dengan terus melahap bakso gratisnya.
“Kenapa? kok bahaya?”
“Karena dia terlalu manis pak” lagi, Norwen membalas. Bapak bakso tak mengerti dan pada akhirnya memilih diam. Norwen tertawa kecil dalam hatinya. Sementara Keanu juga lebih memilih diam akan satu sahabatnya itu yang mulai menunjukkan kehomoannya.
__
Setelah mengobrol cukup banyak bersama bapak penjual bakso, bapak itupun pamit pulang. Sementara mereka tetap diam disana menikmati sepinya komplek. Menikmati segarnya angin sore dibawah langit jingga. Duduk tanpa beralaskan apapun. Sekarang celana abu mereka sudah dipenuhi debu. Mereka tidak peduli dan tetap menikmati senja.
Dalam keheningan dan sunyinya suasana, lirih terdengar suara Reanda yang sedang bernyanyi riang bersama seorang anak kecil yang sudah sangat mereka kenal.
Perlahan Keanu dan Norwen saling berpandangan, keduanya mengulum senyum penuh misteri. Masing-masing hati mereka menghitung mundur mulai dari sepuluh. Begitu hitungan mereka tiba diangka dua, keduanya tertawa bersamaan suara riang Reanda yang semakin nyaring terdengar.
“Es krim! Es krim! Beli es krim!” nyaring nyanyiannya Reanda bersama seorang bocah laki-laki berusia sekitar enam tahun dalam gandengannya. Keanu dan Norwen yang sudah menyadari akan kedatangan sahabat cengengnya itu masih saja tertawa. Menyadarkan Reanda apabila ada dua makhluk tinggi di pinggir jalan komplek diantara besarnya pepohonan beringin. Tepat disebelah kanannya. Duduk santai tanpa peduli banyaknya debu dibawah pantat mereka.
Bagaimana kening Reanda mengernyit begitu tebal, melihat makhluk tinggi itu masih berada di depan gerbang pintu bloknya. Dengan tawa menjijikan mereka. Dengan tatapan menggelikan mereka untuknya.
“Makhluk neraka, nggak berguna amat kalian disini!” Reanda memulai dengan makiannya. Keanu dan Norwen berhenti dari tawa, menatap Reanda penuh sayang.
“Kasihlaa gue duit barang sepuluh ribu buat makan, Re” Keanu berlagak seperti seorang pengemis. Diikuti Norwen. Mereka lupa jika itu bisa menimbulkan sang makhluk cengeng menangis dan benar saja, kedua mata Reanda sudah berkaca-kaca. Ah, mereka salah. Satu sahabat calon istrinya Norwen ini memang sangat tidak bisa diajak bercanda akan hal yang berbau sulitnya kehidupan.
lirih Keanu berbisik kepada Norwen,
“Lo harus kaya, kalo enggak mampus lo tiap hari liat si Reanda nangis”
“Pasti” Norwen membalas bisikan Keanu
“siiippp”
Kembali kepada Reanda yang sudah mau meledak tangisnya, namun akhirnya tertahan karena bocah cilik dalam gandengannya berusaha menghiburnya dengan bernyanyi akan indahnya hidup. Bocah cilik tampan adik dari seorang makhluk ternama IPS. Stovia Akka, adiknya ini bernama Stovia Kharluk. Sangat mirip dengan Akka. Tampan dan tentu saja cerdas.
Mereka bersyukur karena makhluk cilik itu sangat dekat dan menempel kepada Reanda.
“Abang, sudah ayo beli es krim” suara mungil itu sangat berpengaruh untuk Reanda. Anak itu cepat mengangguk, menggeleng pelan. Menghilangkan perasaan sedih atas dua sahabatnya itu yang masih saja duduk santai dengan memandangi mereka.
“Jangan sedih laaa Re, kan cuma bercanda” Keanu berucap. Norwen mengangguk.
“Kenapa masih disini?” reanda bertanya. Kedua makhluk tinggi itu menggeleng.
“Udah mau maghrib, pulang sana”
Kedua sahabatnya mengangguk.
“Yaudah ya, gue mau lanjut beli es krim”
Lagi, kedua sahabatnya mengangguk.
“Abang Anu sama Abang Wen nggak ikut Kharluk beli es krim?” bocah cilik tampan itu bertanya dengan wajah imut sekali. Membuat mereka cepat tergerak memeluk tubuh anak itu. Dimana anak itu cukup terkejut dan memberontak setelahnya.
“Abang boleh ikut Kharluk beli es krim?” Norwen berharap, begitu juga dengan Keanu. Reanda ingin menolak tetapi Kharluk sudah mengangguk bahagia.
“Abang Akka belom pulang ya?” Norwen bertanya dengan mencium pipi menggemaskan Kharluk.
“Belum, Abang Akka pulangnya malam hari ini jadi Kharluk nggak apa bermain sama Abang Rea sampai malam nanti” makhluk cilik itu membalas imut. Cukup merekahkan tawa ketiga sahabat itu. Terutama Reanda yang memancarkan penuh ketulusan akan Kharluk. Norwen memperhatikan dengan khidmat, lirih hatinya membatin “nanti kita adopsi anak banyak, biar lo nggak kesepian nanti pas gue kerja”. Pipi Norwenpun bersemu. Keanu menyadari, dijewernya telinga Norwen.
“NGAYAAALL TEROOOOOSSSSSSSSSSS!!!!!!”
“SIALAANNN ANUUU!”
Bertengkarlah mereka, tetapi entah bagaimana Reanda berdebar hanya karena melihat tingkah Norwen.
Saat ini Reanda berpikir, “ada yang salah dengannya”.