Novel by Keyikarus
Bab 1
Lagi-lagi Casey mendengar orang-orang membahas kekasihnya yang membawa masuk seseorang ke dalam asramanya. Dikatakan mereka memiliki hubungan yang ambigu karena orang itu menginap semalaman dikamarnya.
Casey merasa kehilangan nafsu makan dengan cepat. Dia mendorong piring menjauh dari hadapannya dan menghabiskan minumnya dengan sekali teguk. Dia pikir dengan melakukan itu, rasa sakit dan terbakar didalam dadanya bisa sedikit mereda.
Mereka bahkan baru pacaran kurang dari enam bulan dan kekasihnya sudah memiliki banyak rumor tentang hubungannya dengan orang lain. Itu menyakitinya. Tapi jika itu semua hanya rumor maka itu akan menyakiti kekasihnya bila dia terkesan menuduh saat menanyakannya.
“Kau menyia-nyiakan uang bung.” Ucap Dinan sembari menggeser piring miliknya yang sudah kosong dan menarik piring Casey yang hanya berkurang beberapa sendok. Dengan santai dia mulai memakan itu.
Casey tertawa malas melihatnya. Moodnya sedang tidak baik dan pria ini melakukan hal yang tidak lucu sama sekali. Ini bukan pertama kalinya temannya melakukan hal aneh dengan menghabiskan makanan miliknya jika hanya dimakan beberapa sendok. Dia bertingkah seperti pengemis yang mengais makanan bekas orang lain.
“Moodku tidak bagus. Aku akan kembali ke asrama.” Gumam Casey.
Pemuda dengan rambut ikal kemerahan dan mata hijau menyala itu beranjak. Meninggalkan Dinan yang mulutnya penuh sehingga tidak bisa mengatakan apapun. Pada akhirnya pria itu memilih fokus pada makanannya.
Casey menaiki tangga dengan lesu. Kamarnya berada di lantai tiga. Itu benar-benar membuat suasana hatinya lebih buruk. Dia merogoh ponsel dan menghubungi kekasihnya. Paling tidak dengan mendengar suara pria itu dia akan merasa sedikit lebih baik. dibanding mengintrogasi dan mencurigai kemudian bertengkar, Casey lebih menyukai mempercayai kekasihnya. Jika tidak bisa mempercayai maka dia memilih tidak akan menjalani sebuah hubungan.
“Isaac, kau dimana?” tanya Casey begitu panggilannya dijawab.
“Pergi ke karaoke bersama yang lain. Apa kelasmu sudah selesai?”
Casey mendengar suara berisik. Perasaannya sangat tidak nyaman. Isaac menyukai keramaian dan hiruk-pikuk dimana orang bersenang-senang. Sedangkan dia lebih suka ketenangan. Bahkan ditengah keramaian dia masih akan berusaha menemukan ketenangan dengan caranya sendiri.
Dengan perbedaan ini, awalnya dia pikir mereka akan saling melengkapi. Namun semakin kesini harapan saling melengkapi itu sama sekali tidak terwujud baginya. Dia akan merasa sangat tidak nyaman ketika mengikuti kegiatan Isaac dan teman-temannya. Begitu juga isaac yang akan dengan terang-terangan mengatakan bosan saat mengikuti caranya menghabiskan waktu.
“Ya. Apa kau akan kembali sebelum makan malam?”
“Aku tidak tahu, aku akan mengabarimu nanti. ah, ini giliranku menyanyi. Kita akan bicara lagi nanti, bye Casey.”
Sambungan terputus. Meninggalkan Casey yang menatap ponselnya dalam diam. Dia tidak mengerti. Semakin hari dia merasa hubungan mereka seperti pil pahit yang dengan terpaksa ditelannya.
Bukan sekali dia menemukan kebohongan Isaac. Namun dia tidak pernah menemukan pria itu bersama orang lain. Atau belum. Dia tidak tahu bagaimana cara mengatakan pada Isaac jika prilakunya membuatnya merasa tidak baik. pada akhirnya hubungan ini hanya terasa seperti racun. Tidak ada sedikitpun manis yang tersisa dari awal hubungan mereka terjalin.
“Casey, kau menghalangi jalan.”
Casey mendongak menatap seorang pria yang nyengir lebar padanya. Karna ucapannya, Casey sedikit bergeser ke samping agar tidak lagi menghalangi jalan pria itu. Namanya Theo. Dia menempati kamar yang bersebelahan dengan Casey.
“Maaf.” Gumam Casey sembari tersenyum kecil.
“Tidak masalah. Ngomong-ngomong, wajahmu benar-benar buruk. Kau butuh ke salon untuk menghilangkan kerutan didahimu.” Ucap Theo dengan nada jenaka.
Casey tahu pria ini hanya sedang mempermainkannya. Theo terkenal supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Dia selalu mengatakan apa yang dipikirkannya dengan gamblang. Hidupnya terlihat lebih riang dan mudah dibanding orang lain.
“Terima kasih. Aku akan mengingatnya.” Casey melambaikan tangannya dengan santai. Dia melanjutkan langkahnya menaiki tangga melewati Theo.
“Casey, aku serius. Kau harus memikirkan hal-hal menyenangkan agar tidak cepat menua karena keriputmu yang semakin banyak.” Tandas Theo berbalik menatap punggung Casey.
Mendengar kalimat bersungguh-sungguh itu, Casey berbalik dan tertawa menatap Theo. Memamerkan dua taringnya yang sedikit lebih panjang dari gigi lainnya. Itu terlihat imut. Paling tidak itu adalah pendapat dari sebagian besar orang yang melihatnya.
“Dan aku serius ketika mengatakan akan mengingatnya.”
Jawaban casey membuat Theo menggaruk tengkuknya sedikit malu. Tapi dia cepat pulih dan berkata, “Itu bagus. Aku harus membeli makan siang, sampai jumpa Casey.”
“Sampai jumpa.” Casey melambaikan tangannya ringan dan berbalik, melanjutkan langkahnya menuju kamarnya.
Satu kamar di asrama berisi dua orang. Tapi Casey hanya sendiri karna temannya berhenti ketika semester ke dua. Dia sama sekali tidak merasa kesepian meski sendiri, tapi bukan berarti dia membenci memiliki teman sekamar.
Casey membuka gorden jendela ketika matanya mulai lelah mengulang-ulang materi untuk ujian yang akan datang sebulan lagi. Dia bukan orang pintar, Jadi dia butuh usaha lebih banyak agar mendapatkan nilai yang baik.
Jendela kamar Casey menghadap tepat ke pagar pintu masuk lingkungan asrama. Itu memungkinkannya untuk melihat orang-orang yang keluar masuk. Mulanya dia hanya ingin meringankan kepalanya yang penat karna materi pelajaran. Tapi rahangnya mengetat begitu pemandangan yang dilihatnya adalah Isaac bersama dengan teman-temannya.
Itu seharusnya tidak mesalah seandainya Isaac tidak merangkul dan mencium pipi seorang pria mungil. Dia itu tertawa riang ketika pria mungil menepisnya dengan malu-malu. Mereka terlihat sangat bahagia. tanpa sadar menyakiti hati Casey yang melihatnya.
Menahan tangannya yang gemetar karena amarah dan sedih, Casey meraih ponsel dan menghubungi Isaac. Pria yang hampir mengecup pipi pria disampinya itu berhenti untuk merogoh ponsel disakunya. Dia melihatnya, tapi kemudian hanya memasukkan ponselnya ke dalam sakunya lagi.
Isaac mengabaikannya.
Dengan mata nanar Casey meletakkan ponselnya di meja. Dia menutup gorden dan mengalihkan pandangannya, mencari sesuatu yang bisa dilihatnya. Sesuatu yang bisa mengalihkan perhatiannya dari rasa sakit.
Dia menarik nafas dalam-dalam untuk mengurangi sesak dan rasa sakit didadanya. Kembali meraih ponselnya dan menghubungi Isaac lagi. Bibirnya gemetaran ketika pikirannya terus mengulang-ulang jika rumor itu benar, jika Isaac benar-benar selingkuh, jika Isaac memiliki kekasih lain, jika kepercayaannya dikhianati.
Itu adalah panggilan ke sepuluh ketika Isaac akhirnya menjawab. Berusaha agar suaranya terdengar normal, Casey berkata, “Isaac, bisakah kita bertemu?”
“Sekarang aku sedang sibuk dengan sesuatu. kita akan bertemu besok pagi, tidak apa kan?”
Casey tidak bisa berhenti berpikir jika Isaac sedang sibuk dengan pria mungil itu. mungkin saja mereka sedang berciuman atau melakukan hal yang lebih jauh dari itu. membayangkannya saja membuat jantung Casey mati rasa.
Dia adalah orang yang tidak bisa rela jika miliknya disetuh orang lain. Bahkan untuk barang-barang sepele, dia akan tidak nyaman jika orang yang tidak dikehendakinya menyentuh itu. dan sekarang, kekasihnya mungkin saja sedang disentuh orang lain secara menyeluruh.
Casey, tidak menyukai rasa sakit akibat memikirkan hal ini.
“Ya, tidak apa-apa.”
Setelah sambungan terputus, Casey menelungkupkan kepalanya di meja dan terisak. Dia memang secengeng ini. tapi tidak ada orang yang tahu selain dirinya sendiri. Dia sangat sensitif terhadap hal-hal yang menyakiti hatinya. tapi tidak ada yang mengerti. Bahkan orang yang dia harapkan untuk menjaga hatinya justru yang menyebabkan rasa sakit baginya.
Keesokan paginya, Casey dan Isaac bertemu di taman universitas. Karena masih sangat pagi, itu sepi. Hanya ada mereka berdua disana.
“Isaac, apa kau berselingkuh dariku?” tanya Casey dengan suara lirih. Matanya tidak lagi menunjukkan kesedihan, itu hanya tenang dan kosong. seolah yang dia tanyakan bukan hal berarti.
“Apa yang kau katakan?” tanya Isaac yang terkejut dengan ucapan tiba-tiba dari Casey.
“Aku tanya, apa kau selingkuh dariku?”
Tatapan tajam dan serius Casey membuat Isaac terdiam. Mereka sama-sama sudah dewasa. Tidak perlu seperti anak-anak dan bermain kucing-kucingan untuk hal seperti ini. jadi pria itu hanya menatap balik Casey dengan pandangan yang sama tajamnya.
“Ya. Aku memiliki beberapa orang yang dekat denganku selain dirimu. Apa kau bermasalah dengan itu?”
Keangkuhan Isaac membuat jantung Casey mencelos. Dulu, dia selalu merasa dadanya memiliki debaran menyenangkan setiap menatap pria ini, tapi sekarang itu hanya membuat matanya iritasi dan jantungnya teremas menyakitkan.
“Kenapa? Apa aku memperlakukanmu dengan buruk? Jika kau tidak menyukaiku lagi, hanya katakan itu. kita bisa berpisah dan kau tidak perlu menciptakan kebencian diantara kita.”
Nada Casey terdengar beku. ya, hatinya yang pernah membara dengan cinta untuk Isaac kini membeku. Pria itu tanpa ampun memadamkan gelora cintanya dengan satu kali gerakan. Mendorongnya hingga terjatuh ke dalam rasa sakit.
“Jangan pura-pura tidak bersalah! Apa kau tidak tahu jika semua ini juga karenamu?”
Casey menatap Isaac yang berteriak padanya. Dia tidak mengerti mengapa disaat seharusnya dia yang marah karena pria itu selingkuh tapi berakhir dia yang di marahi. Tapi dia juga entah bagaimana tidak memiliki keinginan kuat untuk mengatakan apapun.
“Lihat! Selalu begini. Kau selalu diam dan menatapku dengan pandangan seolah-olah aku tidak lebih berharga dibandingkan binatang liar. Kau tidak pernah cemburu! Kau tidak pernah marah padaku! Lalu apakah itu yang kau sebut mencintaiku?!”
Casey menatap Isaac semakin aneh. Bukankah ini mulai tidak normal?
“Apakah aku harus mengintrogasimu setiap hari tentang keberadaanmu? Tentang apa yang kau lakukan? Tentang kau sedang bersama siapa? Bukankah itu hanya mengatakan jika tidak ada kepercayaan diantara kita?” gumam Casey lirih dengan nada bingung.
Dia tidak berbicara dengan keras. Namun juga itu masih bisa terdengar jelas oleh Isaac. Casey semakin bingung ketika pacarnya yang ingin diputuskannya itu justru tertawa keras. Tertawa lebar seolah dia merasakan sesuatu yang lucu.
“Itu kau! Itulah dirimu! Terlalu acuh pada hubungan kita! Kau bahkan tidak terpengaruh dengan rumor yang beredar! Kau sama sekali tidak peduli padaku! Kau tidak mencintaiku! Kita putus!”
Casey yang sudah membuka mulutnya terpaksa menutupnya kembali. Dia menatap punggung Isaac yang pergi dalam diam. Jika dikatakan dia tidak mencintai Isaac, lalu apa sebutan untuk kecewa yang dirasakannya saat mengetahui dia dibohongi? Jika dikatakan dia tidak mencintai Isaac, lalu apa sebutan rasa sakit yang seperti meremas darah dari jantungnya? Jika dikatakan dia tidak mencintai Isaac, kenapa air matanya jatuh ketika pria itu memutuskannya?
Sebenarnya, bagaimana bentuk cinta?
Bukan sekali ini dia diputuskan dengan pernyataan jika dia tidak mencintai pasangannya. Dia yakin akan perasaannya dan berharap pasangannya mengerti jika dia mencintainya. Sayangnya, itu hanyalah sebuah angan. Dia lagi-lagi dicampakkan disaat seharusnya dia yang mencampakkan.
Casey menarik nafasnya gemetar. Dia memejamkan matanya berusaha menahan diri agar tidak terlalu emosional. Dia tidak ingin menangisi pria itu lagi. Dia tidak ingin menyiksa hatinya dengan rasa sakit ini lagi. Satu-satunya cara yang dia miliki adalah diam, bertahan, kemudian melupakannya secara perlahan.
Isaac adalah pacar ketiga dalam hidupnya. Sialnya pria itu memutuskannya menggunakan cara yang kurang lebih sama dengan dua mantan lainnya. Itu menjengkelkan bagi Casey. Mengapa hanya dia yang harus berusaha memahami orang lain? Mengapa tidak ada orang lain yang berusaha memahaminya? Apakah jika diam berarti tidak mencintai?
Casey merasa mereka egois.
Dia dan Isaac mengambil fakultas yang berbeda. Itu membuat segalanya berjalan lebih mudah. Dia tidak perlu selalu bertemu dengan mantan kekasihnya yang menyebalkan. Dia ingat jika Isaaclah yang mengajaknya berkencan terlebih dahulu. Tapi kemudian pria itu mengakui jika memiliki beberapa kekasih selain dirinya? Bukankah itu terlalu banyak? Atau memang Casey yang terlalu bodoh?
“Casey, ayo ke kantin. Kita akan kehabisan menu enak jika terlambat.”
Casey membuka pintu kamarnya sembari cemberut. Dia tidak memiliki tidur yang baik tadi malam. Meski sudah berusaha sangat keras, dia masih tidak bisa menyingkirkan sakit hatinya pada isaac. Bahkan sampai sekarang perasaannya masih benar-benar buruk.
Dinan yang akan mulai mengoceh lagi menutup mulutnya melihat wajah Casey yang tidak enak dipandang. Dia menurunkan nadanya dan bertanya dengan lembut, “Apa yang terjadi padamu?”
“Aku putus dengan Isaac.” Sahut Casey jujur.
Dia tidak pernah menyembunyikan hubungannya, tapi dia juga tidak pernah mengumbar hubungannya. Dinan adalah teman baiknya sejak sekolah menengah pertama. Terkadang tanpa dia bicarapun pria itu akan tahu beberapa hal tentang dirinya.
“Oh? Jika begitu, kau butuh makanan lebih banyak dari biasanya untuk memperbaiki moodmu.”
Dinan tanpa ragu menarik lengan Casey agar temannya itu keluar. Kemudian dia membantunya mengunci pintu sebelum menyeret Casey menuju kantin.
“Aku bukan penggila makanan sepertimu.” Gerutu Casey yang diseret Dinan. Temannya itu benar-benar tak peduli pada ucapannya.
Saat mereka tiba di kantin, kerumunan orang yang biasa memenuhi bagian stand makanan sudah berpencar menemukan meja masing-masing. Itu setidaknya membuat Dinan dan Casey mudah untuk memesan makanan.
Setelah mendapatkan makanan, mereka mengedarkan pandangan untuk mencari meja kosong. sayangnya itu benar-benar penuh. Casey seketika mulai cemberut dan menggerutu kesal.
Dinan yang merasa tidak enak karena semakin memperburuk suasana hati temannya segera menyeret Casey ke arah meja yang hanya berisi dua orang. Dia tersenyum pada penghuninya dan berkata, “Hei Theo. Boleh kami gabung? Tidak ada meja yang tersisa.”
“Tidak masalah. Oh hei Casey, kau belum merawat wajahmu? Semakin terlihat buruk.”
Casey berdecak sebal menatap Theo yang menyeringai jenaka padanya. Dia duduk dengan kasar. Bahkan dia juga meletakkan piringnya dengan cukup keras di meja sehingga menimbulkan suara yang menarik perhatian orang-orang.
“Ada apa dengan temanmu?” tanya Jack pada Dinan.
“Putus cinta. Jadi sementara jangan mengganggunya.” Dinan juga bukan orang yang pintar menyembunyikan hal-hal yang baginya tidak penting. Setidaknya masalah diputuskan pacar bukan hal yang akan membunuh bahkan jika diketahui orang.
Jack dan Theo membentuk mulutnya menjadi bulat dan menahan tawa mereka. diam-diam mereka kembali makan dengan tenang sebelum dipelototi kembali oleh Casey.
Tidak seperti kata Dinan jika orang patah hati membutuhkan lebih banyak makanan, Casey justru tidak mampu lagi mempertahankan selera makanya. Dia mendorong piringnya menjauh hanya ketika menghabiskan tiga suapan dan meneguk minumannya hingga tandas.
“Kau benar-benar pembakar uang paling ulung.” Komentar Dinan setelah dia menghabiskan makanan miliknya dan melanjutkan memakan milik Casey.
“Casey, kau sepertinya benar-benar dalam suasana hati buruk.” Tawa Theo.
“Dinan lebih buruk karna menjadi tong sampah.” Celetuk Jack yang tidak habis pikir bagaimana pria itu bisa makan sisa orang lain.
“Itu karna aku tidak khawatir Casey memiliki virus. Dia perawan.” Sahut Dinan asal.
“Kau gila.” Casey memukul kepala Dinan, membuat pria itu tersedak dan dengan panik menenggak air minum.
Theo dan Jack tertawa melihat prilaku dua sahabat itu. mereka pikir interaksi keduanya terlihat cukup imut. Jack dan Theo benar-benar mengenal keduanya hanya sekilas. Tidak dekat. Tapi mereka adalah orang-orang yang berada dalam lingkungan semarak dengan banyak teman, jadi tidak sulit untuk menyesuaikan diri dengan cara Casey dan Dinan yang sedikit aneh.
“Jika kau benar-benar dalam suasana hati buruk, bagaimana jika menonton kami bermain basket? Itu mungkin bisa membuat wajahmu berhenti berkerut.” Ucap Theo tiba-tiba.
“Bawa saja. Aku juga tidak bisa menjaganya untuk memastikannya tidak bunuh diri karena ada kelas.” Komentar Dinan dengan mulut penuh sembari melambai-lambaikan tangannya. Dia butuh pengganti yang bisa menghibur temannya selagi dirinya ada kelas.
“Siapa yang kau bilang akan bunuh diri?” sekali lagi Casey memukul kepala Dinan karena tidak terima. walaupun dia sakit hati dan membenci kenyataan jika dia dicampakkan, dia masih menyayangi nyawanya sendiri. Hidup masih memiliki banyak pria, bukan seperti dunia akan berakhir jika dia tidak bersama Isaac.
“Baiklah, aku akan membawanya dan memastikannya tidak bunuh diri.”
Theo menarik tangan Casey agar beranjak juga dari tempat duduknya. Kemudian dengan tawa ringan dia mendorong bahu Casey berjalan menuju gedung olahraga. Dibelakangnya, Jack mengikuti mereka setelah mengatakan ‘sampai jumpa’ pada Dinan yang hanya melambaikan tangannya karena mulutnya penuh.
“Tidak perlu mendengarkan Dinan. Dia terlalu berlebihan.” Gumam Casey yang berjalan malas-malasan. Dia maju dengan mengandalkan dorongan Theo.
“Yang mana? Kau putus dari kekasihmu?”
“Bukan, tapi masalah bunuh diri.”
“Jadi kau benar-benar putus dari kekasihmu?” tanya jack yang menyamai langkah Casey.
“Apa itu hal aneh?” Casey melirik Jack disampingnya. Setiap hari selalu ada saja orang yang putus dengan kekasihnya. Dia pikir tidak ada yang perlu dianggap berlebihan tentang itu.
“Bukan. Maksudku, ku dengar kau gay? Jangan berpikir banyak tentang ini, oke. Aku hanya ingin tahu siapa kekasihmu.” Jack menggosok bawah hidungnya canggung ketika mengatakan itu. sepertinya dia benar-benar hanya penasaran.
“Ya aku gay. Apa itu mengganggumu?”
Casey beberapa kali menemukan ada orang-orang yang terganggu oleh fakta jika dirinya adalah gay. Ini cukup aneh baginya. Dia bahkan tidak mengajak orang itu berinteraksi dan kemudian orang itu merasa terganggu dengannya seolah dia virus. Dia yakin fakta dirinya gay sama sekali tidak merugikan orang lain.
Jika dikatakan ada seorang anak atau remaja yang bisa tertular ke-gay-annya, apakah itu salahnya? Terutama jika dia bahkan tidak pernah berinteraksi dengan mereka. gay mungkin bisa dianggap takdir, bisa juga dianggap sebagai pola pikir, bisa juga dianggap sebagai pilihan, tapi menganggap seseorang gay sebagai virus, bukankah itu bentuk diskriminasi?
Setelah diskriminasi gender terselesaikan, dikriminasi ras dan banyak diskriminasi lainnya mendapatkan kecaman. Kemudian sekarang muncul diskriminasi orientasi seksual? Dunia terlihat sangat aktif.
Itu hanya seperti Casey menyukai ayam sementara yang lain menyukai ikan. Jika mereka kemudian ingin mencicipi ayam karena melihat Casey makan dengan lahap, apakah itu salah Casey?
Mereka selalu memiliki pilihan untuk menjauhi Casey tanpa harus menghujat dan menghina. Tanpa harus melontarkan kata-kata kasar seolah tidak dididik untuk menghormati sebuah perbedaan. Tapi sepertinya mereka lebih suka melakukan pembulian untuk menghilangkan stres terutama ketika jumlah mereka lebih banyak.
“Tidak. Jangan tersinggung. Aku hanya…”
“Jangan dipikirkan. Dia mudah penasaran terhadap beberapa hal.” Ucap Theo membantu Jack yang terlihat cukup bingung untuk membuat Casey mengerti jika dia tidak terganggu dengan itu.
Casey mengangguk. Mereka sudah sampai digedung olahraga sehingga Jack melupakan poin pertanyaannya tadi. Diam-diam casey menghela nafas lega karna tidak harus mengatakan siapa pasangannya. Dia cukup buruk ketika harus berbohong. Akan lebih baik jika tidak mengatakan apapun.
“Apa nama kekasihmu harus dirahasiakan?” tanya Theo setelah jack menjauh dan berkumpul dengan anggota tim basket lainnya ditengah lapangan.
Casey cemberut menatap Theo yang terlihat ingin tahu. kelihatannya rasa penasaran orang ini tidak kalah dengan Jack. “Tidak. Dan dia bukan kekasihku lagi.”
“Lalu kenapa seperti kau keberatan mengatakan namanya.”
Casey mendengus. Rasa ingin tahu pria ini ternyata jauh lebih besar dari Jack. Dan sepertinya lebih sulit untuk membuatnya mengalihkan perhatiannya. Casey merasa semakin kesal melihat Theo yang tersenyum lebar dengan raut sok polos menunggu jawabannya seolah tidak menyadari kekesalannya.
“Aku hanya tidak suka jika nanti saat kita bertemu, kalian membahasnya. Apalagi jika kalian melihat atau mengetahui sesuatu tentang dirinya lalu memikirkan untuk memberitahuku. Kami mantan, tidak memiliki banyak urusan lagi. Jadi aku malas untuk membahasnya.”
Theo tertawa lebar mendengar penjelasan Casey yang cukup lucu baginya. Biasanya jika orang baru saja putus dari kekasihnya, maka akan membutuhkan tempat curhat untuk menjelek-jelekkan mantan kekasihnya itu. dan sekarang dia menemukan satu orang yang memiliki alasan lucu untuk tidak membahas mantan kekasihnya.
“Baiklah. Itu bagus untuk melupakan hal-hal menyakitan.”
“Aku tidak sakit hati.” Ucap Casey meluruskan bibirnya. Entah bagaimana dia mulai melihat jika Theo ternyata menyebalkan. Dia pikir akan menjaga jarak dengan pria ini dimasa depan.
Pria itu melepaskan jaketnya dan memberikannya kepada casey. Dia mendorong casey hingga terduduk dibarisan depan lantai dua bangku penonton. Sebelum Casey sempat memprotes dengan bingung, Theo berkata, “Parhatikan saja ketika kami bermain. Dan perbaiki wajahmu sebelum kau akan benar-benar mengalami penuaan dini.”
Setelah mengatakan itu, Theo berlari turun dan berkumpul dengan teman-temannya untuk melakukan pemanasan.
Casey menatap jaket ditangannya dan pemuda itu yang sudah fokus pada permainan. Dia menghela nafas jengkel, apa sebenarnya yang coba dilakukan pria itu dengan memaksanya untuk duduk disini menonton sambil memegang jaketnya? Ini terasa aneh.
Meski kesal dan terus menggerutu dalam hati, Casey pada akhirnya menikmati menonton permainan mereka. itu terlihat seru dan menyenangkan. Setelah permainan berlangsung beberapa saat, Casey jadi mengerti jika Theo sangat mahir. Penampilannya terlihat unggul dibanding yang lain.
Saat memasuki waktu istirahat, Theo berlari kembali ke tempat dimana Casey duduk. Dia nyengir lebar sambil mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah karna keringat. Prilakunya itu membuat Casey memundurkan tubuhnya dan mengernyit jijik. dia sangat tidak menyukai yang namanya keringat. Terutama yang berlebihan seperti Theo saat ini.
“Berhenti menyebarkan kotoranmu.”
Ucapan Casey menghentikan gerakan Theo. Matanya membola menatap pria yang sedang cemberut dan mengernyit jijik itu. sesaat kemudian, Theo tertawa riang, “Ini keringat. Bukan kotoran. Bahasamu bisa membuat orang yang mendengar salah paham.”
“Apa keringat bukan kotoran? Apa itu tidak berbau?” gerutu Casey sembari menggeser duduknya agar lebih jauh lagi dari sumber kotoran.
Theo tercengang dengan argumen Casey, namun hanya sebentar kemudian dia mengangguk menyetujui itu. “Kau benar. Ini kotoran karna berbau. Aku tidak pernah tahu jika kau bisa secerewet ini” Kekehnya.
Yang Theo tahu, selama dia mengenal Casey, pria ini cukup pendiam. Dia tidak bisa dikatakan ramah namun juga tidak terlalu sombong. Dia dan Casey selalu hanya saling sapa dan bertukar beberapa kata. Mengetahui jika Casey bisa menjadi begitu sinis dan lebih cerewet, itu adalah hal baru yang cukup menarik baginya.
“Bahkan saat kau tahu, itu tak ada gunanya.” Sahut Casey acuh tak acuh.
Lidah beracun Casey juga merupakan hal baru bagi Theo. Di masa lalu dia hanya terlihat kalem dan pendiam. Apa mungkin karna hari ini mood nya sedang tidak bagun sehigga dia menjadi lebih beracun?
Tapi entah bagaimana Casey yang seperti ini lebih menarik bagi Theo dibanding Casey biasanya yang selalu sopan dan terkesan menjaga jarak dengan semua orang. Theo mengulurkan tangannya mengambil jaketnya dari Casey. Dengan sembarangan dia mengelap semua keringat dari wajah, leher hingga tanggannya menggunakan jaketnya. Kemudian saat peluit tanda bermainan dilanjutkan berbunyi, Theo melemparkan jaketnya pada Casey lagi.
“Jaga itu untukku.” Teriaknya tanpa peduli saat melihat Casey berdiri dan menendang jaketnya menjauh.
“Aku akan membuangnya!” Jerit Casey kesal.
dia tidak pernah memiliki keringat begitu banyak dan akan segera berganti pakaian jika itu terjadi. Kemudian orang ini seenaknya melemparkan jaket lembab padanya? Bukankah itu jelas jika orang ini memaksanya untuk membuang benda itu?
Casey cemberut menatap Theo yang sudah sibuk berlarian dibawah sana. Kemudian tatapannya beralih pada jaket yang tergeletak dengan menyedihkan dilantai. Mengernyitkan dahi, Casey mencimit jaket itu dan menyampirkannya di railing. Dia mencibir Theo dibawah sana sekali lagi sebelum berbalik pergi.
Basket tidak lagi menarik setelah dia mendapatkan pelecehan dari Theo.
Casey tidak mengetahui jika Theo menoleh ke arahnya tepat saat dia berbalik pergi. Melihat jaketnya tersampir begitu saja pada pagar pembatas, dia tidak bisa menahan diri dari terkekeh geli. Bagaimana pria itu bisa sangat lucu?