He Shao Qian terkenal dengan keusilannya sejak kecil. Ketika dia ditaman kanak-kanak, tak terhitung berapa banyak anak perempuan yang dibuatnya kesal hingga menangis. Lalu ketika dia disekolah dasar selalu ada anak perempuan menangis karnanya dan akan lebih banyak anak laki-laki berteriak-teriak marah menyebut namanya. Disekolah menengah pertama dan atas, tidak perlu disebutkan lagi jenis keusilannya yang membuat semua orang ingin mencekiknya.
Meski begitu, tidak ada yang bisa benar-benar marah padanya. He Shao Qian selalu ramah dan mudah bicara dengan siapa saja. Bisa dikatakan jika dia adalah pusat keceriaan kelasnya. Dia juga memiliki prestasi yang sangat baik. membuat guru-guru hanya bisa menghela nafas. Mengapa kecerdasannya digunakan untuk hal-hal menjengkelkan yang membuat semua orang meneriakkan namanya?
Lalu hari ini pemuda usil itu berjalan dengan riang menuju apartemennya. Pria muda yang sudah bekerja disebuah perusahaan besar itu memilih menyewa apartemen kecil yang cukup dekat dengan tempatnya bekerja. Rumah keluarganya terlalu jauh untuknya pulang pergi. Itu sangat melelahkan.
“Anoo permisi..”
He Shao Qian menoleh mendengar suara manis dibelakangnya. Seketika dia tersenyum sangat ramah melihat gadis mungil dengan pakaian yang menyerupai seragam namun dia tidak pernah tahu ada jenis sekolah yang menggunakan seragam seperti itu disekitar sini.
“Ya? Ada yang bisa ku bantu? Kau terlihat seperti orang asing gadis kecil…siapa namamu?”
Ucapan panjang lebar He Shao Qian membuat gadis itu gugup. Dia dengan malu-malu menjawab, “Namaku Tang Ruo, aku ingin menanyakan alamat ini.”
He Shao Qian mengambil kertas berisikan alamat yang diulurkan oleh gadis itu. Setelah membacanya, He Shao Qian sedikit mengernyit karena alamat ini tepat diseberang rumah temannya yang menyebalkan. Namun dia tidak memikirkannya karna tidak mengenal pemilik rumah itu.
Sebaliknya, dia menyeringai. Namun sedetik kemudian dia memperbaiki ekspresinya menjadi ramah yang normal. Dengan cara yang sopan dan bermartabat, He Shao Qian menjelaskan bagaimana mencapai alamat itu.
“Xiao Ruo, alamat ini sedikit merepotkan untuk dijelaskan, tapi jika kau mendengarkannya dengan baik, ku pikir itu tidak akan masalah.”
Wajah gadis kecil itu memerah mendengar namanya diucapkan dengan akrab. Tapi dia masih mengangguk dengan cepat untuk mengatakan jika ingatannya cukup baik. setelah itu dia mendengarkan He Shao Qian yang memberikan petunjuk arah.
Ketika mereka berpisah, He Shao Qian menggenggam kertas alamat yang tidak diberikannya kembali pada gadis kecil itu. Dia berjalan dengan riang. Bahkan bersiul sebagai ungkapan hatinya yang senang.
Beberapa menit kemudian, dia melihat sosok familiar didepannya dan bibirnya melengkung menahan tawa geli. Hanya sebentar kemudian dia memperbaiki ekpresinya ketika melihat sosok didepannya tercengang.
“Xiao Ruo, kenapa kita bisa bertemu disini? Apakah kau mengingat petunjukku dengan salah?” tanya He Shao Qian dengan nada bingung yang terlihat alami.
Wajah gadis itu memerah karena malu. Jalan-jalan didaerah sini memiliki banyak cabang dan terlihat mirip. Bukan hal aneh untuk tersesat pada kunjungan pertama. Terlebih dia lupa mengambil kertas alamat yang tak diingatnya dari He Shao Qian.
“Sepertinya aku melakukan kesalahan.” Gumam gadis kecil itu dengan malu.
He Shao Qian menghela nafas berlebihan seolah menyesalkan kemalangan itu. Lalu dia dengan baik hati memberikan petunjuk arah lagi. Kali ini menekankan agar gadis kecil itu mengingatnya dengan baik.
Karna kebaikan He Shao Qian, Tang Ruo merasa tidak enak untuk menanyakan kertas alamat yang sebelumnya diberikan untuk dilihat oleh He Shao Qian. Jadi dia hanya bisa berusaha mengingat petunjuk arah yang diberikan pemuda itu.
Setelah perpisahan mereka untuk kedua kalinya, He Shao Qian tidak bisa menahan tawanya sembari melanjutkan langkahnya. Lalu puluhan menit kemudian, mereka bertemu lagi. Kali ini, sementara gadis kecil itu mengernyit keheranan dan merasa ada yang salah, He Shao Qian justru tertawa lebar. Sama sekali tidak bisa menahan gelitik dihatinya.
Dia dengan sengaja menunjukkan arah yang berputar-putar hingga mereka berdua terus bertemu lagi. Dia juga sengaja tidak mengembalikan kertas alamat pada gadis kecil itu agar tak bisa bertanya pada orang lain. Karena gadis kecil itu hanya menyerahkan kertas alih-alih menyebutkan alamat, dia tahu jika gadis itu tak menghapal alamat yang tertulis dikertas. Dia sangat pintar membuat lelucon sampai perutnya sakit karena terlalu banyak tertawa.
Prilakunya itu tentu saja membuat Tang Ruo menyadari jika ada yang salah. Dengan wajah merah karena marah dia berkata, “Kau mempermainkanku sejak awal?”
“Hei hei jangan terlalu serius, ini hanya lelucon saja. Kali ini aku akan menunjukkan alamatnya dengan benar.” Ucap He Shao Qian sembari berusaha menghentikan tawanya.
“Apakah itu lucu? Apakah mempermainkan orang begitu menyenangkan? Maka aku akan memberikan hal yang menyenangkan. Aku akan mengutukmu menjadi sangat kecil sehingga orang tidak akan menyadari kehadiranmu.” Ucap Tang Ruo dengan nada dingin.
“Mengutuk? Jangan mengatakan hal-hal konyol. Kali ini aku sungguh akan memberitahukan alamatnya padamu, oke?”
“Tidak perlu lagi. Sebagai penyihir, jika aku tidak memberimu pelajaran maka kemampuanku akan menjadi sia-sia.”
Bersamaan dengan ucapannya, tangan gadis kecil itu mengggambar lingkaran di udara dengan garis-garis rumit didalamnya. Itu adalah mantra jimat.
“Hah? Penyihir? Apa yang kau bicarakan? Tidak perlu berbohong begitu keterlaluan untuk menakutiku. Lagi pula…” ucapan He Shao Qian terhenti ketika dia tercengang karna mantra jimat yang dibuat gadis itu di udara bersinar dihadapannya. Dia bahkan tidak menyadari ketika gadis kecil itu berbalik dan melangkah pergi.
Hanya ketika sinar mantra jimat itu meredup, He Shao Qian merasakan sudut pandangnya menjadi aneh. Semua benda dihadapannya terus tumbuh membesar. Ketika berhenti, akhirnya He Shao Qian menyadari jika dirinyalah yang sebenarnya menyusut.
“Apa… Apa-apaan ini?! bagaimana bisa menjadi seperti ini?!”
He Shao Qian memandangi dirinya sendiri dan sekitarnya kemudian menjadi histeris. Dengan panik dia mengedarkan pandangannya mencari gadis kecil itu. Dia menemukannya. Ketika dia berteriak dan akan mengejarnya, dia merasakan angin yang aneh menerpanya.
“Manusia sialan!” jeritnya ketika melompat menghindari dari terinjak orang yang lewat.
He Shao Qian mengusap peluh di dahinya karena terlalu takut. Nasibnya akan sangat tragis jika dia benar-benar terinjak. Dia akan gepeng, mati tanpa ada yang memanggil ambulance. Tidak ada yang menguburkannya dan mungkin bahkan tidak ada yang mengetahui jika dia sudah mati.
Terduduk menyandar pada tembok, dia memandang hampa jalanan dimana gadis penyihir kecil itu menghilang. Sungguh menakjubkan ketika dia berpikir dengan cepat berniat mengejar gadis kecil yang mengaku penyihir itu dalam kepanikan meski gagal.
Sekarang, He Shao Qian hanya bisa menatap sekelilingnya yang menjadi sangat besar dan menakutkan dimatanya. Pandangannya kosong. Dia benar-benar shock dengan kejadian sial yang dialaminya ini.
“Seharusnya aku berhenti terlalu jahil.” Gumamnya tanpa sadar.
Siapa yang menyangka dia akan bertemu jenis makhluk dengan kemampuan tak masuk akal seperti itu dijaman modern. Ini benar-benar sulit dipercaya. Bahkan ketika pemandangan dihadapannya tak bisa disangkal.
He Shao Qian mengedipkan matanya beberapa kali berharap pemandangan didepannya akan segera berubah menjadi normal. Berharap apa yang dialaminya hanya ilusi semata. Hanya setelah matanya sakit dan semuanya masih sama, dia benar-benar berhenti menyangkal kondisinya.
Setelah merasa terlalu lama duduk di tempat itu, akhirnya pikirannya yang kosong mulai bekerja kembali. Dia pikir tidak ada gunanya bersedih dan tertekan. He Shao Qian merogoh saku mantelnya, dia menduga benda-benda yang berada ditubuhnya akan ikut menyusut seperti pakaiannya. Sedikit kegembiraan menghampirinya ketika dia melihat ponsel ditangannya.
Kecuali dia melihat sekelilingnya, dia sama sekali tidak merasa ada yang berubah pada dirinya. He Shao Qian menghela nafas. Jika bisa, dia tidak ingin melihat ke sekelilingnya sama sekali. Dia ingin berpikir jika semuanya masih normal.
Tapi, bagaimana itu bisa normal?
Bagaimana dia pergi bekerja? Itu mungkin masih bisa diatasi. Tapi bagaimana dia bekerja? Dia yakin sekarang setiap tombol pada keyboard komputer akan lebih besar dari telapak tangannya. Bukan itu saja, bagaimana dia makan? Minum? Ya tuhan….. bahkan dia sekarang lebih kecil dari lembaran uang. Dia tidak akan bisa membuat atau membeli makanan.
Dengan pikiran linglung He Shao Qian membuka dompetnya. Dia tahu ini gila, tapi dia perlu melakukan hal yang gila untuk meyakinkannya tentang situasinya saat ini. Mengeluarkan semua lembaran uang yang dimilikinya, kemudian dia berlari dan menyebarkannya dijalan. Total semua yang dia sebarkan cukup untuk memesan seratus pizza paket double. Seharusnya tidak akan ada yang melewatkan untuk memungutnya.
Itu jika ukurannya bisa dilihat oleh manusia normal.
Kenyataannya membuat He Shao Qian nyaris menangis. Jangankan memungut lembaran uang mininya, menunduk untuk melihatpun tidak. Mungkin bagi mereka itu seperti titik-titik kertas yang tak berguna.
“Apa-apaan ini?” gumam He Shao Qian dengan suara serak. Dia putus asa hingga hampir menangis. Pikirannya kalut. Dia merasa hidupnya sudah berakhir.
Lalu dia mendengar ponselnya berbunyi. He Shao Qian tercengang menatap ponselnya, kemudian dalam sekejap dia menjadi bersuka cita. Tidak seperti uangnya yang tidak berguna, ponselnya yang berfungsi tentu akan sangat berguna.
Didalam keadaan putus asa, hal-hal kecil bisa membuat sangat senang meski itu tidak terlalu berguna. He Shao Qian sedang mengalaminya sekarang. Dia tahu mungkin ini tidak ada artinya, tapi ini mampu membuatnya memiliki harapan untuk jalan keluar.
“Ya halo.” Sahut He Shao Qian sangat bersemangat.
“He Shao Qian bajingan! Kau bilang mempertemukanku dengan gadis cantik?! Kenapa ini justru pria berkumis mengenakan gaun?! Aku lebih suka transgender yang cantik jelita! Pergi ke negara tetangga dan bawakan satu untukku daripada mengerjaiku dengan pria berkumis mengenakan gaun!!! Dalam satu bulan aku tak mau mengenalmu!!!!”
Sambungan terputus. Meninggalkan He Shao Qian tercengang menatap id pemanggilnya yang sangat kurang ajar. Itu Yu Fei. Dia sekarang marah dan mengatakan sebulan ke depan dia tidak ingin mengenalnya. Jika Yu Fei yang mengatakannya, maka dia benar-benar akan melakukannya.
He Shao Qian meratapi nasib buruknya. Sampai satu bulan ke depan Yu Fei tidak akan membalas pesannya, tidak akan menjawab panggilannya dan akan sangat menghindari bertemu dengannya. Padahal dalam kondisi seperti ini, tanpa Yu Fei menghindarpun, dia akan sangat kesulitan menemukan pria itu.
Yu Fei menatap tubuh mungilnya dibandingkan dengan lingkungannya. Situasinya sangat serius. Dia tidak akan bisa melakukan hal yang sangat biasa sekalipun dengan mudah. Pikirannya melayang-layang dengan karena tidak bisa menemukan satu orangpun yang bisa dimintai bantuan.
selain itu… jika dia yang mengecil diketahui orang bukankah itu akan menjadi kehebohan. Terkenal dengan cepat secara nasional atau mungkin internasional. Lalu kemungkinan akan ada peneliti yang mendatanginya….
“Tidak… hal mengerikan seperti itu sama sekali tidak boleh terjadi….” He Shao Qian histeris membayangkan dirinya akan bernasib sama seperti tikus percobaan dilaboratorium.
Lagipula memangnya siapa yang percaya jika dia dikutuk oleh gadis penyihir? Dia sendiri yakin jika tidak mengalaminya maka dia tidak akan percaya. Apalagi orang-orang yang hanya mempercayai hal-hal ilmiah.
Akhirnya He Shao Qian meringkuk disudut dinding dan menangis.
Dia tidak cengeng oke. Tapi kejadian ini menyakiti hatinya hingga remuk redam. Pekerjaan bagus yang baru didapatkannya enam bulan lalu pasti lenyap. Kemudian dia dikatakan tidak kompeten karena menghilang begitu saja.
Lalu teman-temannya pasti tidak akan mempercayainya meski dia menghubungi mereka satu persatu. Ini bukan pesimis, tapi realistis, oke.
Sebenarnya semua salahnya karna terlalu sering menjahili mereka. Tapi dia juga berkeras jika ini salah mereka karna terlalu mudah dijahili. Kenapa harus menarik minatnya untuk berbuat jahil coba?
Dan keluarganya… He Shao Qian tidak tahu lagi. Mereka adalah korban paling mengenaskan dari semua kejahilannya. Terutama adik kecilnya yang duduk disekolah menengah atas. Dua bulan terakhir ini dia menghindarinya dengan sangat karna terakhir kali He Shao Qian menempelkan kertas bertuliskan ‘butuh belaian om-om ganteng’ dipunggungnya ketika berangkat sekolah hingga adik manisnya itu digoda om-om sepanjang jalan ke sekolah. Bahkan ada orang asing yang menganggap tulisan itu serius.
He Shao Qian menangis tapi juga tertawa mengingat kejadian yang membuatnya diasingkan dari keluarganya selama seminggu itu. Dengan susah payah dia menghapus air matanya sebelum melihat ke depan karna merasa ada yang memperhatikannya.
Menatap lurus, dia melihat sepasang kaki. Itu menghadapnya, membuatnya melompat mundur ketakutan karena seketika bayangan laboratorium penyiksaan berkelebat dikepalanya. Tapi dia tidak bisa mundur karna sejak awal sudah menempel pada tembok.
Dengan gugup He Shao Qian mendongak untuk melihat wajah seseorang yang kini berjongkok didepannya. Nafasnya tercekat ketika mengenali wajah itu. Tang Jiu Ke. Bajingan sialan yang tidak pernah menunjukkan reaksi berlebihan ketika dijahili olehnya. Itu tentu saja membuatnya sebal setengah mati.
Ketika dia memberi lem kuat di kursi Tang Jiu Ke dan membuat kursinya ikut terangkat ketika berdiri, alih-alih marah atau salah tingkah, anak itu justru dengan tenang memaksa kursi itu lepas dari bokongnya meskipun berakhir dengan celananya yang robek. Dia menutupi lobang dicelananya dengan tas tanpa menubah ekspresinya sama sekali.
Lalu ketika dia meletakkan ember berisi tanah basah diatas pintu kelas, Tang Jiu Ke yang kebetulan sial dan terkena tumpahan tanah basah dengan tenang melepaskan pakaiannya. Dia bahkan tidak malu mengikuti pelajaran hanya bertelanjang dada. Tentu saja sebagai akhirnya He Shao Qian yang dihukum ketika guru menanyakan alasan pria itu tidak memakai pakaiannya.
Dan seterusnya, dan seterusnya, He Shao Qian merasa selalu sial jika berurusan dengan Tang Jiu Ke. Dari taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas, hanya orang ini yang tidak pernah menunjukkan ekspresi apapun setiap kali dia berbuat usil.
Untunglah mereka berpisah ketika diperguruan tinggi. Setidaknya itu membuat He Shao Qian tidak iritasi karna berbagai kesialan yang didapatnya ketika berhubungan dengan Tang Jiu Ke.
Dan sekarang, kenapa justru makhluk pembawa sial ini yang muncul didepannya?
Saat ini makhluk tidak sadar diri bernama He Shao Qian itu sedang menyusut, berusaha menghilang dari pandangan Tang Jiu ke yang berjongkok menatapnya. Dia butuh penolong sekarang, tapi sama sekali bukan Tang Jiu Ke.
“Ah Qian?” Tang Jiu Ke memiringkan wajahnya dan menatap makhluk kecil didepannya.
Awalnya dia pikir He Shao Qian hanya boneka milik seorang anak yang terjatuh dan menyandar ditembok tanpa sengaja. Tapi ketika melewatinya, dia sadar jika yang dianggapnya boneka sebenarnya hidup. Dan itu terlihat seperti teman baiknya.
Setidaknya dia menganggap hubungan mereka seperti itu. Anggapan He Shao Qian… abaikan saja.
“Bukan. Bukan. Kau salah orang!” jerit He Shao Qian panik. Pria kecil itu kemudian berlari menjauh dari Tang Jiu Ke.
Melihat makhluk mungil berlari mati-matian menghindarinya, membuat Tang Jiu Ke semakin yakin jika itu adalah He Shao Qian. Hanya pria itu yang dianggapnya teman tapi justru membencinya. Dan juga dia mengenali ekspresi He Shao Qian jika sedang menyangkal sesuatu.
Setelah merasa detak jantungnya terlalu cepat, He Shao Qian akhirnya berhenti. Menopang kedua tangannya dilutut untuk menarik nafas. Dia pikir dirinya sudah berlari sangat jauh. Tapi pikirannya langsung buyar ketika dia mendengar suara pffft dan menoleh. Seketika itu dia terjungkal ke belakang dengan frustasi. Paling banyak dia berlari beberapa meter yang sama sekali tidak bisa dibilang jauh dari Tang Jiu Ke.
He Shao Qian akhirnya mengomel dan mencaci maki Tang Jiu Ke. Menyalahkan semua kesialannya sebagai tanggung jawab pria itu.
“Aku tidak tahu apa yang kau bicarakan. Tapi aku yakin kau butuh bantuan, ya kan ah Qian?” Ucap Tang Jiu Ke sembari meraih He Shao Qian dalam genggamannya.
Pria malang yang frustasi itu sama sekali tidak mau bicara dan hanya menggantung dengan lesu ditangan Tang Jiu Ke. Dia hanya bisa menangisi ketidakberuntungannya.