Author : Keyikarus
[Chapter 24]
Yanzi berniat mengetuk pintu pondok Juena. Namun baru dia mengangkat tangannya, pintu itu sudah terbuka. Memperlihatkan sosok Juena yang menguap lebar dan mengucek matanya. Rambutnya yang berantakan membuatnya terlihat menggemaskan.
Selain itu, Yanzi merasa adegan ini cukup familiar. Membuatnya tak bisa menahan sudut bibirnya untuk tidak terangkat naik.
“Pagi baby Jue.” Yanzi dengan alami menggosok rambut Juena.
Sedangkan bocah itu mengangkat wajahnya terkejut mendengar panggilan baru Yanzi. Itu… terdengar konyol namun sekaligus lucu. Saat kecil dia tidak pernah mendengar panggilan itu, namun saat besar dia justru mendapatkannya. Apa ini lelucon?
Sebenarnya Yanzi sengaja melakukannya, dia tidak tahan harus melakukan pendekatan terlalu lambat seperti siput. Sedangkan setiap kali dia melihat wajah ini, keinginannya untuk mencium dan lebih dari itu jelas semakin mendesak.
“Itu panggilan yang lucu…” Komentar Juena. Dia berbalik dan berbaring disofa. Telihat lesu.
Yanzi duduk di karpet dekat dengan posisi kepala Juena berada. Ekspresinya meleleh saat menatap wajah mengantuk Juena.
“Kau menyukai panggilan itu?” Tanya Yanzi.
“Mmn aku tidak membencinya. Moka pernah bercerita jika ibunya juga memanggilnya dengan cara yang sama.” Juena menjelaskan dengan suara malas. Sedangkan Yanzi mengambil kesempatan menggosok helaian halus bocah itu yang menyentuh permukaan sofa.
Gerakannya sangat alami seolah dia telah sering melakukannya sebelum ini. Yanzi senang saat Juena sama sekali tidak memprotesnya.
“Baiklah, siapa Moka ini?”
“Dia anak indigo. Pertama kali kami bertemu, dia tersesat hingga ke sini karna mengikuti mas Kun. Lalu dia menangis saat tak bisa pulang, makanya aku menghiburnya. Dia yang menebak aku bisa mengendalikan mas Kun meminta agar diperbolehkan main ke sini setiap liburan sekolah. Ah rumah kakeknya berada di desa pertama saat keluar dari hutan. Dan dia mengunjungi kakeknya setiap liburan sekolah.”
Yanzi mengangguk mendengar penjelasan Juena. Karna biasanya dia adalah orang yang terus terang perihal keinginan pada pasangan, dia merasa menahan diri sejak pertama pertemuan mereka hingga sekarang sudah cukup. Jadi dia mengungkapkannya dengan jelas.
“Hei baby Jue, aku menyukaimu. Berkencanlah denganku, oke?”
Mata mengantuk Juena terbuka mendengar ucapan Yanzi. Dua warna yang eksotis itu menatapnya dengan kebingungan, lalu perlahan kembali menjadi tatapan malas.
“Tidak, terima kasih. Itu merepotkan.”
Sudut mulut Yanzi berkedut mendengarnya. “Apa maksudnya merepotkan itu?”
“Mmn saat kita menjadi pasangan, maka kita pasti akan bertengkar suatu saat nanti, berprasangka, menahan diri, dan kehilangan waktu untuk diri sendiri. Betapa itu merepotkan dan melelahkan.” Gumam Juena.
Yanzi tidak tahu kenapa bocah ini bisa memiliki pemikiran yang seperti itu. Karna definisi kencan dalam kepalanya adalah mereka bersenang-senang diranjang, mengobrol jika mau, bersenang-senang diranjang, beristirahat untuk makan dan melakukan kegiatan masing-masing lalu bersenang-senang diranjang.
Tidak ada kepemilikan mutlak yang menimbulkan prasangka, pertengkaran, dan kehilangan waktu untuk diri sendiri.
Setidaknya yang dilakukannya selama ini dalam konteks berkencan adalah mengobrol, bersentuhan dan berguling diranjang. Tidak ada bentuk kegiatan emosional negatif. Tidak ada keterikatan selain berkaitan dengan kata ranjang.
Namun sebelum dia menjelaskan maksudnya itu, pintu pondok terbuka. Regalih muncul dengan wajah linglung dan menatap dua orang yang berada didalam pondok.
“Yanzi, bukankah kita harus memperjelas sesuatu?” Ucap Regalih dengan gugup.
Yanzi ingin melemparkan tuan muda itu keluar karna menginterupsinya tiba-tiba. Namun dia menahan diri dan kembali menatap Juena yang berusaha mempertahankan matanya tetap terbuka.
“Dia bersedia tinggal untuk tiga bulan…” Yanzi menjeda ucapannya untuk beberapa saat sebelum bertanya. “… untuk siapa dia tinggal tiga bulan disini?”
Juena menatap Yanzi lalu beralih menatap Regalih yang semakin gugup. Dia menguap sebelum menjawab, “Oh itu tuyul yang menginginkanya. Diantara semua, dia yang kemampuan mempertahankan wujud solid didunia manusianya paling lemah.”
Tuyul?
Yanzi mengernyit. Jika Kuntilanak itu menggunakan Alan untuk memuaskan bagian bawahnya, lalu untuk apa hantu yang wujudnya selalu digambarkan sebagai anak kecil itu menginginkan Regalih? Tidak mungkin kan dia memaksakan biji cabenya menembus Regalih?
Sayangnya Yanzi mengabaikan keanehan hantu milik Juena yang terkadang menyimpang dari yang biasa ditayangkan film. Meski tetap bocah, tuyul Yanzi memiliki wujud remaja manusia yang sudah layak untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan bagian bawah tubuh mereka.
Untunglah Regalih yang masih linglung dan meratapi nasibnya tidak mendengar dengan baik ucapan Juena. Atau dia akan histeris membayangkan dirinya diinginkan oleh bocah pengguna celana dalam bergambar tokoh kartun pemilik kantong ajaib.
“Apakah Alan benar-benar disini? Bisakah aku bertemu dengannya?”
Wajah Yanzi berubah jelek mendengar ucapan Regalih. Tuan muda ini berani tidak mempercayainya? Mungkinkah dia sudah bosan bersenang-senang di dunia?
Namun Juena dengan santai menggumamkan nama Kuntilanak. Hanya beberapa detik kemudian Kuntilanak itu datang dengan menenteng sosok Alan.
Pria yang sudah beberapa minggu tak dilihat Yanzi itu memegang kuas ditangan kanannya dan palet di tangan lainnya. Pakaiannya memiliki noda cat dibeberapa bagian, bahkan noda itu juga ada pada pipinya.
Sepertinya pria dengan kemampuan adaptasi luar biasa ini sedang bersenang-senang.
Alan termenung saat tiba-tiba tempatnya berada berubah hanya dalam satu kedipan. Dia ingat jika beberapa detik yang lalu dia sedang fokus melukis Banaspati, namun sekarang di sudah berada di tempat lain.
“Kau! Sudah ku bilang jangan menggangguku saat aku melukis! Apa kau tidak mendengarku?!”Jerit Alan tak terima. Dia bahkan melemparkan palet dan kuasnya pada Kuntilanak yang dengan ringan mengibaskan tangannya, membuat benda-benda itu menghilang sebelum mengenainya.
“Dimana kita sekarang?!” Tanya Alan dengan galak. Namun saat dia mengedarkan pandangannya, tatapannya berhenti pada sosok yang duduk didekat Juena.
Yanzi memiliki ekspresi datar melihat kenyataan bahkan Alan tidak seperti manusia yang disandera oleh hantu. Kehidupannya terlihat cukup semarak dan bergairah karna dia masih bisa berteriak bahkan melemparkan palet pada hantu yang menyanderanya.
“Yanzi!!” Alan dengan cepat ingun menubruk Yanzi. Namun niatnya itu gagal karna mas Kun menarik kerah belakang pakaiannya dan menjinjingnya.
Dengan menyedihkan Alan menggerak-gerakkan tangan dan kakinya berusaha melepaskan dirinya dari jinjingan mas Kun sementara mulutnya tak berhenti merengek.
“Yanzi. Bagaimana kau tega meninggalkanku bersama hantu mesum ini. Setiap hari dia menindihku hingga bokongku mati rasa. Kau cepat selamatkan aku atau aku akan mengadukanmu pada kakekku!”
Mulut Yanzi membentuk garis lurus mendengar ancaman orang yang bahkan tidak bisa melepaskan diri dari jinjingan kuntilanak itu.
“Tapi aku melihatmu bersenang-senang disini.” Ucap Yanzi.
“Mmn, syukurlah kalian bisa akur, kan mas Kun?” Juena menyahuti.
Alan memelototi dua orang yang tak tahu bagaimana rasa bokongnya saat ditumbuk barang besar, keras, panjang dan dingin. Rasanya sangat…. memyenangkan. Alan menangis dalam hati mengetahui fakta bahwa dia tidak bisa begitu saja mengatakan jika rasanya menyakitkan. Karna dia juga cukup merasakan kesenangannya saat ditumbuk pada bagian itu.
“Kami sama sekali tidak akur!” Akhirnya hanya ini bantahan yang bisa dikeluarkan Alan.
Dia berkacak pinggang selagi tubuhnya masih tergantung ditangan mas Kun.
Sementara itu sepertinya mereka melupakan Regalih yang sudah nyaris pingsan mendengar ucapan Alan. Ternyata benar jika Yanzi adalah orang yang akan menumbalkan temannya. Seharusnya dia tidak mempercayainya sejak awal.
Dan lagi, apa maksudnya menindih hingga bokongnya mati rasa? Apa ini jenis seperti yang dia pikirkan tentang adegan dari percintaan kaum gay?
Berpikir bokongnya akan dimasuki sesuatu seperti benda diantara selakangan milik hantu, membuat Regalih merasa nyawanya melayang.
Setelah mengalami shock beberapa saat, Regalih yang tersadar segera berjalan mundur. Sebelum orang-orang sibuk itu sadar tentang keberadaannya, dia harus segera melarikan diri dari.
Siapa manusia normal yang dengan suka rela menyerahkan dirinya sebagai tumbal untuk hantu?
Regalih berbalik dan berniat berlari sekencang-kencangnya. Tapi sayangnya bahkan sebelum dia mulai berlari, dia bertemu dengan makhluk botak yang hanya mengenakan celana dalam bergambar tokoh kartun pemilik kantong ajaib sedang menaiki tangga.
“Ah!” Reaksi terkejut Regalih membuat empat sosok didalam rumah ditambah satu sosok ditangga memperhatikannya.
Kaki Regalih lemas seketika. Dia ingin menjerit minta tolong pada dua pengawal Yanzi yang sedang menunggu sembari memakan pisang yang diambil dari pohon milik Juena. Namun tenggorokannya yang tercekat tak mau mengeluarkan suara.
Tuyul itu mengangkat sebelah alisnya lalu menyeringai, “Sepertinya kau sudah boleh aku bawa pulang.”
Regalih pada akhirnya pingsan mendengar nada bicara yang memiliki arti menyeramkan dikepalanya.
******
[…] Chapter 24 […]
[…] Juena 24 >> […]
[…] << Juena Bab 24 […]