Bab 1 – Laki-Laki Bernama Lukong
Hari itu, udara sangat panas menyengat.
Lukong dan juga kawan-kawannya, tampak sedang duduk di pinggiran sembari menyaksikan pertandingan basket di lapangan kampus siang itu.
Meskipun cuaca begitu panas, para anak perempuan tampak tidak terpengaruh saat mereka sibuk meneriakkan nama pemain basket untuk menyemangati mereka.
Padahal para anak laki-laki tampan, hanya bermain biasa bersama-sama.
Suara mereka begitu riuh. Salah satu anak perempuan, bahkan tampak menyeramkan saat ia berteriak histeris seperti orang gila.
“Kyaaa… Chen YuYan sangat tampan! Chen YuYan! Aku mencintaimu!”
“Chen YuYan! Aku rela mati untukmu!”
“Chen YuYan! Aku ingin menikah denganmu!”
“Chen YuYan! Tidurlah denganku!”
“Chen YuYan! Cium aku!”
Teriakan-teriakan itu, saling bersahutan.
“Cih! Mereka itu sudah gila? Apakah gadis-gadis di kampus ini, sudah tidak memiliki harga diri lagi?” salah satu teman sejurusan Lukong yang bernama Kangjian, berkomentar di sampingnya.
“Kyaaaa!!! Qing dan Qiang juga tampan!!! Kyaaa!!! Semangat!!!” omelan Kangjian, terkubur teriakan massa.
“Anak-anak orang kaya itu begitu sombong. Mereka menganggap diri mereka hebat, hanya karena mereka memiliki kekayaan orang tua dan juga wajah tampan. Kau lihat saja tingkah mereka saat ini, mereka baru saja menjadi anggota kampus ini, namun sudah bersikap seperti mereka adalah pemiliknya.” teman sejurusan Lukong yang lain, menambahkan.
Lukong hanya meneruskan membaca buku di tangannya, sembari dengan santai memainkan lolipop di mulutnya.
“Lukong! Kau tidak merasa kesal pada mereka? Kau lihatlah pacarmu di sebelah sana?” Dewu menunjuk seorang gadis cantik yang berdiri di sudut lapangan. “Dia bahkan ikut-ikutan menyoraki mereka. Kau tidak takut, pacarmu juga akan direbut oleh mereka?” Dewu yang duduk di sebelah Lukong, tampak menyikut Lukong untuk mencuri perhatiannya dari komik percintaan yang dibacanya.
Lukong mengalihkan perhatiannya ke arah MingMei, pacarnya saat ini. “Memangnya apa yang kau ingin aku lakukan?” Lukong bertanya.
“Bukankah kau pernah memegang sabuk hitam di masa sekolahmu dulu? Kau pasti sangat hebat, untuk menghajar seseorang. Maksud kami adalah, beri saja anak-anak baru itu sebuah pelajaran agar tidak bersikap sombong lagi di hadapanmu.” Dewu berkata.
Lukong mengibaskan tangannya dengan santai. “Meski reputasiku terdengar sering berkelahi. Tapi aku bukanlah tipe pria, yang memukuli orang sembarangan. Selama mereka tidak melewati batas yang aku buat, aku tidak akan menyentuh siapapun. Lagi pula, mereka juga belum ada yang merebut MingMei. Memukul mereka secara acak, hanya akan membuatku seperti pria yang cemburu pada kelebihan orang lain.”
Kangjian mengernyit tersinggung. “Maksudmu? Apa kau sedang menyebutkan kami sedang cemburu pada mereka?” balasnya tak senang.
Lukong mengangkat kedua bahunya dengan santai. “Hanya kau yang tahu isi hatimu sendiri.”
Kangjian ingin maju menghajar Lukong, jika saja teman-temannya yang lain tidak mencegatnya.
Perkelahi asal, berurusan dengan pemegang sabuk karate. Sudah pasti Kangjian akan berakhir babak belur di tangan Lukong.
“Memangnya kau tidak takut popularitasmu dicuri oleh mereka? Belakangan ini, sejak kedatangan mereka di kampus kita, para gadis mulai jarang mendatangimu dan membeli makanan untukmu. Semua perhatian, berpindah pada para junior yang sombong. Mungkin saja ketampananmu akan tersingkir oleh mereka juga.” teman Lukong yang lain, menyahut.
Lukong menggaruk kepalanya yang tidak gatal. “Itu menyusahkan. Tapi tidak seperti aku harus memukuli mereka karena alasan seperti itu kan? Sudah kukatakan aku punya batasan, untuk memukuli seseorang.”
“Memangnya apa batasan itu?”
“Pertama, mereka yang memperlakukan buruk orang yang miskin. Kedua, mereka yang membuat keluarga yang aku cintai menangis. Dan keterakhir, adalah laki-laki yang menyatakan cintanya padaku. Selama kau tidak melewati batas ini, maka kau aman dari tanganku.” Lukong menjelaskan.
Wajah Dewu segera berubah. “Memangnya ada, laki-laki yang pernah menyatakan cintanya padamu?” tanyanya.
“Pernah sekali. Dan orang itu, hampir saja mati di tanganku.” jawab Lukong.
Seketika, area mereka menjadi sepi dari keluhan.
***
Suasana kantin kampus siang itu, tampak seramai biasanya.
Lukong yang lagi-lagi mendapatkan traktiran makan dari MingMei, tampak duduk di sebuah kursi yang terletak di pojok kantin.
Porsi makan Lukong, masih sebesar biasanya.
Dia tampak makan dengan lahap bersama MingMei, saat keributan itu tiba-tiba saja terjadi.
Seorang pemuda bertubuh kurus, tampak terlempar bersama meja di sebelah Lukong!
“Apa kau sudah bosan hidup?! Berani sekali kau mengatakan bahwa keluargaku akan jatuh bangkrut! Aku akan mematahkan kakimu, jika kau tidak meralat ucapanmu itu.”
Saat berbalik, Lukong mendapati wajah Kangjian yang merah padam karena marah.
Lalu saat mendongak ke bawah, Lukong mendapati seorang anak laki-laki yang telah terduduk di atas lantai. Wajahnya tertutup sebagian, oleh poninya yang panjang. Sakitarnya dipenuhi tumpahan makanan yang berserakan, jika bergerak sedikit saja, dia pasti akan terluka oleh pecahan gelas atau piring.
Lukong mengenal pemuda itu. Dia bernama Tao, yang bermarga Tao.
Tao adalah teman sekamar Lukong.
Menurut Lukong, Tao adalah orang yang aneh.
Meskipun mereka telah tinggal di satu asrama dan kamar yang sama selama beberapa semester, namun Tao tidak pernah berbicara sekalipun padanya.
Tao terkesan selalu menghindar dari Lukong, juga sering bertingkah aneh.
Sesekali, ia membaca mantra dengan ketakutan di malam hari. Lalu, terkadang juga menaruh beberapa kertas mantra di daun pintu. Penampilannya juga tidak biasa. Dia selalu menggunakan pakaian jelek, saat ke kampus. Juga menutupi sebagian wajahnya dengan rambut, seakan ia takut bahwa ada seseorang yang akan melihat wajahnya.
Nama Tao sudah tersebar di seantero kampus. Dia terkenal, sebagai orang yang sangat pandai meramal nasib.
Banyak ramalannya yang telah menjadi kenyataan.
Tao bahkan menggunakan kemampuannya meramal, untuk mengumpulkan pundi-pundi dari orang yang ingin dibaca nasibnya.
Mereka yang puas, akan memberinya banyak uang. Sementara mereka yang tidak, sesekali akan bertindak seperti Kangjian.
“Kau yang memintaku meramalkan nasibmu untukmu. Saat aku mengatakan kebenarannya, kenapa kau malah memukuliku?” Tao yang saat itu sudut bibirnya telah mengeluarkan darah, mulai membela dirinya.
“Bagaimana mungkin aku tidak memukulimu, setelah kau mengatakan bahwa nasib keluargaku akan hancur di tanganku?” Kangjian berteriak marah. “Setelah ini, aku akan merontokkan gigimu jika kau tidak menarik ramalan bodohmu itu!”
“Aku bisa menarik ramalanku, tapi tidak dengan nasibmu. Aku sudah memperingatimu, bahwa itu bisa saja berubah jika kau mau mengubah sifatmu yang buruk.” kata Tao.
“Apa kau bilang?! Berani sekali kau mengatakan bahwa sifatku ini buruk?!” Kangjian maju dan menendang perut Tao.
“Jangan memukulku. Jangan memukul. Aku akan melihat nasibmu lagi, mungkin saja aku sudah salah lihat.” meski berkata seperti itu, Tao sebenarnya bukan tipe orang yang akan berbohong demi kesenangan orang lain.
Tao selalu berkata jujur tentang ramalannya.
Kangjian berhenti memukul. “Bagus. Sekarang kau lihatlah dengan baik.” katanya.
Lalu Tao benar-benar menatap Kangjian.
Beberapa detik kemudian, raut wajahnya masih buruk saat ia menghela nafas.
Tidak perlu berkata apapun, untuk Kangjian mengetahui bahwa Tao tidak berniat menarik ucapannya.
“Tolong lakukan perbuatan baik saja.” Tao berujar.
Kangjian menggertakkan giginya. “Bukankah kau seorang peramal nasib yang jitu? Kalau begitu, kau pasti tahu bahwa hari ini adalah akhir hidupmu!”
“Aku rasa bukan.” Tao berkata yakin. Karena dia benar-benar telah melihatnya. Ini bukan akhir hidupnya.
Tapi kata-kata itu, malah semakin menyulut emosi Kangjian.
Kangjian mulai menggerakkan tangannya, ingin kembali meninju wajah Tao saat sebuah suara menginterupsi.
“Hentikan, atau aku akan menghajarmu.”
Ternyata, perbuatan Kangjian telah melewati salah satu batas milik Lukong.
Lukong bukanlah tipe orang yang senang ikut campur urusan orang lain. Tapi karena orang miskin Tao telah dihajar di hadapannya, maka itu membuat moralitas Lukong yang tinggi harus campur tangan.
Lagi pula, membuat keributan di keramaian seperti ini, cepat atau lambat pasti akan ada seseorang yang datang untuk melerai.
Kali ini, Lukong akan menjadi seorang pahlawan lagi!
Sinopsis ya bagus. Bikin penasaran.
Semoga cepet up Min. Penasaran lanjutan ya.