Author : Keyikarus

[Chapter 18]

 

Perasaannya saat memeluk Vivian begitu baik. Hanya saja dia tak menyangka jika tubuh seorang gadis cukup liat. Tidak selembut seperti yang orang katakan.

Sementara Zino sudah membeku. Dia menahan diri dari meninju Zinan. Sebagai pria tentu saja posisi ini sungguh canggung. Namun berpikir sebagai Vivian tunangan Zinan, seharusnya ini bukan hal aneh kan?

Baiklah, sekali ini saja. Zino meyakinkan dirinya.

Beberapa saat kemudian Zinan melepaskan pelukannya dan menatap wajah kaku Zino.

Dia tersenyum geli saat berpikir jika tunangannya begitu tak berpengalaman. Mungkin itu wajar saja mengingat gadis ini belum dua puluh tahun.

“Jangan begitu tegang. Ini adalah hal wajar yang dilakukan orang yang bertunangan. Kita bahkan bisa melakukan hal yang lebih menyenangkan.”

Tolong lakukan itu saat Vivian kembali saja! Zino dengan canggung meringis ngeri. Dia bukan pria bodoh tentang hubungan pria dan wanita. Dia juga pernah menonton video porno. Jadi dengan sungguh-sungguh Zino berdoa semoga pria ini bisa menahan hasratnya sampai Vivian kembali.

“Ini sudah siang, kau tidak menawariku makan siang?”

Tidak. Jika bisa aku ingin kau segera enyah!

Zinan tak mengerti kenapa mata Vivian berkelap-kelip dengan emosi yang tercampur aduk.

Apa yang salah? Dia sudah memperlakukan gadis ini dengan baik. Mengunjunginya di hari libur, bahkan membawakannya hadiah.

“Kita bisa bergabung dengan abang dan Mio.” Zino berbalik siap keluar kamarnya.

Tapi gerakannya tertahan saat Zinan menangkap pergelangan tangannya.

“Tunggu, rasanya aku ingin mengambil hadiahku sekarang.”

Tanpa Zino duga, Zinan merendahkan kepalanya dan mencium bibirnya. Perasaan ada sesuatu yang kenyal menyentuh bibirnya dan itu milik pria membuat Zino merasa… tidak nyaman.

Hanya dua detik yang bahkan Zinan belum sempat menggerakkan bibirnya, Zino sudah dengan agresif meninju wajahnya.

Zinan tertegun saat kakinya terbentur tepian ranjang hingga dia terduduk diranjang.

Bukan saja ternyata Vivian meninjunya yang membuatnya terkejut, tapi juga fakta bahwa Vivian memilih meninju bukannya menampar. Apalagi tenaga gadis itu cukup kuat. Bukan seperti gadis bertubuh lemah dengan banyak penyakit.

“Kau!” Zino melotot garang menunjuk wajah Zinan. Tapi sedetik kemudian dia tersadar dan ingin menangis.

Dengan terbata-bata dia mendekati Zinan. Matanya yang panik, gelisah dan ketakutan menatap Zinan, meredakan emosinya yang semula akan meledak. Ini adalah pertama kalinya dia kena tinju!

“Maaf, oke. Jangan katakan pada abang, atau aku akan mati! Berjanjilah padaku kau akan merahasiakan hal ini, oke?” Zino memegang tangan Zinan memelas.

Zinan tak mengerti kenapa emosi Vivian begitu kompleks. Sesaat terlihat akan mengamuk, tapi disaat lain terlihat memelas.

“Kau akan memberiku ganti rugi untuk ini.” Desis Zinan menatap Zino tajam.

Pria itu sedang menghitung kerugiannya. Pertama, Vivian menolaknya. Kedua, Vivian meninjunya. Ketiga, Vivian memintanya merahasiakannya. Bayarannya untuk hal ini tidak murah.

Dan Zinan akan segera mengambilnya.

Setelah kepergian Zinan, Zino menenangkan dirinya. Bersikap seolah tidak ada yang terjadi di depan Jean. Tapi dia masih ingin melarikan diri sementara. Karna itu dia berpamitan akan ke tempat Alice.

Penampilan Zino sebagai Vivian masih baik. Hanya dengan sedikit sentuhan dia sudah terlihat sempurna.

Maka itu sekarang dia hanya duduk-duduk santai di belakang Alice yang sedang memperbaiki baju salah satu pelanggannya.

Oh, apa Zino belum bilang? Meski dari luar tempat ini terlihat seperti salon mahal pada umumnya, tapi bagian dalam cukup luas. Itu termasuk butik khusus Alice.

Dikalangan atas, Alice tidak hanya terkenal pemilik salon, tapi juga desainer. Sayangnya Alice sama sekali tidak tertarik membuat fashion show. Dia hanya mendedikasikan karyanya untuk pemesan.

Meski begitu, beberapa kali majalah ternama meliputnya saat karya-karyanya dikenakan selebriti terkenal atau orang penting lainnya.

Kata Jean, keluarga Alice sesungguhnya adalah keluarga desainer ternama. Jadi tidak heran betapa tersembunyinya Alice, akan ada saja yang memesan karyanya.

Itu membuktikan jika kekayaan dan ketenaran buyut terbawa sampai ke cicit. Sungguh membuat Zino iri!

“Alice, kau di dalam?”

Zino cepat menoleh saat mendengar suara yang familiar. Itu Rua.

“Kemarilah cantik~~ aku sedang memperbaiki gaun pengantin Irina. Dia begitu menjengkelkan. Bagaimana bisa hanya dalam waktu dua minggu dia kehilangan lima kilo berat badan. Seharusnya dia diet terlebih dahulu sebelum memesan gaun padaku. Duh~~”

Rua tertawa renyah mendengar omelan Alice.

Irina bisa dibilang seumuran dengan Rua. Meski tidak dekat, mereka pernah bertemu beberapa kali di rapat pertemuan pemegang saham.

Rua juga pernah bertemu dengannya saat menghadiri salah satu pameran lukisan. Sementara Rua adalah aktris yang mementingkan penampilan, Irina adalah pelukis eksentrik yang melakukan hal-hal di luar nalar.

Meski begitu lukisannya tak pernah terjual dengan harga murah.

Sebelum Rua bisa menanggapi ucapan Alice, matanya lebih dulu menangkap sosok Zino yang duduk manis dibelakang Alice.

“Kau disini? Terakhir kali aku menyesal karna tidak bisa berbicara denganmu.” Rua dengan semangat memeluk Zino. Membuat pemuda itu kegirangan dengan semua pikiran kotornya. Hei, dia pria normal, oke.

“Aku juga menyesal.” Zino tersenyum lebar sampai-sampai wajahnya hampir terbelah.

Dia memperhatikan Rua yang masih se-sexy terakhir kali bertemu.

“Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Rua.

“Dia hanya merusuh. Dan cantik~~ tolong hindari sentuhan fisik dengannya.” Ini Alice yang menjawab.

Sebagai orang yang pernah menjadi pria, Alice tentu saja bisa melihat isi kepala Zino dengan sangat jelas.

Sementara Rua bertanya dengan bingung, Zino menggeretakkan giginya dengan jengkel. Wanita jejadian ini tidak bisa membiarkannya senang.

“Tolong dengarkan saja aku, agar kau bisa menyelamatkan dirimu dari fantasi gila seseorang~~” Alice dengan kepuasan penuh melirik Zino. Dia senang akhirnya memiliki kesempatan membalas dendam.

Sementara gigi Zino semakin gatal. Mengabaikan wajahnya yang memanas malu, dia sungguh ingin mengoyak Alice yang memfitnahnya!

Dia tidak berfantasi, hanya kepikiran saja. Itu dua hal yang berbeda!

Zino baru tahu bagaimana wanita sesungguhnya menghabiskan waktu di salon.

Tidak seperti dirinya yang hanya perlu memastikan perekat payudaranya masih baik, kulit buatan penutup pengubah suaranya masih layak, juga rambut dan segalanya masih oke.

Menjelang sore, Rua yang telah selesai dengan berbagai perawatannya mengajak Zino berbelanja.

Tentu saja Zino senang. Karna Vivian adalah gadis tidak bekerja yang belum menikah, maka dengan tak tahu malu Zino mengatakan dirinya tak diberi uang jajan oleh Jean.

Rua tertawa manis dan dengan baik hati mengatakan jika Zino hanya memikirkan apa yang diinginkannya saja.

Rasa suka Zino pada Rua melejit naik.

Sayangnya itu hanya bertahan sebentar. Setelah Zino tahi bagaimana pola belanja Rua. Zino merasa mau pingsan.

Rua adalah pemaksa sejati yang lebih buruk daripada Zinan. Tanpa mau mendengarkan penolakan Zino, dengan antusias dia memerintah Zino mencoba berbagai pakaian manis dengan renda dan pita.

Wanita yang seperti kerasukan setan itu tidak berhenti membeli ini dan itu meski masing-masing tangan mereka telah penuh dengan tas belanjaan.

Bahkan kaki Zino seperti mau patah karna berjalan ke sana kemari tanpa henti. Jika bisa, Zino ingin melambaikan bendera putih dan mengakui keperkasaan para wanita yang sedang belanja.

Tiba-tiba Zino memiliki dorongan untuk berterima kasih pada Vivian karena kondisi tubuhnya. Dengan memasang wajah lesu yang memprihatinkan, Zino berkata pada Rua: “Kakak, sepertinya aku kelelahan. Tubuhku rasanya tidak enak.”

Rua menatap Zino dengan cemas. “Ah maafkan aku. Karna terlalu senang aku melupakan kondisi tubuhmu. Apartemen ku lebih dekat dari sini, kau bisa beristirahat sebelum pulang.”

Zino mengangguk semangat. Dia tidak bohong mengatakan bahwa dia kelelahan.

Sesampainya di apartemen Rua, Zino baru merasakan hal yang janggal.

Apartemen ini terlalu lembut dengan  perpaduan warna-warna pastel. Terlebih barangnya terlihat lebih feminim.

Rua tersenyum melihat kebingungan Zino. Dengan sukarela dia menjelaskan. Toh ini bukan rahasia yang semua orang tidak boleh tahu. Tapi media memang tidak boleh tahu

“Aku dan Leihan pisah rumah. Jangan terlalu terkejut, kami menikah seperti kau dan Zinan. Hanya dijodohkan demi kenaikan nilai saham dan kerja sama bisnis.”

Zino tertegun. Dia seharusnya sudah menduga ini. Tapi entah kenapa dia tetap merasa terkejut memikirkan pendapat Vivian sama sekali tak dibutuhkan untuk hal sepenting pernikahannya.

“Apa kau tidak menyukai Leihan?”

Rua menatap Zino sejenak sebelum tertawa, seolah mereka hanya membicarakan hal yang tidak penting.

“Tidak juga. Aku sama sekali tidak merasakan suka atau tidak suka pada Leihan. Kami tidak serumit itu.”

Zino mengernyit bingung. Bukankah ini aneh? Mereka menikah, tapi tidak tinggal serumah, juga tidak merasakan perasaan apapun, bahkan ketidaksukaan.

“Jadi bagaimana kalian bisa terus seperti ini? Bukankah ini melelahkan?” Tanya Zino. Di matanya itu berarti Rua hanya seperti dirinya. Tetap sendiri meski kenyataannya memiliki ikatan pernikahan.

Rua menghentikan kegiatannya memilah barang-barang belanjaannya. Dia menatap Zino dan tersenyum geli.

“Apa kau menyukai Zinan?”

*****

<< Peran Pengganti – Chapter 17

Recommended Articles

0 Comments

  1. Punya tunangan perhitungan sial banget vivian (atau zino) 🤣🤣😂

  2. Aku mampir lagi. Setelah sekian lama. Ahaha…. finally first kiss nya Zino keembat 😂😂

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!