Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com
Pemuda itu hampir pingsan saat mendengarnya. Sungguh, mengatakan setuju itu mudah, tapi menjalaninya sangat sangat sangat jauh dari kata mudah! Tiba-tiba Zino memiliki dorongan untuk menyerah sekarang!
“Sudah terlambat untuk menyesal. Vivian sudah terbang keluar negeri. Dan kau sudah menerima uangnya.” Ucap Jean yang tahu pikirannya.
“Bagaimana aku bisa menjadi Vivian? Aku tak punya dada. Lagipula sumpalan akan mudah ketahuan. Selain itu ‘milikku’ terlalu besar. Jadi tak bisa disembunyikan begitu saja. Ini tak akan berhasil.”
Jean mengernyit mendengar nada membujuk Zino. Beraninya pemuda ini berniat mengingkari kesepakatan. Jean akan senang membuatnya menderita.
“Aku sudah mengurus semuanya…. Alice, dia yang aku bilang untuk kau urus.”
Zino kecewa pada kalimat pertama Jean, namun sedikit semangat di kalimat kedua Jean. Dia pikir akan memiliki sedikit hiburan saat diurus gadis dengan nama yang cantik.
Sayangnya lagi-lagi Zino harus kecewa saat melihat seorang….setengah pria setengah wanita dengan gemulai meraih bahunya.
“Kemari manis~~ yakinlah, aku akan membuatmu sangat nona Vivian, oke?” Alice mendorong Zino masuk kesebuah ruangan.
Zino merasa akan pergi menyusul neneknya saat mendengar suara mendayu-dayu Alice.
Ini penipuan! Aku bahkan belum melakukan hal jahat untuk mendapat karma. Kenapa nama Alice harus digunakan wanita jadi-jadian?!
Zino memprotes dalam hati dengan putus asa.
Yang dialaminya selanjutnya bahkan lebih membuatnya merasa tak bernyawa. Alice menempelkan payudara silikon palsu didadanya. Memakaikannya bra. Mengganti celana dalamnya menjadi berenda dan ketat, membuat junior kesayangannya nyaris mati terjepit.
“Kenapa celana dalam juga harus diganti?!” Protes Zino. Logikanya, memangnya siapa yang akan memeriksa celana dalam?!
“Heee? Siapa tahu tunangan Vivian akan langsung menyerang dipertemuan pertama. Kau harus siap dengan celana dalam andalan!”
“Justru dia tidak boleh menyerang! Aku laki-laki!” Raung Zino.
Akhirnya setelah perdebatan sengit, junior kesayangan Zino bisa bernafas lega dengan celana dalam normal miliknya.
Zino menatap pantulan dirinya di cermin besar. Seorang pemuda memakai gaun putih selutut, dada menggembung seolah menggoda… tunggu rasanya dadanya lebih menonjol dibanding dada Vivian.
“He he he aku selalu gatal ingin mengubah dada kecil Vivian menjadi montok. Dan akhirnya kesampaian~~” Jawab Alice saat Zino bertanya.
“….” Dasar sesat!
“Sejujurnya aku tak menyukai ide Vivian. Ini penipuan~~ tidak bagus~~” Sembari bicara, Alice mengarahkan Zino duduk didepan cermin.
Beruntunglah rambut Zino sangat jarang dipotong sehingga tidak sependek rambut pria pada umumnya. Itu memudahkan Alice menyambungnya. Menciptakan rambut panjang untuk Zino.
“Kenapa kau mau melakukan ini, hm~~?” Zino menduga Alice tahu rencana Vivian sebanyak Jean.
“Dia memberiku banyak uang.” Sahut Zino acuh tak acuh. Setelah beberapa saat, rupanya tidak begitu sulit menerima dirinya yang tiba-tiba menjadi seorang gadis.
“Kalian berdua saudara yang tak seperti saudara. Ku harap kalian baik-baik saja. Karna tidak ada penipuan yang berakhir baik~~”
Zino menyadari kebenaran ucapan Alice, tapi dia tidak bisa menyalahkan keadaan. Kenyataannya dia dan Vivian tidak pernah bertemu sejak mereka berpisah. Sangat sulit menumbuhkan perasaan persaudaraan itu.
Jika wajah mereka tidak identik, Zino bahkan tak akan percaya Vivian kembarannya.
Sampai disini Zino merasa Alice tidak buruk. Meski kenyataannya dia tetap membantu mewujudkan rencana Vivian, toh dia masih memberikan kata-kata baik pada Zino.
“Aku tahu. Karna itulah aku akan mengambil kompensasi yang lebih besar lagi. Kau tahu, aku ini orang yang serakah.”
Alice terkekeh lucu saat mendengar kepercayaan diri Zino. Dia cukup terkejut dengan pribadi Zino yang blak-blakkan. Dia pikir dia akan menyukai anak ini.
Beberapa saat kemudian, Alice merapikan rambut baru Zino. Mengaplikasikan bedak, memberinya sedikit lipgloss, menempelkan bulu mata palsu, menjadikan wajah Zino benar-benar manis.
Alice mengangguk puas. Di matanya Zino tak perlu make up berat untuk terlihat menarik.
Jika Vivian terlihat manis dan menawan. Zino lebih terlihat imut dan menarik juga sedikit menggoda. Terlebih mata coklatnya yang selalu berkedip-kedip hidup.
Untuk sentuhan terakhir, Alice meletakkan chip dileher bagian samping Zino. Menutupnya dengan kulit buatan hingga nyaris tak terlihat ada sesuatu jika tak teliti.
“Kata Jean ini untuk membuat suaramu lebih halus~~ ayo coba bicara?” Ucap Alice setelah selesai.
“Apa maksudmu?”
Zino tertegun mendengar suaranya terdengar lebih halus dan manis.
Reaksi Alice lebih heboh, wanita jejadian itu menjerit-jerit gemas.
Zino menghembuskan nafas perlahan. Dalam hati dia mengingatkan dirinya agar jangan senorak Alice. Tapi sepertinya bibirnya tak bisa menahan seringai senang. Iya, dia senang bisa mengetahui jika ada alat semacam ini didunia.
Bayangkan jika dia tak melakukan kesepakatan konyol dengan kembarannya, dia tak akan tahu ada alat yang menarik! Hidupnya akan sia-sia!
Tak menunggu lama, Alice yang sudah puas dengan karyanya langsung menyeret Zino keluar ruangan.
“Jean~~ kau tak akan kecewa.”
Alice memamerkan Zino didepan Jean.
Abang dari Vivian itu mengamati Zino dengan detil lalu mengangguk. Namun matanya berhenti pada kaki telanjang Zino.
“Pakaikan dia sepatu.”
“Katakan heels Jean~~ tolong.” Ralat Alice tanpa memperhatikan Zino yang mulai pusing.
Dia teringat Mei yang selalu mencibir saat melihat Mayu memakai sepatu dengan tumit lancip untuk menghadiri kencan buta.
Gadis itu bilang, Mayu akan memaksa Mei agar memijit kakinya setiap pulang dari kencan buta.
Dan sekarang justru Zino yang akan mengalaminya. Siapa yang akan dipaksanya untuk memijit saat kakinya sakit nanti?
“Yup cantik~~ ayo coba jalan~~” Alice memerintah dengan riang setelah selesai memakaikan heels padanya.
Zino menarik nafas dan melangkah.
Ini sulit dikendalikan! Dia goyah bahkan pada langkah pertama. Zino ingin merengek menyerah saja. Tapi pelototan Jean seolah mengingatkan berapa banyak uang yang sudah Zino terima.
“Baiklah, kita bisa melanjutkan latihan dirumah nanti. Alice, aku bawa dia.” Sergah Jean tak sabar melihat langkah tak stabil Zino.
“Kau harus membawa Zino setidaknya tiga hari sekali ke sini~~ biar penampilannya tetap sempurna, oke?”
Jean mengangguk dan menyeret Zino yang terseok-seok mengikutinya.
Jean terlalu kejam! Zino menggerutu dalam hati.
Sesampainya ditempat yang disebut rumah oleh Jean, Zino tak diberi kesempatan beristirahat. Pemuda itu bahkan tak sempat mengagumi rumah yang dalam pandangannya adalah istana karna Jean langsung mendudukkannya disofa, mencekokinya dengan video rekaman Vivian.
Dari mulai cara bicara Vivian, cara berjalan, kebiasaan-kebiasaan kecilnya, ekspresinya, cara bermain piano, serta semua cara dia melakukan ini itu. Lalu mempraktekkannya dengan Jean sebagai penilai.
Jangan tanyakan hasilnya! Itu jelas penyiksaan bagi Zino!
Tak berhenti disitu, otak kecil Zino juga disiksa oleh berbagai hal yang disukai dan tak disukai Vivian. Segala alergi Vivian. Makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan, tidak boleh kehujanan, tidak boleh kepanasan, tidak boleh terlalu dekat bunga, tidak boleh ini, tidak boleh itu, yang membuat Zino berpikir bahwa menjadi Vivian terlalu mengerikan.
Setelah semua itu, Zino masih diharuskan menghapal yang mana ibunya, yang mana ayahnya, Paman a, Paman b, bibi c, bibi d, beberapa sepupu yang cukup akrab dengan Vivian dan seterusnya.
Baru beberapa hari berlalu dan Zino merasa seperti mayat hidup. Dia merasa sangat dirugikan!
“Kau gila! Kau pikir aku jenius dari langit yang bisa mempelajari hal ini dalam hitungan hari?!” Zino melemparkan buku musik ditangannya.
Kali ini dia benar-benar kesal. Apa otak Jean sama sekali tak bisa berpikir? Butuh berapa tahun Vivian berlatih piano hingga layak dipuji? Itu jelas bahwa dia tak akan bisa melakukannya!
Jean mendesah.
Bukan hanya Zino. Akhir-akhir ini dia juga kelelahan. Membuat pemuda bebas dan urakan menjadi gadis anggun bukanlah hal mudah. Terlebih Zino sangat suka membantah ucapannya.
Pemuda itu selalu memprotes ini itu. Meremehkan ini itu, hingga membuat Jean jengkel.
Tidak boleh ada kesalahan sekecil apapun dalam gerak-gerik Zino. Atau itu akan menjadi masalah bagi adiknya di masa depan.
Terkadang Jean ingin menyerah menjadi seorang abang yang baik. Vivian sangat sulit dimanjakan. Terlalu banyak permintaan.
Tapi dia juga tahu, Zino tak akan bisa bermain piano sebaik Vivian dalam hitungan hari.
“Baiklah, istirahatlah. Besok kita akan menemui Alice. Lusa orangtuaku datang dan hari berikutnya pertunanganmu akan dilangsungkan.”
Zino hanya bergumam ringan. Menjatuhkan tubuhnya di kasur lalu memejamkan mata. Tidur. Mengabaikan Jean seutuhnya.
“Mei…. mendapatkan uang dari menipu saja sesulit ini, apalagi dengan cara bagus.” Gumam Zino sebelum terlelap.
*****