Ignorant Prince – Bab 2

Publish at Kenzterjemahan.com

Chapter 2 – Mendapatkan Banyak Hati

~ Author : Keyikarus ~

Jeha bangun dari tidurnya dengan malas. Dia membentangkan tangannya membiarkan kepala dayang membuka pakaiannya sementara dayang lain mengisi bak mandi.

Dia kembali tertidur hanya setengah menit setelah masuk ke bak mandi. Sepenuhnya menyerahkan urusan menggosok dan membersihkan dirinya pada para dayang.

Rambut panjang yang seperti sutra dicuci dengan lembut dan hati-hati. Jika para dayang membuat pangeran ini terbangun karna menggosok tidak hati-hati, mereka harus bersiap dengannya yang merajuk karna kurang tidur. Dengan alasan itu maka Jeha akan bergelung dikasur hingga pagi keesokan harinya. Meninggalkan salam paginya kepada ibunya. Meninggalkan pelajarannya. Bahkan melupakan makannya.

Jika sudah begitu, maka para dayanglah yang akan terkena omelan selir Jin Ni.

Seolah menuruni sifat ibunya, Jeha sangat menyukai aroma mawar. Jadi entah itu cairan di bak mandi atau wewangian untuk pakaian dan ruangannya semuanya beraroma mawar.

Setelah selesai memandikan Jeha, kepala dayang menatap dupa yang terbakar di sudut ruangan. Tepat ketika batang itu habis terbakar, dia membangunkan Jeha dengan suara lembut agar pangeran tidak terkejut.

Merawat Jeha bahkan lebih merepotkan daripada merawat Putri Calya. Tapi karna mereka sudah mengalami ini bertahun-tahun, itu sudah tidak menjadi hal yang perlu diributkan.

Jeha yang terbangun menggosok matanya. Wajahnya yang terlihat lembut dan cantik dengan warna kemerahan menatap kepala dayang dengan linglung.

Pemandangan ini selalu dilihat, namun tetap saja para dayang itu sesak nafas saat melihatnya lagi dan lagi. Pesona pangeran Jeha seolah bisa menjerat dan membunuh mereka.

Jeha beranjak dari bak mandi. Membiarkan dayang mengeringkan tubuhnya dan memakaikan pakaian padanya. Mengikat setengah rambutnya yang telah dikeringkan dengan hati-hati, juga merapikan poninya yang menutupi kulit seindah pualam.

Hiasan disematkan diikatan rambutnya, itu memiliki enam rantai halus panjang yang jatuh selaras dengan rambut bak sutranya. Menjadi warna emas mencolok diantara sutra hitam yang mempesona.

Dayang menjauh setelah selesai mendandani Jeha. Jika tidak membuka mulut dan mengabaikan apa yang terjadi dipagi hari, maka Jeha adalah pangeran dengan keanggunan sempurna.

Sayangnya, berapa lama Jeha tahan tidak membuka mulutnya atau berlari-lari tak jelas?

“Eiii matahari sudah sangat tinggi. Ibunda pasti akan mengomeliku. Bagaimana kalau aku mengunjungi kakak saja?”

Kalimat pertama yang keluar dari mulutnya hari ini adalah keluhan. Membuat para dayang mendesah dalam hati.

“Baiklah, aku mengunjungi kakak saja.” Putusnya. Lalu dengan langkah riang Jeha menuju Janitra, istana dimana pangeran mahkota tinggal.

Dibelakangnya, para ksatria berjalan waspada, bersiap menangkap jika tanpa sengaja pangeran itu terjatuh. Mereka yang semula bangga bisa menjadi ksatria seorang pangeran harus menguatkan hati saat kecepatan luar biasa mereka hanya dibutuhkan untuk mencegah pangeran terluka saat tak sengaja terjatuh.

“Pangeran, anda akan melewati ruangan Nyonya Astami.” Kepala dayang mengingatkan dengan hati-hati. Langkahnya terseok-seok mengikuti kecepatan Jeha.

Astami adalah julukan yang diberikan Baginda raja pada Selir Jin Ni. Semua abdi kerajaan selalu menyebut selir Jin Ni dengan nama itu.

Mendengar itu, Jeha langsung menghentikan langkahnya dan menggantung kepalanya. Bagaimana dia bisa lupa jika dia berada di satu istana dengan ibunya. Sepertinya dia tidak akan bisa melewati omelan ibunya pagi ini.

Jeha sangat ingin memiliki istana sendiri seperti kakaknya. Namun, itu keistimewaan yang hanya bisa diperoleh putra mahkota Prada. Jeha harus puas hanya dengan menginvasinya sesekali.

Belum sempat Jeha memikirkan untuk kabur lewat Jendela, dia melihat sosok selir Jin Ni bersama para dayang dan ksatrianya berjalan kearahnya dengan senyuman manis. Tapi semua juga tahu, semakin manis senyumnya, semakin panjang omelan bernada lambat yang akan diucapkannya.

“Sepertinya kau berencana meninggalkan rutinitas wajibmu, pangeran.”

Jeha mengangkat wajahnya mendengar ucapan ibunya yang hanya berjarak tiga meter didepannya. Dia memasang wajah tak puas karna tuduhan ibunya dan berniat protes.

“Mana mungkin aku….” Jeha menelan salivanya saat melihat pelototan seram ibunya.

Dia berdehem pelan melonggarkan tenggorokannya sebelum memperbaiki postur tubuhnya dan berkata, “Salam Ibunda, semoga keberuntungan selalu menyertaimu.”

Tatapan selir Jin Ni melembut melihat putranya melakukan salamnya dengan benar.

“Semoga keberuntungan juga selalu menyertaimu putraku.” Dengan sayang dia mendekat dan mengusap kepala Jeha.

Merasakan ibunya tak lagi garang, Jeha dengan manja menempel. Memasang wajah menyedihkan yang biasanya tidak bisa ditolak siapapun.

“Ibu, biarkan aku mengunjungi kakak.” Rengeknya.

Selir Jin Ni menjetik dahi putra bodohnya itu. Berusaha memasang wajah galaknya lagi.

“Anak bodoh. Kau ingin melewatkan pelajaranmu? Bagaimana kau bisa sepintar pangeran mahkota jika bermalas-malasan?” Tegurnya.

“Karna ibu selalu mengataiku bodoh maka aku jadi bodoh. Jangan khawatir ibu, aku bukan pangeran mahkota, jadi tidak membutuhkan kepintaran untuk hidupku.” Jeha mengeluh sekaligus menenangkan kekhawatiran ibunya.

Bukannya berhenti khawatir, selir Jin Ni merasa otaknya mendidih mendengar jawaban putranya. Darimana dia berpikir jika hanya putra mahkota yang harus pintar?

Pangeran yang hanya tahu makan dan minum akan cepat ditendang keluar dari istana. Dengan otak kecil Jeha, Selir Jin Ni khawatir putranya akan mati kelaparan dan ketakutan dengan hanya hidup dua hari diluar sana.

Setidaknya dia harus bisa mengerjakan tugas kecil agar kehidupannya dapat terus ditopang.

“Baiklah, teruslah menjadi bodoh dan ibu akan mencarikanmu istri dari kekaisaran Xu.”

Itu adalah solusi yang cukup baik. Meski keluarganya hanya berada diperingkat rendah, itu masih mampu memberi Jeha makan untuk seumur hidup.

Wajah Jeha seketika pucat mendengar ucapan ibunya. Dalam bayangannya, semua wanita Xu itu seperti ibunya. Cerewet, pemaksa, tukang ancam dan suka menakutinya. Dia merasa pasti akan mati tanpa jasad jika benar-benar menikah dengan wanita Xu.

Jika selir Jin Ni tahu bagaimana pemikiran putranya, mungkin dia akan muntah darah lalu memukuli putra bodohnya sampai mati.

Dia tahu Jeha tidak mau menikah dengan wanita Xu, tapi dia tidak pernah tahu alasannya.

Keluarga kerajaan Prada memiliki tradisi mendapatkan istri saat berusia enam belas atau tujuh belas tahun. Jadi biasanya para anak-anak akan diperkenalkan pada lawan jenis secara berkala sejak berusia sepuluh atau sebelas tahun. Itu memberi waktu bagi mereka untuk saling mengenal dan memilih yang paling cocok. Karna kebanyakan pria Prada hanya memiliki satu istri. Hanya sedikit yang memiliki dua istri dan sangat langka yang memiliki tiga istri.

“Aku akan belajar ibu. Berhentilah menjodohkanku dengan wanita Xu. Aku masih kecil.” Rajuk Jeha. Dia berbalik dan melangkah ke ruang belajar dengan kesal.

“Tidak ada anak kecil yang mengaku anak kecil.” Sahut selir Jin Ni yang masih bisa didengar Jeha.

Sejujurnya dia masih ingin mengomeli Jeha, tapi sekarang adalah waktu belajarnya. Dia tidak ingin mengganggu. Jadi dengan berat hati membiarkan Jeha hilang dari pandangan.

Guru kali ini sangat kesulitan karna Jeha hanya belajar dengan setengah hati. Sedangkan belajar sepenuh hati saja Jeha membutuhkan empat kali waktu bagi anak biasanya untuk menyerap pelajaran, bagaimana dengan setengah hati?

Itu hanya membuat gurunya nyaris terserang tekanan darah tinggi karna terus-menerus menahan amarah. Bagaimanapun yang diajarnya adalah seorang pangeran, dia bahkan tidak boleh mengeluarkan sedikit keluhan.

Ketika dia baru berniat memelototi pangeran ini, tiga ksatrianya dipojok ruangan lebih dulu memelototinya. Sangat menakutkan.

Beruntung Aris datang sebelum kepala guru itu benar-benar meledak.

“Salam pangeran mahkota, semoga keberuntungan selalu menyertai anda.” Guru itu dengan sukacita menunjukkan rasa hormatnya.

“Salam guru. Anda bisa pergi, aku yang akan mengajari pangeran Jeha hari ini.”

Mendengar ucapan Aris, si guru merasa dibebaskan dari hukuman. Dengan wajah cerah dia memberi hormat sekali lagi sebelum pergi. Meninggalkan Jeha dan Aris diruangan itu.

Para dayang dan ksatria menunggu dengan patuh disisi ruangan.

Aris mengangkat tangannya saat kepala dayang Jeha akan mengingatkan pangeran itu untuk memberi salam. Melihat itu, dayang kembali mundur dengan patuh.

“Apa yang membuatmu begitu cemberut?”

Aris duduk diseberang Jeha. Dia menatap kertas yang tersebar dimeja, melihat tulisan Jeha membuatnya merasa ngeri. Kenapa keindahan wajah sama sekali tak berpengaruh pada keindahan tulisan?

“Hari ini ibu manyebutku bodoh lagi. Kakak, apa menurutmu aku bodoh?” Tanya Jeha menuntut.

Ini bukan pertama kalinya Jeha bertanya padanya. Aris tersenyum lembut, mengumpulkan kertas dimeja dan mengamatinya dengan hati yang berusaha tabah.

“Bagaimana menurutmu?” Satu trik yang mampu membuat Aris terbebas dari beban kemungkinan menyakiti hati adiknya.

“Aku bodoh.” Gumam Jeha lesu. Dia merebahkan kepalanya dimeja.

Prilakunya itu membuat Aris tak nyaman. Dia mengusap kepala Jeha dengan sayang. “Kau mungkin bodoh dalam seni tulis dan lukis, tapi aku yakin kau memiliki kelebihan di bidang yang lain.”

Mendengar penghiburan Aris, Jeha dengan semangat mengangkat kepalanya. Matanya mengerjap berkilauan, begitu hidup dan menakjubkan. Seketika Aris tahu apa kelebihan Jeha.

“Benarkah? Berikan aku contoh kelebihanku.” Desaknya tidak sabar.

Aris tertawa kecil. Mengulangi hobinya mengusap kepala Jeha sebelum berkata, “Kau memiliki wajah yang sangat menawan dan sifat menggemaskan. Itu akan dengan mudah mendapatkan hati siapapun.”

“Baiklah, aku akan mendapatkan banyak hati dan membuat mereka menopang hidupku. Jadi ibu tidak perlu cemas aku akan kesulitan dimasa depan.” Jeha mengepalkan tangannya dengan tekad sementara Aris tertawa senang melihat semangatnya.

Dia tidak akan menyangka jika ucapannya akan membuat penyesalan besar baginya. Adik polosnya benar-benar akan mengumpulkan banyak hati.

Itu cerita di masa depan. Untuk saat ini nikmati saja senyum ceria dan menawan pangeran Jeha.

*********

<< Jeha 1

Recommended Articles

0 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!