Author : Keyikarus

[Chapter 22]

 

Sudah biasa saat kita sangat berharap waktu berjalan lambat atau bahkan berhenti, tapi justru kita merasa jika waktu berjalan sangat cepat sampai membuat kita ingin menangis.

Zino membujuk Jean agar tidak membiarkan Zinan datang dan mengajaknya kencan, namun pada akhirnya duda beranak satu itu justru memastikan Zino tidak kemana-mana hingga Zinan datang.

Jean sengaja membuat Zino melakukan hal yang tidak disukainya. Sungguh pikiran jahat yang terpapar.

Zino hanya mencibir saat mendengar Jean beralasan bahwa hal yang baik saat Zinan bisa bersikap baik pada Vivian.

Karna Jean sama sekali tak membantu tapi justru mempersulitnya, Zino berdalih tak punya pilihan selain melibatkan Mio.

Dia menghasut gadis kecil itu agar merengek bahkan mengamuk agar diperbolehkan ikut Zino pergi.

Setidaknya, karna ada Mio konsep kencan dikepala Zinan menjadi gagal. Itu menurut Zino.

Lalu disinilah mereka berakhir. Satu pria dewasa, satu gadis dan satu anak kecil berdiri menatap keramaian taman bermain.

Zinan menghela nafas. Ini bukan konsep kencan yang diinginkannya. Tapi gadis kecil yang menempel pada Vivian merengek tanpa henti agar mereka ke sini.

Dia melirik wajah tunangannya yang dipenuhi aura licik. Mengenal Vivian beberapa minggu cukup membuatnya mengetahui jika gadis yang katanya mudah sakit ini selalu memiliki hal nakal dikepalanya.

“Apa yang ingin kalian lakukan pertama kali?” Tanya Zinan dengan kesabaran yang tak biasanya dia gunakan.

Zino dan Mio saling pandang. Entah bagaimana mereka memiliki ide yang sama.

“Selagi masih siang, ayo masuk rumah hantu.” Putus Zino.

Dia sama sekali belum pernah ke tempat ini. Yang pernah didatanginya hanya pasar malam. Namun dia tidak begitu berani masuk rumah hantu saat malam hari. Karna itu dia memutuskan mengunjungi wahana seram itu disini selagi siang.

Zino bukan seorang penakut. Tapi kalau dikejutkan pasti reflek berteriak dan kabur  akan keluar.

“Ya!” Mio dengan patuh menyetujui.

Zinan terdiam beberapa saat sampai membuat Zino tak sabar.

“Ayo. Kenapa kau diam saja? Tunggu. Jangan bilang kau takut?” Zino menyangga dagunya dan menyeringai. Ekspresinya membuat seseorang ingin memukul wajahnya.

“Tolong perhatikan kata-katamu.” Tandas Zinan. Kali ini dia memamerkan senyum tersinggung yang membuat Zino langsung diam.

“Kalau begitu, ayo.” Zino yang menghindari bahaya menggandeng Mio untuk mengantre.

Setelah sampai pada giliran Zino, petugas sangat terkejut melihat seorang gadis dan anak balita.

Sepanjang sejarahnya bekerja, tidak ada yang akan membawa balita masuk ke rumah hantu. Dan sangat tidak disarankan.

Karna itu juga tidak dibuat larangan tertulis tentang ini. Sehingga saat Mio merengek dan Zinan sebagai orang ber-uang turun tangan, mereka bisa masuk dengan damai.

Suasana saat mereka masuk lorong adalah remang-remang. Zino tanpa sadar menggenggam erat tangan Mio. Dia tahu sebentar lagi dia akan dikejutkan sesuatu. Itu membuatnya mempersiapkan jantungnya.

Tapi semakin dia mempersiapkan diri, dia semakin gugup

“Mio, jangan pingsan oke. Nanti bibi dipukul papamu.”

“Hn.”

Dia menatap dinding yang berwarna pudar dengan beberapa -atau mungkin hanya warna- bercak lumut. Ada retakan dibeberapa tempat. Membuat kesan seperti bangunan yang telah lama ditinggalkan.

Jika Zino merasa merinding, maka Zinan sudah pucat pasi. Dia bersyukur berjalan dibelakang hingga dua bocah didepannya tidak tahu betapa gugupnya dia.

Jika Zino tidak mengejeknya, dia harusnya bisa berdalih untuk menghindari tempat ini. Zinan menyalahkan temperamennya yang entah sejak kapan seperti anak kecil jika berhubungan dengan gadis didepannya.

Saat mereka hampir berbelok bunyi krek krek terdengar sebelum sosok tengkorak jatuh dari atap.

“Aaaaaahhhhhh!” Zino menjerit.

Melihat Zino menjerit, Mio juga menjerit. Namun sama sekali tidak ada nada takut dalam jeritannya. Justru dia setengah terkekeh kegirangan melihat reaksi Zino.

“Kaboooorrrr!” Refleks Zino bereaksi seperti saat dia dikejar-kejar massa karna ketahuan mencopet.

Mio tertawa lebar meski terseok-seok bahkan terseret Zino yang berlari seperti kesurupan.

Zino berhenti dan melihat Mio yang terseret namun tertawa sampai tersengal-sengal.

Sepertinya gadis kecil ini gila. Bagaimana saat Zino ketakutan dia tertawa seolah melihat badut?

Sebenarnya Zino tidak menyadari jika Mio hanya terfokus padanya. Dia terbiasa hanya memandang apa yang dia suka dan mengabaikan yang lain. Jadi seseram apapun lingkungannya, dia tidak akan menyadarinya.

“Apa yang kamu tertawakan gadis nakal?” Zino berkacak pinggang.

Mio menggeleng, dia lalu menunjuk ke belakang mereka. “Paman itu ketinggalan.”

Zino menoleh dan menyadari jika Zinan tidak ada. Apa pria itu berlari ke arah yang salah? Tapi tidak ada lorong lain ditempat ini.

Pemuda itu mengernyit tidak senang. Zinan ini kenapa selalu merepotkan. Dia ragu antara meneruskan langkahnya atau kembali melihat apa yang terjadi pada Zinan.

Sedangkan yang disebut selalu merepotkan merasakan seluruh tubuhnya lemas. Dia berjalan perlahan sembari tangannya menyangga berat tubuhnya di dinding.

Beruntung tengkorak palsu itu sudah ditarik lagi. Mungkin petugas yang jaga merasa was-was jika orang ini menderita penyakit jantung. Lihat saja satu tangannya mencengkeram dada selagi tangan lainnya menahan tubuhnya didinding.

“Inilah kenapa aku benci hantu. Mereka selalu muncul tiba-tiba.” Gerutu Zinan mengusap pelipisnya yang berkeringat dingin.

Dia langsung memperbaiki ekspresinya saat melihat Zinan dan Mio muncul dari belokan. Zinan ingin meraung. Kenapa kalian kembali? Apa kalian sengaja ingin mempermalukanku?

“Kenapa kau lambat sekali?” Gerutu Zino.

Zinan mendengus. Dia berusaha menetralkan degup jantungnya yang berlebihan.

“Aku bukan gadis yang harus menjerit dan berlari.” Ejeknya. Dia memuji dirinya yang begitu pintar menemukan alasan.

“Kau…! Baiklah, mulai sekarang tidak ada yang boleh lari meski ada hantu.” Zino memasang wajah menantang. Lalu berbalik dan memimpin langkah mereka.

Baru kali ini Zinan merasa ingin menjitak Vivian. Lari! Harusnya gadis itu tetap lari! Berikan ruang bagi Zinan untuk menenangkan diri. Jika Vivian melihat ketakutannya, Zinan yakin seumur hidup gadis itu akan terus mengungkitnya.

Saat mereka meneruskan langkah, tiba-tiba dari lantai muncul sosok dengan pakaian suster yang penuh darah.

Zino menjerit, Mio menjerit kegirangan, Zinan membeku. Beruntunglah dia tidak memiliki refleks menjerit. Jika tidak, dia akan sangat kerepotan menggali lubang kubur untuk melenyapkan saksi.

Mio kali ini dengan gesit berlari lebih dulu melewati si suster yang ngesot ke arah mereka.

Zino menyusul, sayangnya hak sepatunya patah disaat yang tidak tepat. Zino terjatuh dengan posisi tidak elit, yaitu muka duluan.

Harusnya Zinan tertawa keras, namun nyatanya pikirannya blank karna melihat tubuh suster itu bergetar hebat.

Suster itu menundukkan kepalanya hingga wajahnya tertutupi rambut. Dia tidak mungkin membiarkan orang tahu jika dia tertawa sampai sakit perut.

Meski begitu tangannya masih meraih kaki Zino.

Jadi Zino yang histeris ngesot berusaha kabur, si suster ngesot juga ngesot sambil menahan kakinya. Zinan sudah pergi ke alam lain dan Mio tertawa berguling-guling didepan mereka.

Satu jam kemudian, Zinan yang berwajah angker duduk di kursi taman. Di sampingnya Zino sampai membungkuk sakit perut karna tertawa. Dan Mio dengan senyum ceria menyaksikan pemandangan kontras itu.

“Harusnya aku memvideokan bagaimana kau pingsan tadi. Sungguh pemandangan langka!”

Sebenarnya Zino ingin melihat bagaimana ekspresi Zinan saat ketakutan. Sayang sekali dia hanya melihat pria itu yang sudah tergeletak didekat dinding. Dia hanya bisa membayangkannya dari deskripsi Mio yang sangat sederhana.

“Teruslah tertawa dan aku akan mengambil biaya hiburan ini dengan sangat mahal.” Desis Zinan yang membuat Zino berusaha menutup mulutnya meski jelas bahunya masih bergetar hebat.

Sebenarnya tanpa alasan Zinan tidak merasa keberatan Vivian mengetahui ketakutannya pada hantu. Hanya saja melihat gadis itu begitu senang hingga tidak berhenti tertawa membuatnya sangat gatal untuk mengambil bayaran. Tidak sekarang, tapi mungkin pada saat yang tepat.

“Bibi, ayo naik itu.” Mio yang sedari tadi diam menunjuk bianglala besar dibelakang mereka.

Zino merasa naik bianglala sama sekali tidak menarik. Dia tak akan menemukan hal langka seperti Zinan yang ketakutan. Tapi karna Mio keponakan favoritnya, dia dengan mudah setuju.

“Kau tidak ikut tidak apa-apa. Akan merepotkan jika kau pingsan disana. Itu tidak akan bisa disembunyikan beritanya seperti di rumah hantu.” Zino dengan ceria mengejek. Dia senang akhirnya memiliki sesuatu yang membuat Zinan kesal.

Tapi kemudian dia mengeluh saat Zinan menjitak kepalanya. Ini bukan perlakuan pada seorang gadis. Apa-apaan!

“Disembunyikan apa. Kau yakin mulutmu akan tertutup rapat?” Zinan mencibir. Lalu tertegun. Sepertinya toleransinya pada Vivian semakin besar. Dia benar-benar membiarkan dirinya terpapar tanpa penghalang dimatanya.

Zinan tersenyum. Itu… sama sekali tidak buruk.

Masalahnya adalah dia jelas tidak melihat Vivian merasakan ketertarikan apalagi jatuh cinta padanya. Mata gadis itu selalu mencibir jika menatapnya seolah ingin menghindarinya. Tapi ada saat-saat dimana matanya berkilauan karna senang dan terhibur. Hanya saja Zinan tidak yakin saat apa itu.

Jadi, dia hanya harus membuat gadis itu perlahan-lahan jatuh cinta padanya kan. Masih banyak waktu. Toh pada akhirnya mereka akan menikah. Itu sudah diputuskan.

“Terserah. Ayo Mio kita mengantri.” Zino melengos, menggandeng Mio untuk mengantri.

Zino melirik Zinan yang mengikuti dibelakangnya. Dia mencibir. Dirinya tidak seburuk itu sampai ingin mempermalukan Zinan didepan umum. Bagaimanapun bodohnya Zino, dia kurang lebih tahu status Zinan kira-kira seperti apa.

Zino memuji betapa bermoralnya dirinya.

*****

<< PP 21

Recommended Articles

0 Comments

  1. Pipiku pek sakit pas baca chapt ini.nahan tawa,,,

  2. Kalo ga muncul tiba2 bkn hantu namax pak tp babi ngepet XD
    Setan kok takut sama setan wkwkwkk
    Zino cuma senang pas liat duit pak 🤣🤣🤣

  3. Sumpah. Ngakak baca ini lol

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!