Author : Keyikarus

[Chapter 20]

 

“Seluruh tempat ini sudah menjadi bukti. Jika kau tidak bisa melihat, kau bisa coba menurunkan sedikit pandanganmu.” Gumam Juena malas namun penuh kesombongan.

Prilaku yang satu ini baru bagi Yanzi. Namun justru membuatnya semakin mengingini bocah ini. Dia ingin menghancurkan kesombongannya ditempat tidur dan membuatnya memohon.

Yanzi mengejek dalam hati karna kepalanya hanya penuh dengan Juena dan ranjang. Ini tidak sehat.

Regalih menurunkan pandangannya seperti yang dikatakan Juena. Dia tersentak mundur. Di depannya teko itu menuangkan teh ke cangkir tanpa ada yang menyentuhnya. Ini terlalu nyata. Jelas bukan sulap yang penuh trik.

Dia menoleh saat menyadari tidak merasakan keberadaan dua bodyguardnya. Padahal jelas-jelas mereka ikut masuk dan duduk bersamanya di sini. Bagaimana sekarang bisa tidak ada.

“Kemana mereka.” Gumamnya pada diri sendiri dengan gugup.

Namun karna ruangan ini kecil dan jarak mereka cukup dekat. Itu didengar Yanzi dan Juena.

“Maaf. Ruangan terlalu sempit untuk menerima banyak orang besar. Jadi aku membuat mereka menunggu diluar.” Ucap Juena ringan. Nadanya lebih jenaka. Dan tidak ada lagi aura menindas yang menguar.

Yanzi merasa tergelitik mendengar perubahan nada bicara dari sombong ke normal ala Juena.

“Jadi, bagaimana keputusanmu sekarang?” Yanzi mengajukan pertanyaan pada Regalih.

Dia tiba-tiba merasak tak senang melihat Regalih berlama-lama berinteraksi dengan Juena. Cukup para hantu saja yang membuatnya kesal karna terus berada disekitar Juena. Jika itu manusia, dia akan mengatasinya dengan caranya.

Regalih memperbaiki posturnya dan berdehem. Dia masih gugup memperhatikan cangkir teh di depannya. Lalu dengan hati-hati memperhatikan Juena.

Benarkah bocah ini manusia? Banyak hal yang membuatnya meragukan identitas manusia Juena. Matanya, kulit pucatnya, dan kekuatannya.

“Baiklah. Lalu katakan imbalan yang kau minta.” Ucap Regalih pada akhirnya.

“Tinggalah disini selama tiga bulan, juga berikan aku beberapa batang emas.”

Yanzi tidak terlalu terkejut. Tapi jika seperti ini terus dia akan khawatir. Untuk siapa Juena membuat Regalih tinggal? Terlebih jika tuan muda itu sampai kehilangan nyawa disini. Juena pasti akan mengalami kesulitan.

Mungkin dia kuat, tapi hukum negara ini akan semakin memojokkan jika melihat kekuatannya. Belum lagi para ilmuwan yang mungkin berminat menelitinya jika saja mereka melihat bagaimana menakjubkannya kemampuan Juena.

Sebenarnya Yanzi tidak perlu begitu khawatir. Hukum negara selalu membutuhkan bukti. Dan Juena adalah individu terbaik dengan kejahatan tanpa bukti.

Sementara Regalih tercengang. Permintaan Juena itu sangat aneh dan mahal menurutnya. Dia hanya dukun. Bukannya pembunuh bayaran ataupun pencuri modern.

Dengan wajah suram dia berkata, “Kau pikir siapa aku? Bagaimana bisa kau memintaku tinggal?”

“Kau membutuhkan bantuanku. Dan aku meminta imbalan.”

Wajah Regalih semakin gelap mendengar jawaban ringan Juena. Dia menoleh pada Yanzi yang hanya diam saja. Pria ini mungkin sengaja menyulitkannya. Mungkin saja mereka bersekongkol. Dendam apa yang sebenarnya dimiliki Yanzi padanya?

“Tidak. Aku tidak akan tinggal disini.” Dengan marah Regalih keluar dari pondok.

Juena menatap pintu yang tertutup. Dia mengangkat bahunya lalu bergumam, “Sayang sekali kan. Padahal dia sedikit mirip seperti yang kau minta dulu.”

Yanzi menahan diri agar tidak menghela nafas. Juena ini masih saja memanjakan hantunya. Meminta manusia sebagai imbalan adalah kriminal.

Dia mendorong pemikiran itu ke belakang kepalanya karna mengingat sesuatu yang harus ditanyakannya, “Yumi bilang, ada yang lain dirumah kami.”

Juena mengalihkan tatapannya pada Yanzi. Menatap tepat di mata pria itu. Melihat seperti apa tepatnya yang dimaksud pria itu melalui matanya.

Kemampuannya ini bisa diterapkan pada manusia juga hantu. Jadi tidak ada yang bisa disembunyikan saat menatap matanya. Hanya saja penglihatan ini untuk sesuatu yang sudah terjadi, sama sekali tidak bisa digunakan melihat perasaan atau pikiran.

Yanzi menahan nafas merasakan tatapan intens Juena. Tubuhnya seolah terbakar secara tiba-tiba. Dia bekerja keras menahan perasaannya yang gelisah.

Hanya beberapa detik kemudian, Juena menghentikan tatapan intensnya. Dia tersenyum lemah dan berkata, “Aku tidak tahu apa yang ada disana.”

Kemampuan Juena adalah melihat dari penglihatan Yanzi. Dia bisa melihat apa yang masuk dalam sudut pandang Yanzi, meski saat itu Yanzi sendiri tidak mungkin melihat hantu, tapi Juena akan bisa melihatnya.

Tidak seperti saat pertama kali Juena melakukannya, saat itu jelas beberapa hantu memasuki sudut pandang Yanzi.

Sepertinya makhluk yang berada dirumah Yanzi kali ini sangat tahu cara kerja kemampuan Juena yang satu ini.

Ekspresi polos Juena tiba-tiba berubah menjadi penuh ejekan, bahkan perlahan bocah itu tertawa keras.

Prilakunya lebih mengejutkan Yanzi. Hari ini Juena memasang banyak ekspresi yang tidak biasa. Membuatnya meragukan jika yang di depannya adalah bocah polos beberapa saat tadi. Aura dan prilaku mereka jelas terlalu jauh berbeda.

“Mmn… sepertinya aku harus bertemu dengan Yumi nanti.” Gumam Juena. Nadanya sudah menjadi ringan kembali seperti biasanya. Tentu saja sekaligus dengan wajah polosnya.

Berbagai pertanyaan muncul di kepala Yanzi. Tapi yang paling dominan adalah seperti apa Juena yang sesungguhnya?

*****

 

Sementara itu, Regalih yang sudah keluar dari pondok Juena dengan marah mengajak ketiga bodyguardnya membereskan peralatan dan pergi. Dia sama sekali tidak akan menuruti permintaan tidak masuk akal bocah itu.

Mereka tiba di pondok Juena jelas sore hari. Maka bukan hal aneh saat hanya satu jam perjalanan didalam hutan malam telah tiba.

Udara dingin yang membawa kabut tebal melingkupi sekitar hutan. Bunyi serangga malam bersahutan menyambut kegelapan.

Empat orang itu memakai headlamp masing-masing. Membuat cahaya berkelebatan ditengah kegelapan. Posisi Regalih tentu saja nomor dua dalam barisan mereka.

Tuan muda itu akhirnya mengeluh setelah satu jam lagi berjalan. Dia duduk di akar pohon yang menyembul. Nafasnya terengah-engah dengan keringat yang seperti embun di dahinya.

Dia menerima botol minuman yang diulurkan oleh salah satu bodyguardnya. Meneguk dengan rakus air didalamnya.

“Sebenarnya berapa lama lagi kita mencapai mobil?” Gerutu Regalih.

“Dilihat dari waktu yang sudah kita tempuh, seharusnya ini masih setengah jalan.”

Regalih mengerang putus asa. Dia sudah sangat kelelahan. Rasanya tidak mau lagi menggerakkan kakinya. Tapi tidak mungkin meminta salah satu dari tiga orang ini menggendongnya. Itu hanya akan semakin menghambat perjalanan mereka.

“Sepertinya kita harus berjalan lebih pelan. Entah kenapa kabut disini semakin tebal. Berjalan pelan dan teliti akan mengurangi resiko tersesat.”

Regalih memelototi orang yang bicara. Dengan galak dia berkata, “Bagaimana bisa tersesat. Jelas jalan yang kita lalui bersama Yanzi hanya satu. Tidak ada cabang lain.”

Tiga orang bodyguard itu tidak lagi menjawab. Pertama, Regalih adalah tuan mereka saat ini. Kedua, apa yang dikatakannya benar. Jadi mereka akan menyingkirkan kekhawatiran tersesat. Hanya mengikuti jalan setapak dengan baik.

Setelah beristirahat sepuluh menit, mereka kembali menembus hutan yang gelap dan penuh kabut. Tanpa mereka sadari, seiring dengan langkah mereka, suara hewan malam yang seharusnya terdengar mulai sepi. Bahkan berhenti terdengar ketika waktu berjalan mereka memasuki dua jam selanjutnya.

Regalih yang sudah nyaris pingsan lagi-lagi mengajak beristirahat. Dia terus melontarkan keluhan dan umpatan yang tidak jeals ditujukan pada siapa.

Tanpa mereka sadari, kunang-kunang yang tadinya berkerumun menghias daun dan ranting di atas mereka menyebar. Seolah sesuatu mengusir mereka dengan tiba-tiba.

Beberapa peri kecil yang memiliki tanda sars di dahinya bergerak dalam diam, mereka bersembunyi dibalik dedaunan. Berusaha memudarkan cahaya ditubuh mereka dan perlahan menjauh.

Regalih terdiam saat menyadari tiga bodyguardnya memasang ekspresi waspada. Mereka termasuk dalam kelompok yang terbaik di bidangnya. Insting mereka akan bahaya jelas lebih tajam dari pada Regalih.

“Apa yang terjadi?” Bisik Regalih dengan gugup.

Dia merapat pada salah satu bodyguard. Jelas dia menggantungkan keselamatannya sepenuhnya pada tiga orang ini.

“Ini terlalu sunyi.” Gumam yang paling dekat dengannya.

“Apa maksudnya itu?” Tanyanya tak mengerti.

Bodyguard itu menatap Regalih dengan pemahaman. Tuan muda seperti dia jelas tidak akan memiliki insting yang lebih baik daripada orang yang terlatih seperti mereka.

“Sesuatu yang berbahaya kemungkinan mendekat, atau mengawasi kita. Kami pikir kita harus tetap bergerak dan waspada.”

Mendengar itu wajah Regalih langsung pucat. Dia mulai menyesali banyak hal. Seharusnya dia tidak ke sini. Seharusnya dia menunggu besok pagi saja untuk pergi. Seharusnya dia membiarkan orang tuanya atau kakaknya saja yang mengurus Arlene.

Meski dia sudah menyewa bodyguard berkualitas baik. Tapi kekhawatiran sedang dalam bahaya tidak bisa dihilangkan.

“Kalau begitu, ayo cepat kita bergerak.” Bisik Regalih menahan panik.

*******


<< Oh! Juena 19

Recommended Articles

0 Comments

  1. Juena itu apa sih ?? Aiyyaaa sudah sepanjang ini, saya ikutan penasaran jadinya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!