When Love Was Blind – Chapter 2

Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com

***

Chapter 2 – Menyamar

Dua sosok berpakaian hitam ketat dan satu sosok berpakaian biru berkibar berjalan cepat menyusuri hutan. Yang depan dan belakang waspada dengan situasi sekitar sementara yang berpakaian biru dengan patuh mengikuti.

Bai Ji Chen reflek berteriak terkejut saat kakinya tersandung akar yang menyembul dari tanah. Tubuhnya limbung. Mengetahui akan jatuh, secara alami dia memeluk perutnya. Menahanan agar calon bayinya tidak menderita benturan.

Nyatanya pikirannya salah, pengawal Xi dan pengawal Luo sama-sama sigap. Yang didepan hanya mencapai tangannya, sementara yang dibelakang berhasil meraih pinggangnya.

Setelah Ji Chen berdiri dengan benar, keduanya menunduk meminta maaf. Bai Ji Chen hanya melambaikan tangannya, mengisyaratkan agar mereka mengabaikan kesopanan untuk sementara dan melanjutkan perjalanan.

Suara ledakan besar menggema diarah istana kekaisaran, membuat langkah Ji Chen terhenti. Dia menoleh ke arah istana dan melihat api yang membumbung tinggi. Setelah ledakan satu, disusul ledakan-ledakan lainnya.

“Kekaisaran Lu benar-benar menciptakan senjata meriam itu?!” Gumam Pengawal Luo tercengang.

“Sepertinya begitu. Kekuatan meriam terlihat sama seperti yang digembar-gemborkan. Kita sama sekali bukan lawan kekaisaran Lu.” Sahut Pengawal Xi dengan suara suram.

Sementara dua orang itu bicara, Ji Chen mencengkeram dadanya. Perasaan sakit itu menyerang lagi dengan hebat. Membuat telinganya berdenging, matanya panas dan paru-parunya tersumbat.

Dia membenci kekaisaran Lu sampai ke tulangnya. Mereka merenggut kebahagiaannya. Mereka selalu mengutamakan keegoisan untuk memperluasnya wilayah dan merampas tempat tercintanya. Tempat dimana seharusnya dia bahagia bersama Kaisar dan calon bayi mereka.

Saat Ji Chen menghela nafas demi sedikit meredakan gemuruh menyakitkan dihatinya, kedua pengawal itu seperti baru menyadari jika ada satu orang diantara mereka yang sejak lahir tidak pernah melihat kekacauan secara nyata. Begitu riang tanpa penderitaan.

Mereka ingin menghela nafas tak berdaya melihat mata merah dan wajah pucat permaisuri. Namun pada akhirnya, pengawal Xi hanya mengajak melanjutkan pelarian mereka.

Perjalanan jauh bukan keahlian Ji Chen. Terlebih saat ini dia sedang hamil. Setelah satu jam berjalan, akhirnya dia tidak kuat lagi. Menyandarkan tubuhnya pada batang pohon.

“Permaisuri, kita tidak bisa berhenti.” Bujuk pengawal Luo dengan lembut.

Dengan nafas terengah-engah, Ji Chen melambaikan tangannya. Kali ini dia pucat bukan karna penderitaan, melainkan benar-benar kelelahan. Emosinya yang terkuras menambah beban tubuhnya.

Dua pengawal itu saling pandang, lalu memutuskan dalam dua detik.

Bai Ji Chen hanya bisa patuh saat pengawal Luo membopongnya untuk melanjutkan perjalanan sementara pengawal Xi sebagai penunjuk arah dan mewaspadai sekitarnya. Lalu satu jam kemudian, Bai Ji Chen berpindah ke tangan pengawal Xi dan pengawal Luo menggantikan tugasnya sebagai pemimpin jalan.

Beruntung mereka hanya melakukannya masing-masing dua kali sebelum akhirnya sampai di jalan kecil sebuah desa.

Kondisi tubuhnya yang sedikit membaik, membuat Ji Chen meminta agar dibiarka berjalan sendiri. Rasanya sedikit aneh saat dirinya yang seorang pria begitu dimanjakan.

Keadaan desa begitu sunyi. Ledakan itu hanya samar-samar terdengar dari sini. Bahkan tidak akan membangunkan anjing yang tertidur.

Seharusnya warga sudah tahu jika perang terjadi sejak tiga hari lalu, ini adalah salah satu desa yang tidak dilewati para pasukan hingga membebaskannya menjadi daerah perang.

Mereka menghentikan langkahnya di rumah pertama. Pengawal Luo mengintip ke dalam dan tidak menemukan seorangpun. Lalu pengawal Xi mengintip rumah disebelahnya, itu sama, tidak ada siapapun.

“Sepertinya mereka sudah mengungsi dari sini.”

Pengawal pribadi seperti mereka sama sekali tidak mengurusi keadaan rakyat. Tanggung jawab kelompok mereka adalah keselamatan raja. Namun setelah raja memberikan misi khusus melindungi permaisuri, maka itu adalah tanggung jawab yang harus dijamin dengan nyawa keduanya.

“Kita cari pakaian yang mungkin bisa dipakai.”

Setelah beberapa saat mencari, akhirnya mereka berganti pakaian menggunakan pakaian penduduk biasa.

Sementara Kedua pengawal memilih pakaian yang gak ketat sehingga mudah bergerak, Ji Chen dipilihkan pakaian layaknya anak kepala desa. Pakaian yang cukup anggun dan terhormat namun tidak mencolok. Itu berwarna merah bata.

Pengawal Xi meminta maaf terlebih dahulu sebelum mengikat rambut Ji Chen yang biasa tergerai. Itu dijadikan satu dan diikat tinggi. Berharap itu bisa memberikan sedikit perbedaan.

Setelah yakin penampilan ketiganya baik-baik saja. Mereka beristirahat sebentar. Mereka berniat kembali ke ibukota.

Dari sini, jarak ke ibukota bisa ditempuh kurang dari satu jam jika berjalan tanpa henti.

Sedangkan tempat mereka keluar dari lorong rahasia adalah bukit kecil dibagian belakang istana. Posisinya berlawanan dengan arah ibu kota.

Mereka berencana membaur dengan penduduk dan melihat situasi.

Pengawal Xi mengulurkan segelas air untuk Bai Ji Cheng.

“Saya sudah menguji airnya, dan ini baik-baik saja.”

Ji Cheng mengangguk dan meminum air. Dia memang sangat haus setelah perjalanan yang begitu jauh.

Setelah Ji Cheng meletakkan gelasnya, pengawal Luo berjalan masuk. Dia memberikan kantong berisi perhiasan yang tadinya dipakai oleh Ji Chen.

“Maafkan saya permaisuri. Demi menghilangkan petunjuk, saya membakar pakaian anda.”

Mereka tidak bisa membawa-bawa buntalan pakaian yang merepotkan. Atau jika meninggalkan disini, siapa yang tahu jika akan ada pemerikasaan atau penduduk ceroboh yang menemukannya. Mereka tidak boleh meremehkan resiko sekecil apapun.

Saat fajar baru muncul, mereka berangkat ke ibukota.

**********


<< WLWB Bab 1

Recommended Articles

0 Comments

  1. Sedih amat pelarian sang permaisuri .. Bai Ji Chen, permaisuri laki-laki kan ??

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!