Author : Keyikarus

[Chapter 32]

 

Jean memindahkan putrinya yang tertidur ke kamar. Sejak Mio disini, dia hanya sekali tidur dikamar dengan dekorasi Putri Disney ini. Kebanyakan tidur di kamar Vivian atau dikamarnya.

Seharian ini dia mengalihkan perhatian Mio dari Zino menggunakan mainan, jalan-jalan dan film kartun. Itu semua membuatnya hanya bisa mengerjakan sedikit pekerjaan.

Dia menutupi tubuh putrinya dengan selimut bergambar Belle lalu mencium dahinya. Jean berharap malam ini Mio akan tidur nyenyak.

Setelah dari kamar Mio, Jean masuk ke ruang kerjanya. Berkutat dengan banyak dokumen hingga jarum jam menunjukkan pukul satu dini hari.

Jean duduk di balkon kamarnya. Memegang gelas berisi cairan merah pekat.

Dia sama sekali tidak bisa tidur. Pikirannya terlalu ruwet. Dia mengkhawatirkan Mio yang selalu menanyakan Zino. Dia bahkan mengkhawatirkan anak yang selalu membuat masalah itu.

Orang-orang yang diperintahkan mencarinya mengatakan anak itu sekarang berada di rumah teman gadisnya. Setidaknya dia tahu tidak ada hal buruk yang terjadi padanya.

Jean mengambil ponselnya dan menghubungi Vivian setelah menimbang beberapa saat.

“Ya abang…” Jawab gadis yang sudah lebih dari dua bulan tidak ditemuinya itu.

Di tempatnya berada sana seharusnya sekarang sudah pagi. Mungkin gadis itu saat ini sedang sarapan.

“Bagaimana kabarmu?”

“Baik. Aku sudah memiliki beberapa teman baik. Kegiatannya pun sangat menyenangkan.” Suara ceria itu membuat Jean semakin tertekan.

“Kalau begitu maaf merusak kesenanganmu, aku harus mengatakan jika kau harus pulang. Tak ada bantahan.”

Hening. Hanya terdengar suara nafas Vivian yang tersendat-sendat diseberang sana. Mungkin dia mulai ingin menangis. Tapi Jean tidak bisa lagi bersikap lunak. Yang dilakukannya sejauh ini sudah cukup.

“Apa dia membuat masalah lagi? Kenapa dia begitu tak bisa diandalkan?! Aku bahkan baru mulai memiliki teman! Aku membencinya! Dia hanya mengambil uangku tanpa tanggung jawab!”

Jean diam saja mendengarkan kejengkelan Vivian hingga isakan gadis itu terdengar. Entah siapa yang bisa Jean salahkan untuk ini. Tapi sejujurnya Jean tidak ingin menyalahkan siapapun. Rencana ini dari awal memang penuh celah.

“Abang, ku mohon. Beri aku sedikit waktu lagi. Ku mohon….” Rengek Vivian.

Jean menghela nafas lalu menjawab: “Baiklah. Sebulan. Celah kebohongan ini semakin melebar jika terlalu lama. Itu bukan hal bagus.”

Jeda sesaat sebelum akhirnya Vivian menjawab: “Baiklah.”

*****

 

Pagi harinya, Zino pergi ke tempat Alice.

Ini memalukan, tapi karna Zino sama sekali tidak memegang uang, dia jadi memakai uang Mei. Zino berjanji akan menyerahkan seluruh uangnya pada gadis itu setelah mereka menikah nanti.

Dan seperti biasa, Mei hanya menyahuti dengan mengatakan agar dirinya berhenti berhalusinasi. Sungguh tega.

“Anak nakal. Kemana saja kau~~” Alice memukul bahu Zino dengan gemas.

Kemarin saat dia menghubungi Jean untuk menanyakan mengapa Zino tak datang untuk perawatan penampilannya, pria itu mengatakan hal mengejutkan.

Anak nakal ini kabur setelah mereka bertengkar hebat.

Alice mengetahui segalanya dari awal, jadi tak ada alasan untuk menutup-nutupi apapun darinya.

“Refreshing~~” Sahut Zino menirukan nada bicara Alice.

“Aduh anak kampung ini~~ pakai refreshing segala.”

Zino merasa tersinggung. Tapi tidak sempat protes saat Alice menariknya keruangan biasa.

“Rambutmu sudah panjang~~ ini menjadi mudah.” Alice menyambung satu persatu helaian hingga Zino memiliki rambut panjang bergelombang lagi.

Memakaikan riasan tipis seperti biasanya, Alice beralih ke dada Zino. Mata terbelalak saat menyadari tidak ada gundukan montok disana.

“Aduduh~~ kemana dadamu?”

“Ini.” Zino dengan sengaja membuat Alice jengkel dengan menepuk-nepuk dada datarnya.

Ah ternyata dia cukup merindukan berinteraksi dengan Alice. Padahal hanya beberapa hari.

“Anak nakal ini~~ cepat katakan dimana dada itu. Kau harus segera pakai gaun, sebelum Jean menjemput.”

Zino cemberut. Tentu saja Jean akan tahu jika dia mendatangi Alice. Mereka komplotan.

“Tertinggal dirumah temanku.”

Menghela nafas, Alice hanya pergi sebentar dan kembali membawa dua gundukan yang lebih montok lagi.

Itu membuat Zino protes keras.  Tentu saja diabaikan oleh Alice. Wanita jejadian itu hanya mengatakan jika salah Zino meninggalkan yang pertama.

Setelah Zino kembali menjadi Vivian, dengan lembut Alice memasang alat pengubah suara dilehernya.

“Jangan terlalu tersinggung pada Jean. Terkadang dia bisa meledak-ledak~~ sangat disayangkan jika kalian tidak memiliki hubungan baik.”

“Apanya yang disayangkan?”

“Karna aku menyukai kalian berdua~~”

Zino mengernyit ngeri dan berusaha menghindari Alice. “Tidak usah menyukaiku, oke. Aku sudah menyukai orang lain.”

“Jangan narsis~~ kau hanya anak kecil yang tak bisa memuaskanku. Maksudku suka sebagai teman…”

Zino sudah tersinggung dengan kalimat pertama Alice hingga mengabaikan kalimat keduanya.

Dia sekarang menatap wanita jejadian itu penuh permusuhan. Penghinaannya sama sekali tidak bisa diterima. Bagaimana Zino tidak bisa memuaskannya?

Sebagai pria, harga dirinya diinjak-injak.

Tapi Zino tidak mau membuktikan yang seperti itu kepada Alice. Jika harus pria, maka si kaya Zinan lebih baik!

Sekali lagi tanpa sadar Zino mengusap gelang ditangannya.

Tunggu, sepertinya otaknya mulai keracunan oleh virus yang ditanamkan Mayu.

Sebelum isi kepalanya semakin bermasalah, Zino melihat Jean masuk dari pantulan cermin.

Pria itu membuatnya gugup. Apa yang harus dikatakannya saat pertama kali bertemu setelah kejadian saat itu?

Seolah tidak memperhatikan kegugupan Zino, Jean mengatakan beberapa hal pada Alice lalu beralih pada Zino.

“Ayo, Mio merindukanmu.”

Baiklah, Jean menggunakan alasan paling tidak canggung yang bisa Zino pikirkan.

Zino hanya mengangguk sebagai jawaban. Lalu mengikuti langkah Jean menuju mobilnya.

Alice melambaikan tangannya dan berpesan agar Zino tidak nakal. Pemuda itu hanya menyahuti dengan cibiran. Aku bukan anakmu, oke.

Keheningan didalam mobil membuat Zino sangat canggung. Dia tidak terbiasa dengan situasi seperti ini. Membuatnya memiliki keinginan untuk kabur.

Tiba-tiba suara ponsel Zino berbunyi. Karna kesunyian, deringnya terdengar terlalu kuat. Membuat Zino panik.

Jean melirik pemuda yang memandangi ponsel yang terus menjerit-jerit ditangannya.

Beberapa saat kemudian bunyinya berhenti. Lalu berbunyi lagi, namun Zino masih hanya memandanginya saja. Alisnya terjalin erat seolah berpikir keras.

“Siapa yang menelepon? Kenapa tidak diangkat?” Tanya Jean setelah tidak tahan lagi.

Dengan ragu Zino menatap Jean. “Ini Zinan…”

“Lalu angkat itu.”

“Uhm aku tidak tahu harus menyentuh yang mana. Tanganku gemetar.” Lirih Zino.

Jean tidak tahu harus tertawa atau menangis. Bagaimana bisa pemuda ini membeli ponsel pintar jika tidak tahu cara mengoperasikannya?

Tidak, mengangkat panggilan adalah hal dasar. Sebenarnya seberapa gaptek anak ini?

“Geser saja ikon hijau ke samping.” Saran Jean dengan simpati.

“Oh oke.” Dengan gugup Zino menggeser ikon hijau ke samping lalu menempelkan ponselnya ditelinga.

*****


<< Peran Pengganti 31

Peran Pengganti 33 >>

Recommended Articles

0 Comments

  1. ini cuma perasaanku ato ini emang pendek ya?? :’vv

  2. Kok aku jengkel sama vivian ya .-.

  3. Hahahaha .. rupanya gemetar karena nggak tau mau tekan yang mana, kirain gemetar karena yang nelfon Zinan wkwkk

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!