Author : Keyikarus
[Chapter 35]
Zino meraih Mio yang sudah kelelahan bermain air. Gadis kecil itu menatap dada Zino lalu menatap wajah bibinya.
“Bibi kenapa ini besar sebelah?” Mio tanpa dosa memegang kedua dada palsu Zino dan memencetnya. Membuat Zino menjerit histeris.
Sesaat kemudian Zino cepat menoleh ke arah Zinan yang menatapnya terkejut. Tertawa canggung, Zino melambaikan tangannya. Mengatakan jika tidak ada apapun yang serius terjadi.
Melihat Zinan kembali sibuk bicara dengan seseorang ditelepon, Zino memegang kedua tangan nakal bocah didepannya. Matanya melotot mengancam. Tapi dasar wajahnya tidak ada garang-garangnya atau memang Mio yang terlalu nakal, gadis itu hanya cekikikan dan dengan keras kepala berusaha memencet dada Zino.
Setelah membuat anak itu melepaskan daerah rawan ketahuannya, Zino menyadari jika satu dadanya hilang. Untunglah bra yang dipakainya memiliki busa tebal hingga tetap menggelembung, meski besar sebelah. Ini salah Alice yang memilih dada terlalu montok untuknya.
Dia melirik Zinan yang masih tenang disamping perahu. Beruntung posisi Zino membelakangi pria itu. Dia berpikir apa yang sesuai untuk pengganti dada palsunya. Karna tentu saja ada perbedaan antara bra kosong dan berisi.
“Vivian, kita harus kembali.”
Zino semakin panik mendengar panggilan Zinan itu. Dia tidak mungkin sembarangan memasukkan batu sebagai gantinya kan? Bisa-bisa dadanya sendiri yang lecet.
Jadi dengan mengandalkan keberuntungan, Zino memeluk Mio. Membisiki agar gadis itu tidak mengatakan penemuannya pada Zinan. Juga agar dia tak bergerak. Sebagai anak yang patuh pada bibinya tetu saja Mio mengangguk dengan ceria.
“Kemarikan Mio, kau naik lebih dulu.” Tawar Zinan melihat Zino menggendong Mio didadanya dengan canggung
“Tidak usah. Aku akan bertanggung jawab pada keponakanku sendiri.” Sahut Zino berusaha menutupi kepanikannya.
Zinan memandang aneh prilaku Zino yang terus memeluk Mio meski kesusahan naik ke perahu. Sangat mencurigakan. Zinan menyusul naik ke perahu.
Sebelum Zinan sempat menawarkan bantuan, Zino sudah bersusah payah naik ke kapal dengan Mio masih dipeluk didadanya.
Prilaku anehnya ini membuat Zinan gatal ingin membuka kepala gadis itu dan mengetahui apa isinya.
Zino menerima handuk yang diberikan oleh bodyguard yang menunggu mereka diatas kapal. Dia menolak bantuannya untuk mengurus Mio karna dia akan mengurusnya sendiri di kamarnya.
Iya, Zinan sudah menunjukkan kamarnya di kapal ini.
“Tunggu.” Zinan menghentikan Zino yang akan masuk ke kamarnya.
“Apa?” Dengan gugup Zino semakin mengeratkan pelukannya pada Mio.
Zinan menatap Zino semakin intens. “Apa yang kau sembunyikan? Kenapa begitu gugup?”
Tatapan curiga Zinan membuat Zino berkeringat dingin. Dia tidak bisa membiarkan Zinan menemukan fakta bahwa dia pria. Itu masalah. Masalah Jean, masalah Zinan, masalah Vivian, dan masalah bagi harga dirinya.
Tapi mungkin harga dirinya tidak setinggi itu mengingat dia dengan mudah menceritakan hal ini pada Doni, Mei dan Mayu.
“Tidak ada. Aku kedinginan. Harus segera ganti pakaian.” Zino berusaha dengan cepat masuk ke kamarnya dan menutup pintu.
Tapi Zinan justru menarik tangannya dan tak membiarkannya lepas. “Katakan, apa yang kau sembunyikan?”
Zino melotot berusaha garang ditengah kegugupannya. Selagi satu tangannya berusaha lepas dari Zinan, satu tangan yang lain berusaha mengeratkan Mio ke pelukannya.
Gadis cilik yang mulai sesak nafas itu hanya bisa meringis tanpa berani protes. Lagi-lagi Zino menganiayanya tanpa sadar.
“Baiklah, mari kita lihat ada apa dengan bocah kecil ini sampai kau hampir membuatnya mati lemas.”
Tanpa Zino duga, Zinan menarik Mio darinya. Kekuatan kejutannya membuat Zino tak siap dan Mio terlepas.
Tapi bukan hanya Mio, bagian depan kaos tipisnya ikut tertarik oleh tangan Zinan hingga sobek. Zino tersentak ke depan, berusaha menahan diri dari menubruk Mio yang akhirnya membuatnya terjengkang ke belakang.
Zinan membeku. Tak menyangka hal ini akan terjadi. Dia bahkan lupa menurunkan Mio yang bergerak-gerak tak nyaman karna kakinya menggantung di udara. Dia seperti jemuran yang tersangkut ditangan Zinan.
Meski otak Zino kecil, tapi tidak sekecil itu. Menyadari bagian depan kaosnya sobek, dia dengan cepat menutupi dadanya. Padahal sobeknya hanya tiga centi saja, bahkan tidak bisa dibilang menampakkan tulang selangkanya.
“Kau! Mesum! Sesat! Bagaimana bisa kau bermaksud membuat aku telanjang?! Bajingan!”
Setelah mengatakan tuduhan yang baru terpikirkannya untuk mengalihkan perhatian, Zino dengan cepat meraih Mio, masuk ke kamar dan membanting pintu.
Membiarkan Zinan diluar dengan banyak pertanyaan. Tapi hanya sesaat kemudian pria itu sadar jika mata tunangannya penuh dengan kilatan licik.
Dia sengaja mengalihkan kesalahan agar Zinan tidak lagi mencari tahu apa yang disembunyikannya.
“Baiklah. Aku sangat ingin menelanjangimu. Jadi, kunci pintu yang rapat, oke. Jangan sampai lengah, siapa yang tahu aku bisa masuk lewat mana.” Goda Zinan.
Didalam Zino mengumpatinya, mengatakan betapa dia tidak sopan dan tidak bermoral karna mengatakan hal seperti itu didepan anak kecil.
Zinan tertawa. Sepertinya gadis itu tidak sadar jika dia juga sedang mengumpat didepan anak kecil. Tapi Zinan masih harus memasak dan dengan terpaksa menghentikan kesenangannya.
Tanpa menyahuti omelan Zino, dia pergi.
Di dalam kamar, Zino mengagumi isi lemari yang berada disana. Perawatan Zinan untuknya bisa dikatakan sangat baik, pria itu juga menyiapkan pakaian untuknya dan Mio. Bahkan sampai ke pakaian dalam yang membuat wajah Zino memerah memikirkan bagaimana bisa Zinan membelikannya hal semacam ini.
Berpikir tentang hal genting, Zino mengumpulkan kaos kaki yang ditemukannya untuk menutupi kekurangan didadanya. Lalu sekali lagi dia menekankan agar Mio merahasiakan tentang ini.
Dia mengabaikan pertanyaan Mio tentang mengapa dadanya besar sebelah. Tolong, bagaimana dia bisa menjelaskan jika dia pria dan bukan bibinya.
Setelah dia selesai merapikan diri, dia menatap bayangannya di cermin. Dirinya terlihat anggun menggunakan gaun panjang berwarna putih bersih. dari depan, gaun ini terlihat konservatif dan tertutup, namun bagian belakangnya terbuka hingga pinggul. membuat punggung Zino terasa sejuk.
Ini adalah gaun paling tertutup yang bisa dia temukan dilemari. Jadi bayangkan saja betapa sesatnya otak Zinan. Zino menggerutui Zinan yang sangat berbahaya.
“Bibi terlihat sangat cantik.” Puji Mio.
Zino sama sekali tidak senang mendengar kata cantik, namun karena Mio yang mengatakannya dia membalasnya dengan terima kasih dan senyuman.
“Gadis kecil ini juga terlihat sangat manis.” Zino dengan gemas mencubit pipi Mio.
Mio mengenakan gaun pink pucat. Wajahnya yang bulat dan ceria terlihat begitu hidup. Anak-anak memang selalu menggemaskan.
Zino dan nona kecil Zigan itu dengan riang melihat lautan dari jendela kamarnya. Mereka membicarakan hal-hal tak jelas ala anak kecil. Entah berapa lama sebelum akhirnya mereka mendengar panggilan seseorang.
“Vivian.”
Zino menoleh mendengar ketukan pintu. Dia cemberut mengetahui yang memanggilnya adalah suara Zinan.
Dengan malas-malasan dia membuka pintu kamar. Dia yang tadinya siap menyemburkan kekesalannya karna masalah gaun menjadi lupa saat menatap Zinan yang begitu tampan.
Pria itu menggunakan jas rapi dengan dasi kupu-kupu. Rambutnya disisir rapi ke belakang. Menampakan fitur wajah yang begitu memukau. Terlebih senyum menawan yang dia pamerkan untuk Zino.
“Kau terlihat sangat memukau.” Puji Zinan.
Mendengar itu mau tak mau Zino terpengaruh. Wajahnya memanas. Dalam hati dia memarahi dirinya karna pujian itu sesungguhnya untuk Vivian.
“Ini terlambat untuk makan siang, juga terlalu dini untuk makan malam. Tapi tolong jangan keberatan, karna aku sudah memasak untuk kita.”
Mungkin karna penampilan Zinan yang terlalu memukau atau karena pengaruh suasana, Zino tidak terlalu rewel. Dia dengan mudah mengangguk.
Menggandeng Mio, Zino berjalan dengan bimbingan Zinan.
Ini juga membuat Zino ingin mengutuk dirinya sampai mati. Bagaimana bisa dia membiarkan tangan Zinan bertengger manis dipinggulnya. Bahkan kulitnya bersentuhan dengan telapak tangan pria itu. Membuat Zino merinding.
Zinan melayani Zino dengan sangat sempurna. Dengan alasan tidak mau merusak suasana, Zinan dengan alami melakukannya pada Mio juga.
Mereka menikmati makan di atas kapal selagi kapal berlayar kembali. Saat ini hari sudah sore, matahari sudah rendah diujung horizon.
Tak lama setelah makan selesai, mereka sampai di dermaga.
Zinan mengantar mereka pulang karna dia juga sebenarnya harus melakukan sesuatu. Ayahnya bukan orang yang sabar.
Sesampainya didepan rumah Zigan, Mio keluar lebih dulu. Saat Zino akan menyusulnya, Zinan menariknya dan menekannya ke badan mobil.
Dengan wajah bingung Zino bertanya: “Apa yang kau lakukan?”
Zinan tersenyum manis dan menjawab: “Apa kau lupa jika memiliki banyak cicilan untukku?”
Mendengar itu wajah Zino berubah masam. Pria ini, bagaimana bisa menjadi begitu tercela.
“Itu hanya klaim sepihak mu. Kapan aku pernah setuju?” Zino mendengus dan mendorong Zinan agar menjauh darinya.
“Bukankah aku terlalu baik. Hutangmu sangat banyak dan aku bersedia dicicil. Berterima kasihlah sedikit.”
Zino mencebikkan bibirnya. Dia mencibir dan berniat masuk ke rumah tanpa menghiraukan prilaku gila Zinan.
Mengingat prilaku gila, Zino ingat jika Zinan nyaris membuatnya mengidap penyakit jantung karna mendesaknya saat kehilangan sebelah dadanya.
Jika dipikir-pikir juga, dia akan segera meninggalkan pekerjaan ini. Dan itu berarti dia tidak akan bertemu dengan Zinan lagi. Jadi, tidak akan masalah kan jika dia mencopet Zinan untuk terakhir kali?
Yang penting kali ini harus melenyapkan barang bukti agar tidak ditemukan Jean.
Dengan pemikiran itu, saat Zinan menariknya lagi, Zino dengan pasrah masuk ke pelukan pria itu. Namun tangannya dengan gesit meraba kantong celananya.
Tunggu. Kenapa rata?
Dengan penasaran dia sedikit menekan sentuhannya pada bagian belakang Zinan. Itu benar-benar rata. Tidak ada tonjolan yang seharusnya menjadi dompet.
Tanpa sadar dia meraba lebih intens dibawah pengaruh penasaran. Gerakannya terhenti begitu sebuah tangan menangkap tangannya.
“Ternyata itu benar-benar kau. Betapa nakal.” Gumam Zinan sembari mencium tangan yang digenggamnya.
Sementara itu Zino sudah pucat. Dia tertangkap basah. Yang seharusnya saat terakhir kenapa harus menjadi saat kesialannya?!
Zinan menahan tawa melihat wajah seputih kertas didepannya. Jika begitu takut, kenapa dia harus melakukan hal nakal ini?
Tapi dia sungguh tak bisa marah. Dia justru menganggap prilakunya sangat lucu. Sama sekali melupakan kesulitannya sendiri dimasa lalu. Tapi itu berbahaya jika dilakukan pada orang lain. Jadi Zinan tak bisa membiarkannya.
“Jangan lakukan ini dimasa depan, oke? Jika kau butuh uang maka hanya katakan itu dan aku akan memberimu.”
Zino seketika linglung. Zinan bukannya marah namun menawarkannya memberi uang. Pria pelit ini? Bagaimana ini bisa terjadi?
Mengecup puncak kepala Zino, Zinan tersenyum dan mengucapkan selamat malam. Yang membangunkan Zino dari keterpanaannya adalah kalimat terakhir pria itu sebelum pergi.
“Tapi kesalahan tetap harus mendapat hukuman, aku akan menghitung pelecehanmu meraba bokongku sebagai hutang. Mengingat hutangmu padaku semakin banyak. Tolong rutin untuk mencicil, oke?”
Zino menggeram jengkel sementara Zinan tersenyum senang.
Sedikitnya dia melihat Vivian mulai terpengaruh oleh dirinya. Itu bagus. Perlahan dia akan mengambil hutang gadis itu padanya hingga lunas. Jika dihitung dari awal pertemuan mereka, berapa banyak kerugian yang telah disebabkan gadis itu?
Bahkan sekarang dia akan menuntut gadis itu karna membuatnya selalu merindukannya.
******
[…] Chapter 35 […]
Terlalu sweet g kuat 🙈
Pengen cepat lian zinan tau kalo vivian itu zino… Apa akan terjadi???
Pengen cepet liat zinan tau kalo vivian yg sering ia sentuh itu zino… Kapankah???
ini, zinan yang cinta buta ato terlalu bodoh ya😂 :v
[…] << Peran Pengganti Chapter 35 […]