Author : Kimidori_RgSn
Publish at Kenzterjemahan.
**
Malam itu langit hanya dihiasi cahaya bulan purnama, dikedalaman sebuah hutan terdapat puluhan ekor serigala dengan mata menyala terang sedang melakukan perburuan.
Mereka dibagi menjadi tiga kelompok ada yang kearah utara, barat dan selatan, mereka jarang kearah timur karena itu merupakan batas wilayah perburuan para vampire.
Namun terkadang peraturan hanyalah sebuah kalimat tertulis dan jika diterbangkan maka akan ikut terbawa angin entah kemana.
Seperti halnya yang dilakukan dua pemuda saat ini, mereka seharusnya ikut kelompok utama kearah barat namun ketika ditengah jalan kedua pemuda yang dalam masa pemberontakan itu malah berbelok kearah timur.
Mereka adalah Noland Libert dan Alenzo Raihan.
Bert adalah anak semata wayang pemimpin kawanan serigala bernama Alenzo Alpha, sedangkan Raihan adalah anak dari saudara kembar Alpha yang bernama Alenzo Arnold yang merupakan wakil pimpinan kawanan serigala.
Kedua pemuda itu memang selalu merasa penasaran karena jika malam berburu tiba mereka tidak pernah diijinkan memasuki wilayah timur hutan terlarang karena itu merupakan wilayah vampire.
Disamping itu wilayah vampire sebenarnya tidak berada didalam hutan melainkan dipinggir kota, karena ketika kamu berjalan kewilayah timur hutan itu artinya kamu telah keluar dari dalam hutan terlarang dan masuk kedalam kota yang dihuni para vampire.
“Bert, apa kau yakin kita akan baik-baik saja?” Tanya pemuda disampingnya.
“Kau boleh kembali pada rombongan jika kau tidak merasa yakin.” Sahut Bert.
Sudah susah payah mereka menyelinap untuk bisa sampai kemari dan sepupunya malah berubah pikiran sungguh tidak setia kawan.
“Kau tahu aku juga sangat penasaran seperti apa wilayah mereka, tapi…”
“Cukup! Jika kau memang tak berniat ikut pergi saja sana biarkan aku sendiri.” Usirnya karena kesal dengan sikap sepupunya yang serba plin-plan itu.
Tiba diwilayah timur keduanya langsung menembus perbatasan menuju keluar hutan, terdapat sebuah jalan aspal yang jarang dilewati kendaraan didepan sana dan tak jauh dari jalan aspal itu terdapat bangunan kuno mirip kastil yang merupakan istana vampire juga beberapa rumah biasa layak rumah para manusia sisekitarnya.
“Bert setelah ini kita kemana?”
“Ayo kita kesana.” Ajaknya.
Tempat tinggal para vampire ternyata tak seramai tempat tinggal mereka yang cenderung selalu ramai setiap waktu, tempat yang mereka lewati tak lebih dari kota mati yang tak berpenghuni sama sekali.
Apa mungkin sebenarnya mereka diam-diam sedang mengawasi?
“Ini aneh, tak ada aktivitas sama sekali disini apa mungkin yang kulihat adalah ilusi.” Gumamnya pelan.
Mengingat alasannya masuk kewilayah ini karena saat itu dia sedang dikejar para Rogue dan terpaksa masuk kewilayah timur saat itulah ia ditolong oleh sosok tinggi berwajah pucat.
Wajahnya tak begitu jelas hanya saja sosok yang menolongnya saat itu memiliki aroma yang cukup unik sehingga sampai saat ini ia masih mengingatnya.
“Bert mungkin yang kau lihat saat itu memang ilusi, atau mereka sudah pindah kewilayah lain, kau ingat para vampire selalu berpindah-pindah ketempat yang lebih ramai agar keberadaan mereka tak diketahui.”
Bert terdiam perkataan sepupunya memang ada benarnya, para vampire itu pasti sudah berpindah tempat, karena kebutuhan mereka yang selalu menghisap darah manusia tentunya diperlukan tempat yang tak jauh dari kehidupan para manusia diluar sana, mereka hidup dan membaur ditengah masyarakat layaknya manusia biasa.
“Kau benar, kalau begitu ayo kita kembali sebelum mereka sadar kita menghilang.”
Keduanya kembali ketempat semula lalu mulai mengubah wujudnya menjadi serigala berwarna cokelat terang dan juga putih.
Bert dan Raihan akhirnya menemukan kelompok mereka yang terlihat masih berburu, beruntung tak ada yang sadar jika mereka sempat menyelinap keluar dari rombongan.
Tepat saat tengah malam para serigala yang berburu kembali kepack dengan hasil perburuan yang lumayan banyak lalu memperlihatkannya pada sang pemimpin.
Bert yang merasa sudah tak ada yang perlu dilakukannya lebih memilih masuk kedalam rumahnya bersama Raihan, karena selain malam semakin mendekati dini hari iapun harus kesekolah esok harinya.
“Perburuan kali ini sangat menyenangkan, sayangnya paman Lucky tidak ikut berburu.” Bert berucap dengan wajah sedikit cemberut, karena biasanya saat berburu ia selalu berada disamping paman kesayangannya itu.
Raihan hanya menatap malas sepupunya yang selalu bersikap berlebihan itu, “Paman Luck tidak pulang karena besok ada kelas pagi, kaukan masih bisa bertemu dengan beliau disekolah.”
“Kau benar, aku tidak sabar bertemu dengan paman besok. Aku harus tidur lebih cepat kalau begitu, selamat malam Han.” Ucapnya terburu-buru lalu masuk kedalam kamarnya.
.
.
Esoknya.
Bert dengan penuh semangat memasuki halaman sekolahnya, sebagai murid yang baik ia harus datang tepat waktu sebelum bell masuk berbunyi.
Bersama dengan sepupunya Raihan ia menyusuri lorong sekolah menuju kelasnya, namun sebelumnya Bert mencari keberadaan sang paman terlebuh dahulu.
“Paman Luck, selamat pagi.” Sapanya begitu melihat sosok Lucky yang akan masuk keruangannya.
Lucky menoleh dan mendapati dua keponakannya sedang menghampiri dirinya.
“Selamat pagi para keponakanku.” Ucapnya balik menyapa keponakannya.
“Paman semalam kami semua pergi berburu, sayangnya kau tidak ikut.”
“Maaf tapi aku harus mengajar kelas xı pagi ini.”
“Padahal selain itu aku juga ingin bercerita banyak hal padamu.”
Lucky terkekeh, keponakannya yang satu ini memang sangat lengket padanya, bahkan ia selalu menjadi tempat keluh kesah pemuda berambut arang itu setiap saat jika dirinya berada dirumah kakaknya.
“Sore ini aku akan pulang jadi kau bisa bercerita apa saja padaku nanti.”
Bert melebarkan senyumnya, dipeluknya tubuh Lucky seolah-olah mereka sudah lama tidak bertemu.
Lucky memang tidak selalu tinggal dihutan bersama kawanannya karena terkadang ia harus datang lebih awal kesekolah tempatnya mengajar sehingga ia memilih menyewa sebuah apartement yang cukup dekat dengan sekolahnya dan akan kembali ke kawanannya jika jadwal mengajarnya siang hari.
“Kalau begitu aku menunggumu dirumah, bye paman.” Pamitnya pada Lucky dan kembali meneruskan langkahnya menuju kelasnya.
.
Suasana riuh dikelas x memenuhi indra pendengaran Bert, para murid dikelasnya terlihat sibuk bergosip dan lain sebagainya padahal bell sekolah sudah terdengar lima menit yang lalu seharusnya mereka diam sambil menunggu Guru mata pelajaran pertama masuk.
pintu terbuka terlihat sosok cantik masuk kedalam kelas, dia adalah guru dimata pelajaran pertama yaitu pelajaran bahasa.
“Selamat pagi semuanya.”
“Selama pagi Mrs. Vanna.” Sapa semua murid.
“Sebelum pelajaran dimulai, saya akan memperkenalkan murid baru dikelas ini.” Ucapnya.
Para murid langsung berbisik-bisik, mereka menerka-nerka seperti apa sosok murid baru itu, terutama para murid perempuan yang berharap jika murid itu adalah pangeran tampan.
Apa yang diharapkan para murid perempuan sepertinya menjadi kenyataan, karena begitu murid baru itu dipanggil masuk, terlihat sosok tegap dan tampan berdiri didepan kelas.
“Silahkan perkenalkan dirimu.”
“Giordano Zeecka, panggil saja Zee, saya pindahan dari kota K.” Ucapnya memperkenalkan dirinya.
Para gadis dikelas x tentunya berteriak histeris melihat sosok tampan itu, berbeda dengan para pemuda yang berwajah masam karena merasa murid baru itu sudah merebut perhatian para gadis dari mereka.
‘Orang aneh, wajahnya juga pucat seperti tidak memiliki aliran darah, dan bau ini..’ Batin Bert dengan tatapan tak lepas dari sosok Zee.
“Bert, kurasa dia orang yang sedikit aneh.” Raihan berbisik.
“Kupikir juga begitu.” Sahutnya pelan.
Tanpa sadar Bert terus memperhatikan pemuda itu hingga ia duduk dibangku kosong tepat disampingnya.
Zee yang merasa diperhatikan balik menatap kearah Bert yang kontan membuat pemuda itu berjengit dan memalingkan wajahnya kembali kepapan tulis.
.
Waktu berlalu begitu saja tanpa terasa bell istirahat berbunyi, Bert dengan antusias berdiri lalu keluar dari kelasnya tanpa menghiraukan panggilan sepupunya.
Sudah menjadi kebiasaan jika istirahat tiba Bert akan langsung keluar dari kelasnya dengan cepat untuk menemui seseorang.
“Nona Deborah.” Serunya memanggil sosok gadis yang satu tingkat diatasnya.
Deborah menoleh kearahnya, “Hai Libert, kau terlihat ceria sekali hari ini.”
“Tentu saja. Nona Deborah apa kali ini kau berubah pikiran untuk menerima perasaanku?” Tanya Bert penuh harap, sudah berkali-kali ia menyatakan rasa suka pada gadis itu namun selalu ditolak olehnya dengan berbagai alasan.
“Kau tahu jika aku menerima perasaanmu maka akan banyak yang salah paham.”
“Eh? Kenapa bisa begitu?” Tanya Bert yang jujur saja membuat Deborah sangat gemas ingin mencubit kedua pipinya itu.
“Karena jika kau dan aku menjadi pasangan mereka nanti mengira jika aku berpacaran dengan gadis tomboy, kau mengerti sekarang Liberta.”
Bert menganga tak percaya, apa itu sebuah hinaan untuknya? Ia memang sudah tak merasa aneh jika mendapat penolakan dengan alasan yang masuk akal tapi ini seolah gendernya patut dipertanyakan, hei dilihat dari segi manapun Bert adalah lelaki tulen dan apa-apaan penambahan huruf diakhir itu, namanya Noland Libert bukan Liberta.
“Nona Deborah jangan memanggil namaku seperti itu.”
“Lalu seperti apa? Lagipula apa yang kukatakan padamu adalah kenyataan.”
“Aku tidak mau tahu.” Bert memalingkan wajahnya dengan tangan berlipat didada.
Deborah terkekeh pelan lalu ia merangkul tubuh adik kelasnya itu, sebelah tangannya yang bebas meluruskan penglihatan Bert kearah depan.
“Liberta coba lihat kedepan, kau lihat pemuda yang sedang duduk disana itu?” Tunjuknya pada sosok yang sedang membaca buku seorang diri.
Bert cukup terkejut begitu melihat sosok yang ditunjuk oleh Deborah ternyata adalah murid baru dikelasnya.
“Ya aku melihatnya. Ada apa dengannya?”
“Coba sekarang kau temui dia lalu katakan padanya jika kau menyukainya, aku sangat yakin jika dia akan langsung menerimamu.”
“Er.. nona Deborah aku sangat tahu jika saranmu cukup bagus tapi sepertinya kau salah sasaran, aku lebih senang jika kau menyarankan nona Dorroty daripada siwajah pucat itu.”
Deborah memutar bola matanya, “Jika kau lakukan itu maka kau akan menerima jawaban yang sama, Liberta.”
“Nona Deborah, aku tahu kau sangat perhatian padaku walau kau sering menolak perasaanku.”
“Libert, daripada obrolan kita semakin tak jelas bagaimana jika kita makan siang bersama, lihat lima belas menit lagi jam istirahat kita akan selesai.”
Bert menatap lekat jam bulat yang melingkar dipergelangan tangan Deborah, benar saja mereka sudah mengobrol selama lima belas menit dan Bert mulai merasakan perutnya berbunyi, dia memang manusia serigala tapi bukan berarti tak merasakan rasa lapar seperti manusia karena faktanya gaya hidup mereka tak jauh berbeda dengan manusia biasa, kecuali para vampire yang hanya butuh darah saja.
– Tbc –