Author : @TachanTichan

BAB 1 (DIA PANGERAN MAHKOTA) 

Di bawah terik matahari, seorang anak laki-laki berusia dua belas tahun, tampak dipukuli tanpa ampun di tengah jalan yang tampak ramai.
Meskipun banyak yang berlalu lalang, tidak ada seorangpun yang berniat menolong anak tersebut, meski anak itu telah berteriak meminta pertolongan berulang kali.
Mereka hanya takut mendapat masalah, hingga mengabaikan hati nurani mereka.
Qibo, hanya mampu menggigit bibirnya untuk menahan tangis, ketika kaki kasar itu mendarat dengan keras di perut kecilnya yang kelaparan.
Bagaimanapun ia tidak bisa menangis!
Sekeras apapun kehidupan yang dialaminya, ia harus menjadi anak laki-laki yang kuat!
Sejak masih sangat kecil, ia telah berjuang sejauh ini seorang diri.  Dibuang kesana kemari sampai kali ini ia dijual sebagai budak dari majikan yang sangat kejam.
Ia tidak ingin repot-repot memikirkan, tentang siapa orang tua yang telah membuatnya lahir kedunia hingga diperlakukan seperti ini. Ia tidak ingin tahu, tentang kedua orang tuanya yang telah mencampakkannya sejak ia lahir.
Saat ini Qibo hanya ingin hidup untuk melawan isi dunia yang kejam ini. Jadi ia harus benar-benar kuat.
“Beraninya kau melepaskan burung peliharaanku! Apakah kau tau berapa harga dari benda itu?!” seorang anak laki-laki yang seumuran Qibo, kembali mendaratkan pukulan pada wajah Qibo yang tampak kotor.
Beberapa orang mulai tampak berkerumun melingkar, menonton aksi pemukulan yang sebenarnya sangat tak layak.
Qibo mengangkat wajah babak belurnya, menatap Tuan muda yang telah beberapa bulan ini dilayaninya. Diwei adalah anak dari seorang pejabat tinggi yang telah membeli Qibo sebagai budak untuk menjadi pesuruh Diwei.
“Tuan Muda Diwei! Tolong ampuni aku! Itu bukan aku yang melepaskannya! Aku hanya membuka pintu sangkarnya! Jika saja Tuan muda memelihara binatang yang tidak memiliki sayap, tentu saja ia tidak akan terbang dan kabur seperti itu!” ujar Qibo, meraih ujung jubah mahal milik Diwei dengan keras.
Kini Diwei terbelalak marah, menendang tangan kotor Qibo yang menggenggam pakaiannya yang kini ikut menjadi kotor karna pelayan rendahan ini. “Sekarang kau menyalahkanku?! Dasar kau budak tidak tau diri! Fang! Bantu aku memukulinya hingga mati!” teriaknya keras, menyuruh pelayannya yang lain untuk ikut memukuli Qibo.
“Tidak. Tidak. Tuan muda! Aku tidak melepaskan burung milikmu! Tapi dia hanya terbang dengan kemauannya sendiri.” Qibo masih berusaha mengelak.
“Lantas kenapa kau membuka sangkarnya?! Kau membuka sangkarnya, tentu saja ia akan terbang dan kabur.” Diwei membentak tak sabar, kembali mendaratkan tendangan di pinggang kecil Qibo.
“Kenapa dia harus kabur ketika aku membuka sangkarnya?” Qibo bertanya.
“Apa kau bodoh?! Tentu saja ia akan kabur!”
“Kenapa?” Qibo masih konsisten bertanya.
“Kau bodoh! Tentu saja karna dia tidak suka dipenjarakan dalam sangkar!” kali ini Fang yang lugu, yang menjawab.
Ketiganya terdiam sejenak.
“Wah Fang, kau pasti sangat pintar. Kau bahkan tau jika burung itu sebenarnya tidak suka dipenjarakan. Aku sangat bodoh, hingga tidak mengetahuinya.” akhirnya Qibo kembali membuka suara. Kini ia memasang tampang polos yang tak bersalah. Pura-pura tidak memerhatikan wajah Diwei yang kini semakim memerah.
Tentu saja Diwei mengetahui maksud terselubung dari kata-kata Qibo. Qibo sengaja ingin bermain kata dengannya.
“Kalian mengatakan aku bodoh?!” Diwei menunjuk kedua pelayannya bergantian, dengan amarah yang semakin memuncak.
“Aku tidak! Tuan muda, aku benar-benar khawatir dengan kesehatan telingamu. Aku baru saja mengatakan bahwa diriku yang bodoh. Tapi telingamu salah mendengarkan!” jawab Qibo.
Diwei mengepalkan kedua tinjunya dengan penuh kebencian. “Sekarang kau mengatakan bahwa Tuan Muda yang agung ini, adalah seorang yang tuli?!”
Diwei mendaratkan dua pukulan di kepala Qibo.
“Ya Ampun, Tuan muda! Tolong periksakan telinga anda! Aku sama sekali tidak mengatakan hal itu! Tanyakan saja pada Fang.” Qibo masih berusaha membela diri.
Fang hanya mampu mengangguk, kemudian segera menggeleng setelah mendapat tatapan mengerikan dari majikannya.
“Kau pasti hanya sengaja ingin membuatku semakin kesal!”
“Tuan muda! Tolong jangan pukul lagi! Kesehatan anda lebih penting! Sekarang anda bahkan mulai berhalusinasi!”
“Berhalusinasi?” Diwei memukul tanpa ampun. “Kita lihat siapa yang akan melihat halusinasi setelah aku memukulimu hingga setengah mati! Kau lihat! Bahkan jika aku memukulimu hingga mati, itu tidak akan cukup untuk menggantikan burung kesayanganku!”
Qibo berusaha melindungi bagian kepalanya dengan kedua tangannya. “Jika itu tidak cukup, maka tolong jangan memukuliku hingga mati, atau tenaga Tuan muda akan sia-sia saja untuk memukulku.”
Kerumunan orang di sekitar mereka, mulai berbisik menertawakan Diwei. Beberapa bahkan mengenali statusnya, sebagai anak dari seorang pejabat.
“Kau…” Diwei menggertakkan giginya.  Baru saja ia menggerakkan kakinya lagi untuk menendang wajah Qibo hingga ia tersungkur, saat kerumunan prajurit tiba-tiba saja mulai tampak membanjiri dua sisi jalan kota untuk mengosongkan jalanan.
Sepertinya seorang pejabat penting akan segera melewati jalan tersebut!
Tiba-tiba saja di kepala Qibo yang nekat, mulai memikirkan satu solusi. Jika dia beruntung, maka seseorang akan bisa membebaskannya dari majikannya yang kejam ini.
Saat para prajurit istana mulai sibuk mengosongkan jalan, Qibo bangkit berdiri, tepat ketika pandangan Diwei juga tampak lengah.
“Aku akan meminta Ayahku untuk tidak memberimu makan, jika kau berani kabur!” Diwei mengancam.
‘Dasar bocah iblis! Aku bahkan sudah tidak diberi makan selama seharian lebih. Sekarang kau ingin kembali menghukumku? Dasar bocah yang dibesarkan iblis! Aku akan mengutukmu sampai mati! Jika dapat kesempatan lagi,  aku akan kembali mempermalukanmu! Dasar sialan!’ Qibo terus mengumpat,  sembari berlari menghampiri gerombolan kereta yang akan lewat.
Tubuh kecilnya yang lincah, berhasil melewati beberapa pejabat yang mengawal, dari atas kuda.
Hingga akhirnya ia tiba di hadapan kereta yang paling besar dan mewah, Qibo menjatuhkan kedua lututnya di atas tanah hingga membuat rombongan tersebut terhenti.
“Dari mana datangnya bocah ini?! Cepat singkirkan dia!” salah satu pejabat memerintahkan pengawal untuk menyeret Qibo menjauh.
“Tuan! Tuan! Tolong selamatkan budak ini! Aku akan menebus kebaikanmu seumur hidupku!” Qibo berteriak lantang, ketika melihat Diwei yang mulai mendekat dan juga pengawal yang ingin menyingkirkannya.
“Apa yang terjadi?” suara samar yang dingin, terdengar di telinga Qibo.
Qibo mendongak menatap kereta yang tertutup oleh tirai yang sedikit tembus pandang. Samar-samar, matanya juga mulai menangkap sesosok anak laki-laki yang duduk di atas tandu.
“Sepertinya anak itu habis dipukuli.” seorang anak yang tampak seusia Qibo, menjawab pertanyaan anak laki-laki di atas kereta, dari atas kudanya.
“Berani sekali kau menghalangi jalan Pangeran Mahkota! Cepat menyingkir!” pejabat yang tadi, kembali menginterupsi.
Pangeran Mahkota? Qibo terpaku di tempatnya! Pikirannya kosong.
Saat pengawal berhasil merenggut tubuh kurusnya, barulah ia bisa kembali bereaksi.
“Itu bagus jika Anda adalah calon Kaisar negara yang besar ini. Buat kasusku sebagai kebaikan pertama Anda!” Qibo tau dari orang-orang jika Putra Mahkota ini baru  berusia sekitar delapan tahun. Namun Qibo tak punya pilihan lain, selain bergantung pada anak ini.
“Berhenti!”
Meskipun suaranya yang anggun terdengar sangat pelan, tapi itu sudah bisa melumpuhkan gerakan semua orang dewasa di sekitarnya.
‘Anak yang luar biasa!’ kekaguman di hati Qibo, mulai terbit seperti mentari pagi yang sangat terang.
“Lepaskan dia.” kali ini anak yang seusia Qibo, memerintah dari samping kereta Pangeran Mahkota.
“Sekarang kau boleh mengatakan keinginanmu.” Hongli, anak yang memperkenalkan dirinya sebagai pengawal pribadi Pangeran, mulai membuka sidang di tengah jalan Kota yang di samping kiri kanannya dipenuhi rakyat yang menonton.
“Tuan muda Pangeran Mahkota! Bisakah kau membebaskanku dari majikanku yang kejam!” kata Qibo, tidak sempat berbasa basi.
Semua terdiam, Qibo juga terdiam. Qibo baru sadar bahwa kalimatnya terlalu kasar saat melihat raut wajah pejabat sombong yang mengkerut tak senang. Sepertinya ingin menegur, namun takut pada otoritas Putra Mahkota yang dingin. Saat itu, tidak ada yang akan berani bersuara tanpa perintah dari anak berusia delapan tahun ini.
Anak kecil di atas tandu menggumam.  “Mm. Aku bisa!”
Qibo segera berlutut. “Tolong selamatkan aku Tuan muda Pangeran! Tolong bebaskan aku dari mereka!” ia kembali memohon.
“Apakah aku harus selalu membantu semua orang yang menghalangi perjalananku? Lalu ketika nanti aku kembali kejalan ini, semua orang akan menghalangiku untuk meminta padaku.” dari balik tirainya, Li Kun berkata dingin.
Keringat dingin jatuh dari dahi Qibo, menerpa luka-luka di wajahnya yang mulai membengkak dan membiru. Ia menelan ludah mengumpulkan keberaniannya, menghiraukan rasa sakit yang sudah biasa dialaminya. “Lalu, anda bisa membantu semua rakyat anda, Pangeran! Itu bukan hal yang sulit untuk anda! Luka-luka di tubuhku jadi saksinya, aku mengakui bahwa anda adalah Putra Langit. Hanya bayanganmu bisa membuat orang itu berhenti memukuliku. Maka anda hanya perlu bergumam untuk membantu semua rakyat anda.” ucap Qibo, membuat semua orang kembali terdiam.
Tidak ada yang bisa melihat reaksi dari Pangeran Mahkota, setelah mendengar penuturan Qibo.
Diwei yang berdiri dari balik kerumunan, menatap Qibo dengan penuh kebencian dan kemarahan.
Hongli berdehem, menganghiri keheningan. “Silahkan kemukakan keputusan Anda, Pangeran.”
“Bebaskan saja!” komentar Li Kun, singkat dan datar.
“Baik, Pangeran.” Jawab Hongli dengan patuh.
Qibo menghela nafas dengan sangat lega. Ini keberuntungannya bertemu dengan anak luar biasa ini.
“Sekarang kau sudah puas?” Hongli kini bertanya pada Qibo.
Qibo tampak ragu sejenak. “Apakah aku masih bisa meminta sesuatu?”
“Kau! Dasar bocah pengemis yang serakah!” pejabat yang galak, tidak tahan untuk angkat bicara.
“Apakah anak itu meminta pada pejabat Seng?” Li Kun menegur pejabatnya yang lancang.
Pejabat Seng tergeragap dengan keringat dingin di dahinya. Meskipun anak ini jauh lebih mudah darinya, namun bisa dipastikan bahwa kemarahannya mampu membantainya hingga seluruh keluarganya. “Mohon kemurahan hati Pangeran Mahkota, atas kelancangan hamba.”
“Katakan, apalagi yang kau inginkan?” tidak menghiraukan pejabatnya yang ketakutan, Li kun kembali bertanya pada Qibo.
Saat ini, jika Qibo meminta beberapa batang emas, dia pasti akan bisa mendapatkannya. Tapi di luar dugaan, mulutnya hanya menginginkan hal sederhana. “Aku sangat lapar! Bisakah aku neminta beberapa makanan dari Anda?”
Li Kun kembali terdiam. Kemudian, tanpa terduga, tirai yang menjadi penghalang mereka, akhirnya tersingkap.
Qibo terpaku, menatap takjub pada anak kecil di hadapannya. Kekagumannya kini lebih dari kekaguman. Orang di hadapannya, anak yang baru saja turun dari kereta mewahnya, sangat indah!
Semua orang berlutut atas kehadirannya!
Bagi Qibo, anak ini lebih cerah dari mentari pagi. Lebih terang dari cahaya matahari. Lebih indah dari bintang malam. Kini Qibo baru mengerti perasaan cinta pada usia dua belas tahun!
Ini keterlaluan! Qibo tergila-gila pada Pangeran Mahkota ini!
Dia anak laki-laki, tapi jatuh hati seperti ini. Ah, anak ini telah merusaknya! Qibo telah melanggar banyak hal saat ini. Bagaimana bisa? Seorang bocah, laki-laki, dan rakyat jelata, jatuh hati pada keindahan sempurna ini?
“Apa kau menyukai buah persik?” Li kun bertanya dengan sikap angkuhnya, berdiri dengan sombong di hadapan Qibo sembari menyodorkan beberapa buah persik segar di tangan kecilnya dalam sebuah wadah.
Qibo berkedip beberapa kali, sebelum akhirnya mengangguk menerima pemberian Pangeran untuknya. Dia sangat senang, hingga wajahnya yang babak belur menampilkan senyum konyol.
Tidak disangkanya, di tangan Li Kun yang satunya, dia menyodorkan sekotak perlengkapan obat untuk Qibo. “Kau sangat pandai berbicara. Aku menyukai keberanianmu, tapi terlalu merepotkan. Aku harap, kita tidak akan pernah bertemu lagi.” kata Li kun.
‘Aku juga sangat sangat sangaaaaaat menyukaimu! Aku harap, kita akan kembali bertemu!’ Qibo berseru kebalikannya, dari dalam hatinya.
Sekarang dua harapan yang berlawanan! Siapa yang tau tentang yang mana yang akan jadi kenyataan?!

BAB 2 (QIBO YANG LICIK) 

Setelah ditebus oleh suruhan Pangeran Mahkota, Qibo akhirnya bisa kembali bebas sepenuhnya dari cengkeraman keluarga Diwei yang kejam.
Kemudian, ia segera bertemu dengan dua bersaudara An dan Ming, yang saat kejadian itu, juga menyaksikan keberanian Qibo menghadapi Putra Mahkota Li Kun.
An dan Ming, kembaran yang saat itu masih berusia sepuluh tahun, segera mengajak Qibo untuk ikut tinggal bersama mereka di rumah penampungan.
Ketiganya menjadi sahabat dan Qibo bertemu dengan banyak penghuni penampungan yang memperlakukannya dengan baik.
Untuk pertama kali dalam hidupnya, Qibo merasa memiliki keluarga.
😇😇😇
Sepuluh tahun berlalu, Qibo menjalani hidupnya yang penuh tantangan dengan terus memikirkan sosok Pangeran Mahkota Li Kun yang benar-benar tidak pernah lagi ditemuinya.
Tentu saja, saat itu bertemu dengan sosok Li kun, adalah sebuah keberuntungan langka dari langit.
Jika saja saat ini penghuni langit bisa melakukan kesalahan untuk kembali mempertemukan mereka, maka Qibo akan sangat berterima kasih dan berjanji tidak akan pernah mengeluh seumur hidupnya.
😇😇😇
Qibo yang kini berusia dua puluh dua tahun, dibalut dengan pakaian pengantin wanita.
Dalam kamar pengantin yang terhias dengan pernak pernik serba merah, ia meniup-niup cadar merah yang menutupi wajahnya yang nakal dengan ekspresi tawa yang berusaha ditahannya.
“Aku akan mengurus beberapa hal terlebih dahulu. Kau tetaplah di sini dan jangan buat masalah. Aku tau kau tidak menginginkan pernikahan ini. Tapi ini demi kebaikanmu sendiri. Meskipun kau tidak ingin menjadi selir ke lima dari Tuan Diwei, tapi itu lebih baik dari pada harus hidup dalam penyiksaannya jika kau terus menolak pernikahan ini.” seorang wanita tua yang sejak tadi menemani Qibo, terus mengoceh untuk menasehatinya.
Qibo hanya diam saja, membiarkan wanita itu terus berbicara.
“Kau harus mengerti kondisi keluarga bibi. Sejak kecil, orang tuamu telah tiada. Bibi ini yang membesarkanmu sepenuh hati. Sekarang waktunya kau menikah, jangan anggap bahwa bibi hanya ingin memperoleh keuntungan dari ini. Bibi hanya ingin kau bahagia.”
Qibo memutar matanya malas. Perkataan itu hanyalah omong kosong,  jika dia benar-benar menginginkan kebahagiaan pengantin ini, maka bibi tua serakah ini tidak akan pernah memaksanya untuk menikahi Tuan Diwei yang terkenal buruk itu.
Kini Diwei telah menjadi seorang pejabat penting pemerintahan, itu membuatnya semakin leluasa menganiaya orang yang lebih lemah darinya.  Sejak kecil, Diwei tidak pernah bisa berubah. Penjahat kecil, kini telah berkembang menjadi penjahat besar. Sikap sadis, penjarah harta rakyat kecil dan juga lelaki pemabuk yang mesum, itu sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat.
Hanya saja, belum ada yang cukup kuat untuk memberinya lemparan batu.
Kini Qibo memperoleh kesempatan, ia tidak akan pernah ingin menyia-nyiakan hal berharga ini, untuk membalas dendam.
“Kenapa kau diam saja? Apakah kau sudah mengerti tentang apa yang telah bibi ini ocehkan?” bibi tua kembali menyadarkan Qibo dari lamunannya yang nakal.
Qibo belum bereaksi.
“Jiao! Jawab pertanyaan bibi!” kali ini bibi tua memanggil nama gadis yang telah dibebaskan oleh Qibo.
Qibo segera mengangguk memberi jawaban pada bibi cerewet di hadapannya ini. Kini gadis bernama Jiao itu, telah aman bersama laki-laki yang dicintainya. Setelah memastikan bahwa gadis itu telah lari ke tempat yang aman, Qibo segera menggantikan pengantin wanita di kamar pengantinnya.
Beruntunglah Qibo yang menyusup untuk mencuri di kamar pengantin Diwei, mendapati gadis bernama Jiao ini, ketika gadis itu mencoba menggantung dirinya saat itu.
Setelah mendengar kisah Jiao, akhirnya Qibo segera menyusulkan untuk membantu gadis ini.
Jadilah seperti ini.
Qibo akhirnya bisa menarik nafas lega, setelah bibi yang cerewet meninggalkannya seorang diri dalam kamar pengantin yang dipenuhi berbagai macam perhiasan.
Qibo segera menyingkap kain penutup wajahnya, menampilkan wajah putihnya yang terlalu mulus untuk ukuran seorang laki-laki dewasa.
Dia tertawa pelan, dan segera menghampiri meja yang dipenuhi perhiasan berharga.
“Diwei, kau sepertinya memang akan sial jika berurusan denganku. Saat itu aku membebaskan burung kesayanganmu, dan sekarang aku telah membebaskan pengantin milikmu. Keduanya sama-sama tidak menyukaimu, jadi itu bukan salahku jika mereka kabur darimu. Yang harus kau ubah adalah perilakumu yang buruk, maka aku akan berhenti menghantui hidupmu.” Qibo berbicara pada dirinya sendiri, sembari mengumpulkan perhiasan dalam sebuah kain dan memasukkan beberapa ke dalam pakaiannya.
“Aku tidak mencuri. Aku hanya mengambil apa yang bukan milikmu.”  Qibo kembali bergumam, membenarkan perilakunya.
😇😇😇
Qibo mengendap-endap, lengkap dengan pakaian pengantin di tubuhnya.
Bagaimanapun, ia harus tetap dalam mode penyamaran sebagai wanita, agar tidak ada yang bisa mengenalinya meskipun ia dihadapkan dengan resiko tertangkap basah.
Benar saja, saat ia mengintip kerumunan tamu pesta pernikahan untuk mencari jalan kabur, seorang penjaga tiba-tiba menyadari keberadaannya yang mencurigakan dan segera berteriak menunjukinya yang membawa buntalan besar di punggungnya.
Beberapa tamu langsung jadi panik, saat pengawal itu langsung mengarahkan tombaknya yang runcing ke arah Qibo.
Beruntung Qibo yang lincah, berhasil menghindar dengan cepat dan menggunakan kungfu rendahnya, untuk segera naik ke atas atap yang rendah. Jika tidak, pasti saat ini ia sudah menjadi tumpukan mayat yang berlumuran darah.
“Pengantin wanita kabur!” seseorang yang berteriak, membuat suasana pesta semakin kacau.
Qibo ingin menertawai Diwei, jika saja situasinya saat ini tidak lebih buruk darinya.
Saat ini, Qibo tengah sibuk mempercepat langkahnya menyusuri atap yang kadang runtuh ketanah, setelah dijadikan pijakan oleh Qibo.
Qibo semakin tersudut, saat orang-orang yang mengejarnya mulai bertambah.
Ia tak punya pilihan lain. Jadi ia berteriak dengan lantang pada kerumunan tamu di bawahnya. “Perhiasan ini sangat mahal!” serunya, melemparkan perhiasan dalam buntalan, ke arah orang-orang di sana.
Saat perhatian semua orang teralih untuk memperebutkan harta karun yang jatuh seperti hujan dari langit, Qibo segera menggunakan kesempatan tersebut untuk kabur.
Dia bahkan belum sempat menikmati ekspresi Diwei yang sangat menyenangkan untuk di tonton. Diwei menggertakkan giginya, memaki para pengawal yang sibuk memperebutkan harta miliknya.
“Kejar pencuri itu! Dia telah mencuri pengantinku dan juga perhiasanku!” perintah Diwei kasar, menyadarkan para penjaganya yang lalai.
😇😇😇
Qibo akhirnya berhasil keluar dari kediaman Diwei dengan mulus, melalui gerbang belakang.
Dengan langkah santai dan senyum puas, dia melangkah riang sembari mengeluarkan beberapa perhiasan dari balik pakaiannya.
Qibo baru saja bersenandung, saat tiba-tiba saja sebuah tangan memelintir lengannya dari arah belakang.
Qibo meringis kesakitan, tapi tidak mampu berbalik ke belakang karna orang itu mencengkeram bahunya hingga hampir patah.
“Pencuri kecil, mau lari kemana kau?” tegur lelaki di belakangnya, tanpa berniat untuk melepaskannya.
“Tuan! Tuan! Tolong ampuni aku! Aku tidak mencuri! Aku tidak mencuri!” Qibo memohon dengan panik, berusaha sekuat tenaga untuk membebaskan diri.
Matilah ia jika sampai diserahkan pada Diwei!
“Kau masih mengelak? Barang bukti ada di tanganmu!”
“Aku tidak mencuri! Aku hanya merebut apa yang telah ia curi dari rakyat kecil! Jika kau ingin menangkap, maka yang pantas ditangkap adalah pencuri besar seperti Diwei!” Qibo masih berani mengelak.
“Kau seorang laki-laki?” tanyanya, menyadari penyamaran Qibo.
“Aku menyamar untuk menyelamatkan pengantin wanita itu! Diwei itu terlalu serakah dan senang menganiaya rakyat.” Qibo segera menyanggah. “Tuan besar! Siapapun kau! Tolong berbaik hati lah! Aku hanya memberi pelajaran pada pejabat yang korup. Bahkan petinggi Istana, tidak ada yang sanggup memberinya hukuman. Sekarang aku bergerak untuk keadilan rakyat, bagaimana bisa seseorang menghukumku?!” Qibo berceramah panjang lebar, tanpa tau siapa yang sebenarnya berdiri di belakangnya.
“Lepaskan!” suara yang berat! Qibo baru sadar bahwa ada dua orang yang berdiri di belakangnya.
Kepalanya tertarik seperti magnet, memaksanya ingin melihat wajah orang yang baru saja berbicara.
Jantungnya baru merasa ketakutan, ketika orang itu berbicara!
Sayang sekali, Qibo hanya mampu melihat ujung jubah mengkilap lelaki itu, karna ia masih dalam cengkeraman lelaki yang satunya lagi.
“Aku akan melepaskanmu, dengan syarat, kau tidak akan berbalik sebelum melangkah sebanyak sepuluh kali.” akhirnya, lelaki yang mencengkeramnya sejak tadi, kembali bersuara.
Qibo segera mengangguk berulang, menyetujui.
Namun, ia bukanlah Qibo, jika tidak bertingkah licik ketika berbalik di langkahnya yang ke delapan.
Qibo segera mendesah kecewa, ketika matanya tidak menemukan siapapun di sana.
Orang yang berbicara sekali! Namun mampu menguasai perasaannya sepenuhnya!
Qibo hanya pernah bertemu orang seperti itu sekali saja!
“Tuanku Pangeran Li Kun! Aku sepertinya terlalu merindukanmu!” gumam Qibo pelan, dengan senyum lebar di wajahnya.
Satu kesempatan dalam sepuluh tahun! Mereka akan kembali bertemu!

BAB 3 (HATI DAN PERASAAN) 

Saat jari-jari indah itu melukis deretan pohon bambu di atas kertas putih yang tergeletak di atas meja, gerakan tangannya nampak begitu anggun dan tenang.
Ketika pengawal setianya mengetuk pintu, suasana yang semula hening, menjadi sedikit terganggu, memecahkan suasana malam yang terlalu sunyi saat itu.
Saat Hongli memasuki ruang belajar pribadinya, ia sama sekali tidak nampak terganggu dengan kehadiran orang kepercayaannya itu.
Hongli menyempatkan memberi hormat, menyapa Li Kun yang duduk di hadapannya.
“Kekacauan dalam kediaman pejabat Diwei telah diselesaikan. Jabatannya telah diturunkan dan sebagian besar hartanya telah dibagikan kepada rakyat miskin yang sebelumnya telah dijarah oleh pejabat Diwei. Rakyat Anda sangat bersyukur atas kebaikan dan keadilan yang telah ditegakkan Pangeran Li Kun untuk mereka. Mereka sama sekali tidak mengira, bahwa Pangeran Mahkota Li Kun bersedia turun tangan secara langsung, untuk mengatasi keluhan mereka.” Hongli mengakhiri laporannya, dengan penjelasan yang singkat dan padat kepada Li Kun.
Li kun yang mendengarkan, masih meneruskan kegiatannya. Tampak tidak berniat mendongak, maupun menghentikan aktivitasnya untuk sekedar memberi respon pada perkataan yang telah dituturkan oleh Hongli.
Hongli yang telah mengenal perilaku majikannya, sama sekali tidak terpengaruh dan terus mengoceh. “Anda telah lelah akhir-akhir ini. Mengurusi banyak hal dan menyelidiki kasus pejabat Diwei, itu pasti telah banyak menguras tenaga Anda. Kesehatan Pangeran Li kun sangat berharga, jadi sebaiknya Yang Mulia Pangeran tidak terlalu sering melewatkan waktu istirahat Anda seperti ini. Waktu telah menunjukkan pertengahan malam, tidakkah Pangeran Li Kun merasa mengantuk?”
Hongli yang telah merangkai kata-kata panjang, masih tidak memperoleh balasan.
“Besok adalah hari yang penting bagi masa depan Kerajaan Anda. Anda harus mengumpulkan banyak tenaga, untuk menghadapi banyak proses upacara selanjutnya.” lanjut Hongli, kali ini mengingatkan Li kun.
Setelah mendengar penuturan Hongli kali ini, akhirnya gerakan tangan Li Kun segera tampak terhenti di atas angin.
“Apakah Anda merasa tidak senang?” Hongli kembali bertanya, mencoba menggali perasaan dari wajah datar di hadapannya. “Bukankan Putri Huanrang adalah teman Anda sejak kecil? Hubungan Anda juga cukup baik dengannya? Aku fikir Anda akan merasa senang, ketika para tetua memilih orang yang paling dekat dengan Pangeran Li Kun?”
Li Kun meletakkan kuasnya pada tempatnya semula. Memandang Hongli dengan pandangan tanpa ekspresi, seperti biasa. “Huanrang atau bukan Huanrang. Semuanya sama saja bagiku.” balas Li Kun datar, dengan sikap tenangnya yang masih kukuh bertahan, di wajah tampannya yang sempurna.
Hongli mendesah pelan, menatap sedih pada reaksi majikannya yang saat itu masih berusia delapan belas tahun, namun sudah terlalu banyak mengerti tentang kondisi Istana.
Meskipun  Li Kun terlahir dengan status yang sangat tinggi, dia dibesarkan dalam lingkungan Istana yang penuh persaingan, hingga membuatnya tumbuh jadi pemuda yang tidak mampu lagi menunjukkan perasaan dalam hatinya. Bahkan terkadang, Hongli mempertanyakan tentang ada atau tidaknya perasaan dalam hati junjungannya ini?
Saat semua orang berusaha menjilat majikannya, mereka tak sadar bahwa Li Kun sedang mempelajari isi dunia saat itu. Mereka terlalu sering menunjukkan senyum palsu di hadapan Li kun, hingga pemuda ini merasa enggan untuk menunjukkan emosinya di hadapan orang lain.
Ia jadi terbiasa, sampai Li kun yang dingin, tumbuh besar menjadi pemuda yang sulit dihadapi. Meskipun beribu wanita telah banyak memuja-muji pada sosoknya yang sempurna, namun wajah itu tetap saja lumpuh tanpa pernah menunjukkan emosi dari hatinya.
Hongli sudah berada di sisi kanan Li Kun, sejak mereka masih sangat kecil. Hongli sadar, bahwa Li Kun berbeda dari orang biasa lainnya. Hongli sangat menghargai majikannya ini, dan selalu berusaha melakukan yang terbaik untuknya.
Hongli berharap, suatu saat nanti Pangeran Li Kun bisa bertemu dengan seseorang yang mampu membuatnya memiliki apa yang mereka sebut sebagai ‘perasaan’.
Meskipun Li Kun adalah Putra langit yang sangat istimewa, namun ia tetaplah seorang manusia. Hongli merasa, Li Kun hanya membutuhkan seseorang, yang bisa sedikit menggerakkan hati dinginnya yang membeku, suatu saat nanti.
😇😇😇
“An! Ming!” Qibo yang berwajah riang, tampak menghampiri kedua sahabatnya saat itu. “Apakah kalian mendengar berita itu?! Tidakkah kalian merasa Pangeranku terlalu sehati denganku? Ia segera membereskan Diwei, setelah aku sedikit memberi pelajaran padanya! Tanpa kami sadari, aku dan Pangeran Li Kun menegakkan keadilan bersama-sama! Bukankah itu membuktikan bahwa kami memiliki pemikiran yang sama!”
An dan Ming saling melirik sepintas.
“Kau sangat gembira?” tanya An bersemangat, tampak ikut senang dengan kebahagiaan yang dipancarkan Qibo, saat pemuda itu menampakkan senyum lebar di wajahnya.
“Tentu saja! Aku sangat! Aku merasa seperti terhubung dengannya!” Qibo menegaskan.
“Bagaimana bisa kau segembira ini, sementara pujaan hatimu itu akan segera menikah dengan seorang wanita?” Ming yang memiliki sikap berterus terang, bertanya pada Qibo tanpa maksud jahat sedikitpun.
“Memangnya kenapa? Aku juga akan menikah dengannya, suatu saat nanti!” Qibo membalas yakin.
“Buka matamu! Kau itu seorang pria! Aku hanya tidak ingin kau dijatuhkan oleh harapanmu yang terlalu tinggi. Lebih baik aku menyadarkanmu sekarang! Pangeran pujaanmu itu, kau tidak akan pernah bisa meraih sehelai rambutnyapun.” Ming kembali berkata tajam.
Qibo memikirkan ucapan yang dilontarkan Ming padanya. Ia ingin membalas, namun akhirnya hanya mampu cemberut sembari menendang tanah berkali-kali, untuk melampiaskan kekesalannya karna merasa apa yang Ming katakan adalah sebuah kebenaran.
Jika seekor semut bermimpi menjadi seekor burung, Agar bisa terbang dan menggapai langit, maka Itu adalah hal yang sangat bisa dikatakan mustahil.
“Kau jangan khawatir, Qiqi! Jika kau sangat ingin menikah dengan seorang pria, maka aku bersedia menikah denganmu!” An menghibur Qibo, memanggilnya dengan panggilan kesayangannya sejak kecil.
“Apa kau gila?!” Ming segera manampar kepala saudara kembarnya, dengan kesal.
“Aku tidak gila! Aku bersungguh-sungguh! Aku memang sangat menyukai Qiqi! Aku bersedia menggantikan Pangeran Li Kun untuknya!” entah untuk keberapa kalinya, An kembali mengutarakan isi hatinya di hadapan Qibo.
“Kau dan Pangeran Mahkota Li Kun? Kau pikir dirimu pantas dibandingkan dengannya?! Bahkan kau tidak akan sanggup menandingi kotoran miliknya!” Ming semakin sarkastik.
“Kau wanita kasar! Bagaimana bisa seorang wanita mengeluarkan kata-kata sekotor itu?!” An tidak terima.
“Memangnya aku perduli! Aku hanya mengatakan kebenaran!” Ming menjawab lantang.
“Kau membuat Qiqi jadi sedih. Dasar wanita jahat!”
Ming terdiam. Saat itu, ia baru sadar bahwa raut wajah Qibo telah berubah seratus delapan puluh derajat.
“Maaf.” Ming berbisik pelan.
“Tidak apa-apa. Aku mengerti maksud baikmu. Tapi… Aku tidak bisa menyerah pada perasaanku.” Qibo berusaha tersenyum, menyembunyikan kekecewaannya yang tetap nampak jelas dari wajahnya.
“Qiqi! Kau tidak perlu mendengarkan perkataan Ming. Dia wanita jahat. Lebih baik kita putuskan saja hubungan kita dengannya, dan lari bersamaku.” An memanasi.
Ming kembali menggerakkan tangannya, memukul kepala An lebih keras dari sebelumnya. “Kau hanya memanfaatkan kesempatan!”
An segera menggosok bagian kepalanya yang terasa sakit. “Kenapa kau sangat senang memukuli kepalaku?! Bagaimana jika aku jadi bodoh gara-gara itu?” katanya marah.
“Kau memang sudah pantas di sebut bodoh! Aku memukulimu, agar kau bisa berubah jadi sedikit pintar!”
“Qibo! Aku minta maaf atas kata-kataku barusan.” Ming segera mengalihkan pembicaraan, sebelum An berhasil membuka mulut untuk membalasnya. “Bukankah besok Pangeran Mahkota Li Kun akan berkeliling jalan bersama rombongannya, untuk memenuhi ritual upacara pernikahannya? Kau akan memiliki kesempatan bertemu dengannya saat itu. Mari kita pikirkan cara, agar kau bisa bertemu dengannya.” kata Ming, kali ini malah ikut menghibur Qibo.
Ketika ia memikirkan bahwa dirinya akan segera bertemu dengan Pangeran pujaannya itu, Qibo tidak mampu menahan senyum manisnya lagi dari wajahnya.
Tidak masalah jika Pangeran Li Kun menikahi seorang wanita hari ini! Qibo bersedia menerima kondisi apapun, jika itu bisa membuatnya tinggal di sisi Pangeran yang sangat dicintainya itu. Bahkan jika menjadi seorang selir adalah hal yang mustahil baginya, maka Qibo bersedia menjadi budaknya, jika itu berarti ia bisa melihat wajahnya dan mendengarkan suaranya setiap hari.
Seperti inilah perasaan cintanya untuk Pangeran Li Kun. Ia rela membutakan mata dan hatinya. Menulikan telinganya dan mengabaikan segala hal yang bisa memupuskan harapannya untuk bersama dengan orang itu.
Ia hanya terlalu tergila-gila, hingga dirinyapun tidak mampu mengendalikan perasaanya.
Sejak Qibo bertemu dengan anak itu sepuluh tahun yang lalu, dunia dan hidupnya telah terkunci dalam genggaman orang itu.
Hati dan perasaan Qibo, sejak saat itu, bukan lagi menjadi miliknya.

BAB 4 (MENGGAPAIMU) 

Rombongan berkuda dan tandu yang megah, melalui jalan utama ibu kota.
Barisan rakyat di sisi kiri dan kanan, dengan antusias mengagungkan nama Kaisar dan Pangeran Mahkota yang mereka banggakan.
Suasana meriah di siang hari yang cerah, menandakan bahwa rakyat kerajaan Shu sedang turut bersuka cita atas pernikahan Pangeran Mahkota mereka.
Arak-arakan tampak menyusuri jalan dengan penjagaan yang ketat.
Qibo saat itu tampak mengedarkan pandangannya, mencari sosok pujaan hatinya yang berada dari balik salah satu kereta rombongan.
Saat sosok yang didambakannya itu tertangkap oleh pandangannya, Qibo yang terlalu bersemangat, segera mendesakkan diri menyusuri kerumunan orang-orang yang juga tampak antusias ingin melihat sosok Pangeran Mahkota mereka.
Qibo segera menyerukan nama Li Kun berkali-kali, namun suaranya seperti tertelan oleh teriakan orang-orang.
Dari balik kerumunan, ia terus mengejar rombongan Istana, seperti orang gila.
Bahkan An dan Ming yang telah mengikutinya sejak tadi, kini ikut tertinggal jauh di belakangnya.
“Pangeran Li Kun!” panggil Qibo lantang, sekali lagi. Berusaha memecahkan barisan pengawal yang membatasi sisi jalan.
Saat itu ia baru menyadari, bahwa menggapai sosok Pangeran Li Kun, tidaklah semudah yang ia bayangkan.
Sepuluh tahun yang lalu, itu hanyalah suatu keajaiban, bahwa ia bisa bertemu secara langsung dengan Pangeran Li Kun.
Usaha Qibo bisa dipastikan, akan sia-sia saja kali ini!
Penjagaan terlalu ketat, serta sosok Pangeran Li Kun yang semakin menjauh, memang sangat sulit untuk di jangkau oleh Qibo.
Tidak putus asa, Qibo terus meneriakkan nama Li Kun, hingga sosoknya kini tidak lagi bisa tertangkap oleh pandangannya.
An dan Ming yang saat itu baru bisa menyusul Qibo, meraih Qibo untuk menenangkannya.
“Qiqi! Sudahlah! Bukankah aku ada di sini untukmu?! Kau lebih baik berhenti memikirkannya dan mulai belajar menerima perasaanku. Dia terlalu sulit untuk kau raih.” sanggah An cepat, merasa tidak senang melihat Qibo yang tampak frustrasi.
Qibo yang sedang dalam suasana hati yang buruk, merasa tersinggung dengan ucapan An padanya.
“Bahkan jika aku harus mendaki tebing yang paling tinggi untuk menggapainya, aku tidak akan merasa ragu untuk melakukannya! Meskipun akan tiba saatnya seluruh tubuhku harus dipenuhi dengan luka, aku tidak akan berhenti mengejarnya! Hingga langit dan bumi menyerah padaku dan mempertemukanku kembali dengannya, saat itulah aku baru akan merasa puas!” tandas Qibo keras kepala,  menepis tangan An yang memegang lengannya.
“Kau tidak mengerti! Bahkan jika kau berhasil menemukannya, ia tidak akan mungkin membalas perasaanmu. Kau dan Pangeran Li Kun. Kalian berdua…”
Qibo segera menutup kedua telinganya. Tidak ingin mendengarkan dan menambah rasa sakit di hatinya. “Tidak perlu membalas perasaanku! Aku hanya membutuhkan sedikit tempat di sisinya! Aku akan memohon dan memaksakan diri jika itu perlu. An.  Kau seharusnya yang paling mengerti tentang perasaanku.” marahnya, kemudian segera pergi, meninggalkan sosok kedua sahabatnya di belakang.
😇😇😇
Selama dua hari, Qibo tidak pulang ke tempat penampungan.
An dan Ming yang khawatir, mencari keberadaan Qibo dengan penyesalan di dalam hati mereka, karna saat itu mereka terlalu keras pada pemuda itu.
Sesungguhnya, saat itu mereka tidak mengetahui, bahwa kini Qibo yang sedang nekat, benar-benar tengah berjuang untuk mendaki tebing batu yang curam dan paling tinggi, untuk menemukan sosok yang telah lama memiliki hatinya itu.
Sembari mendaki dengan susah payah, Qibo terus menyemangati dirinya, bahwa sosok yang sangat ingin ditemuinya, sedang melakukan perburuan dari balik tebing raksasa yang didakinya saat ini.
Ia tidak perduli ketika kakinya harus terpeleset beberapa kali. Ia hanya terus melangkah dan mendaki seorang diri, untuk memperjuangkan orang yang dicintainya.
Bagi Qibo, tidak ada hal yang mustahil untuk cintanya!
Hingga sore hari menjelang, akhirnya ia berhasil mencapai puncak dengan penampilan yang berantakan.
Suara langkah kaki kuda yang berderap, menandakan bahwa perburuan yang seru masih berlangsung saat itu.
Karena area itu adalah tempat perburuan khusus yang dijaga dengan ketat, jadi tidak sembarang orang yang boleh masuk ke sana.
Qibo menggunakan keahliannya untuk mengendap-endap, dan bersembunyi dari balik satu pohon ke pohon yang lain untuk menghindari pengawal yang berjaga.
Entah saat itu ia datang di saat yang tepat atau tidak, tapi matanya berhasil terbelalak, saat kejadian mengerikan itu tertangkap jelas oleh kedua mata kepalanya.
Dua sosok berpakaian hitam, tampak baru saja selesai menghunuskan pedangnya yang tajam, ke arah pengawal kerajaan yang bertugas berjaga.
Darah berceceran kemana-mana dan tubuh penjaga gerbang, jatuh tidak berdaya di atas tanah.
Dari balik tempat persembunyiannya, Qibo tampak gemetar ketakutan.
Ia tidak ingin berurusan dengan kedua pembunuh berpakaian hitam, tapi ia merasakan firasat buruk?
😇😇😇
Tidak perlu waktu lama bagi Qibo untuk mengetahui tujuan buruk para pembunuh itu.
Dari pembicaraan yang berhasil ditangkap oleh pendengarannya, para pembunuh ini jelas-jelas sedang mengincar nyawa dari Pangeran Li Kun.
Sialnya, semua terjadi begitu cepat.
Pangeran Li Kun yang dalam bahaya,  sama sekali tidak menyadari situasi genting yang menimpanya.
Ia tampak lengah, duduk tenang di atas kuda yang ditumpanginya.
Meskipun di sekitarnya dipenuhi oleh para pengawal, tetap saja saat itu hanya Qibo yang menyadari bahwa sebuah anak panah, sedang dibidik ke arah Pangeran Mahkota Li Kun.
“Lindungi Pangeran! Ada pembunuh!” Qibo yang panik, segera berteriak kencang, memperingati orang-orang.
Selusin penjaga, langsung dengan sigap mengelilingi sosok Pangeran Mahkota dan Kaisar yang juga turut dalam perburuan saat itu.
Suasana mereka yang awalnya bersenang-senang, kini berhasil terganggu.
Satu anak panah melesat, meleset mengenai seorang prajurit.
“Di sini! Mereka di sini!” Qibo berteriak kencang, menyambar panah yang lagi-lagi sempat di arahkan kembali kepada Pangeran Mahkota.
Hongli dan beberapa pendekar pedang, segera menyerbu untuk menangkap para pembunuh.
Hongli sempat merasa heran, ketika melihat sosok rakyat biasa seperti Qibo, bisa masuk ke area perburuan dan kini malah sibuk berebut panah dengan salah satu pembunuh.
Tidak butuh waktu lama bagi Hongli, untuk menangkap seorang pembunuh.
Qibo yang masih syok, tampak jatuh terduduk di atas tanah.
Beberapa saat kemudian, Qibo bisa melihat sosok Li Kun yang turun dengan tenang dari atas kudanya. Wajahnya yang tampan,  sama sekali tidak menunjukkan ekspresi seseorang yang nyawanya baru saja hampir dalam bahaya.
Selangkah demi selangkah, Li Kun menghampiri Qibo yang semakin terpaku di tempatnya.
Saat itu Qibo tersadar, bahwa tadinya yang mengincar nyawa Li Kun ada dua orang! Namun yang tertangkap, barulah satu orang.
Yang satu lagi berhasil bersembunyi!
Tubuh Qibo seperti bergerak sendiri! Ia tanpa sadar segera bangkit berdiri dan menabrak tubuh Pangeran Li Kun, hingga mereka berdua terjatuh ke tanah.
Semua orang yang menyaksikan, hampir saja kehilangan nyawa saking terkejutnya.
Saat itu, akhirnya Qibo mampu menggapai sosok Pangeran Li Kun!
Ia sangat senang!
Tapi… Qibo juga merasa sangat ketakutan. Ia tidak takut dengan rasa sakit, namun sangat takut pada kematian.
Qibo yang cemas, segera terbatuk mengeluarkan darah dari mulutnya!
Saat itu, sebilah pedang telah berhasil membuat luka vertikal yang dalam, di punggungnya!
Ia berhasil melindungi Pangeran Li Kun, dari serangan pembunuh. Menggunakan tubuhnya sendiri, untuk menjadi perisai bagi Li Kun.
Ia merasa tidak percaya, bisa menyandarkan kepalanya dalam pegangan Li Kun! Tapi… Rasanya terlalu menyakitkan, hingga kesadarannya menjadi kabur!
Qibo benar-benar belum ingin mati!
Tapi jika memang harus mati, maka Qibo tidak ingin menyia-nyiakan kesempatannya.
Qibo akhirnya memutuskan menggunakan kekuatannya yang tersisa, untuk mengangkat salah satu tangannya dengan susah payah. Tangannya gemetar beberapa saat, sebelum akhirnya berhasil menyentuh wajah sempurna yang telah lama dipujanya.
Matanya berbinar, dari balik rasa sakit yang dideritanya. Tapi ia masih sempat mengagumi sosok Li Kun yang kini telah tumbuh menjadi pria gagah yang bersinar.
Tanpa sadar, sudut bibir Qibo terangkat, menampilkan senyum indah yang dihiasi sisa darah yang baru saja ia muntahkan dari mulutnya.
‘Ini keterlaluan! Aku semakin tergila-gila!’ batin Qibo parau, sebelum akhirnya tangannya terkulai dan kesadarannya segera menghilang.

BAB 5 (SATU PERMINTAAN)

Qibo tampak terbaring lemah dengan wajah pucat. Kesadarannya belum juga pulih, namun ia terus mengigau dengan keringat dingin yang mengalir deras dari wajahnya yang kini seputih kapas.
Hampir semua tabib istana dikerahkan untuk menangani Qibo, seseorang yang telah menyelamatkan nyawa Pangeran Mahkota dengan mempertaruhkan jiwanya sendiri!
Istana dalam kondisi sibuk.
Para pelayan tampak ramai keluar masuk dari kediaman itu.
Di samping tempat tidur Qibo, Permaisuri yang Agung memerintahkan agar para tabib menyembuhkan pemuda yang telah menyelamatkan nyawa putranya.
Wanita cantik bergelar permaisuri itu, menyeka keringat di dahinya dengan cemas. Ia memerhatikan bibir Qibo yang kini telah berubah warna menjadi keunguan.
“Tabib. Kau tidak boleh membiarkannya mati. Bagaimanapun kondisinya, dia harus tetap kembali pulih. Aku akan sangat menyesal jika membiarkan seseorang yang telah menyelamatkan nyawa Pangeran Mahkota, untuk mati begitu saja.” Permaisuri berkata khawatir, dari tempatnya berdiri. “Ini perintah dariku. Nyawa pemuda ini harus selamat, apapun yang terjadi. Apa kalian mengerti?” titahnya.
Para tabib berbaris memberi hormat pada Permaisuri. “Ya. Yang Mulia!” sehut mereka patuh, dengan raut wajah cemas yang serius.
Kali ini, profesi mereka bergantung pada keselamatan Qibo.
Tidak lama kemudian, para tabib mulai kembali berjuang untuk menyelamatkan nyawa Qibo.
Qibo juga ikut berjuang, untuk melawan maut yang saat itu menghantuinya.
Satu babak penentuan. Hidup atau mati? Siapa yang tau bab yang akan terbuka selanjutnya?
😇😇😇
Hongli memberi hormat pada Li Kun yang berdiri membelakanginya.
Li kun yang masih terdiam, tampak menatap kolam yang memantulkan cahaya bulan. Ia menatap kedepan, dengan pandangan kosong seperti biasa.
“Yang Mulia Pangeran. Orang-orang suruhan hamba, telah menyelidiki pemuda ini.” Hongli mengawali laporannya tentang Qibo. “Dia adalah seorang anak yatim piatu yang tinggal bersama orang-orang tua dan anak-anak yang telah ditelantarkan. Menurut informasi yang kami kumpulkan, dia hanya rakyat biasa yang normal, meskipun terkadang, dia juga membuat beberapa keributan. Bisa dipastikan, bahwa pemuda ini sama sekali tidak terkait dengan para pembunuh yang tertangkap saat itu.”
“Apa yang dilakukan rakyat biasa di tempat perburuan?” akhirnya suara berat yang tegas itu, terdengar juga.
Hongli tampak ragu sejenak. “Pemuda ini… Adalah anak yang sepuluh tahun lalu… Yang Mulia Pangeran… selamatkan dari majikannya yang kejam.” jawabnya.
Terdiam sejenak. “Teruskan.” perintah Li Kun datar.
“Hamba telah bertemu langsung, dengan orang terdekat pemuda ini.” kata Hongli. “Menurut penjelasan kedua anak itu, pemuda ini hanya sangat mengagumi Yang Mulia Pangeran. Ia terobsesi untuk bertemu dengan Anda, hingga ia nekat memanjat tebing pembatas itu.”
“…”
“Pangeran? Apa yang harus kita lakukan pada pemuda ini?” akhirnya Hongli bertanya, setelah Li Kun hanya terdiam cukup lama.
Hongli bahkan tidak bisa membaca fikiran majikannya saat saling berhadapan wajah, apalagi saat dia kali ini tak mampu melihat raut wajah itu!
“Permaisuri akan memberinya hadiah yang setimpal. Biarkan Ibunda mengurusnya.” katanya singkat, kemudian kembali mengamati makhluk hidup yang saling berinteraksi di bawah air.
Saat itu, kesunyian kembali menguasai.
Hongli hanya membungkuk, mematuhi perintah junjungannya.
😇😇😇
Beberapa hari kemudian.
Qibo membuka matanya dengan rasa sakit yang mengerubungi seluruh bagian tubuhnya. Tenggorokannya kering, dan tubuhnya terasa sulit digerakkan.
Dia memandang berkeliling, segera mendapati ruangan indah yang megah dan beberapa gadis cantik yang menatapnya dari pembaringannya.
Qibo berfikir sejenak.
‘Apakah aku sudah berada di surga?’ pikir Qibo, sebelum akhirnya salah satu pelayan yang bertugas melayaninya, berseru ke arahnya.
“Anda telah sadar, Tuan? Apa anda merasa haus?” tanya salah satu gadis, dengan nada lembut yang sopan.
Qibo mengangguk, namun masih memikirkan kata ‘Tuan’ yang ditujukan padanya.
Seumur hidupnya, ini pertama kalinya seseorang bersikap sopan padanya. Bahkan kedua sahabatnya, An dan Ming tidak pernah memperlakukannya sebaik ini.
“Siapa kau?” tanya Qibo akhirnya, setelah selesai mengosongkan gelas berisi air yang diberikan padanya.
Saat itu, ia hanya mampu terduduk dengan posisi bersandar yang dimiringkan, menghindari luka di punggungnya agar tidak menyentuh kepala ranjang.
“Hamba bernama Fen, Tuan.” gadis itu memperkenalkan diri, ketika rekannya yang lain telah menyebar untuk melakukan tugasnya masing-masing.
Hanya Fen yang tinggal untuk melayani Qibo saat itu.
“Permaisuri menugaskan hamba untuk melayani kebutuhan anda, selama anda berada di Istana ini.” terang Fen kemudian, tidak mengurangi rasa hormatnya.
Qibo terpaku sejenak. “Is… Istana?!” kagetnya.
“Ah! Benar!” tiba-tiba saja, Qibo seakan teringat sesuatu.
Ia tampak panik, hingga ia meringis, karna lukanya sempat bersentuhan dengan tempat sandarannya. “Pangeran Mahkota?! Bagaimana keadaannya?! Apa dia baik-baik saja?!” tanya Qibo panik, malah khawatir dengan kondisi Li Kun. Padahal, yang selama ini terluka parah, adalah dirinya sendiri.
“Berkat dirimu. Saat ini Pangeran Li Kun, masih baik-baik saja.” sela Hongli, yang tiba-tiba saja muncul dari balik pintu.
Fen segera menyingkir.
Qibo memandang heran, pada sosok Hongli yang tersenyum ramah menghampirinya.
“Namaku adalah Hongli. Kita sudah pernah bertemu sebelumnya. Aku adalah pengawal pribadi Pangeran Mahkota.” Hongli memperkenalkan diri.
Qibo terpaku tak percaya. Sekarang ia ingat! Orang bernama Hongli ini, adalah anak laki-laki yang saat itu ikut membantunya bersama Pangeran Mahkota sepuluh tahun yang lalu.
Lalu, ‘Bagaimana bisa? Orang kepercayaan Pangeran Li Kun, bercakap seakrab ini padanya?’
“Apa aku sedang bermimpi?” pikir Qibo, namun tanpa sadar di gumamkannya.
Hongli tertawa kecil, menjawab tegas. “Kau tidak.” katanya.
Jika begitu, bukankah itu berarti bahwa sekarang ia telah melangkah semakin dekat ke arah Pangeran-nya?
Bukankah Istana ini adalah tempat tinggal Li Kun?
Lalu berapa langkah lagi, agar bisa mencapainya?
Kali ini, mereka semakin mendekat. Lalu hal apa yang bisa dilakukan Qibo,  untuk bisa terus berada di sisi Li Kun?
😇😇😇
Beberapa hari kemudian, kondisi Qibo membaik.
Ia telah tinggal selama beberapa minggu dalam istana.
Lukanya mulai mengering, namun belum pernah sekalipun ia bertemu dengan orang yang sangat ingin ditemuinya itu.
Ia tau bahwa Istana bukanlah tempat yang sempit.
Dalam lingkungan yang luas, ia tidak pernah sekalipun bertemu orang itu. Qibo merasa sedikit sedih, namun tetap tidak putus asa.
Hingga saat ia dipanggil untuk menghadap sang Kaisar, penguasa dari kerajaan Shu!
Qibo memasuki ruangan itu, dengan perasaan gugup.
Di samping pria tampan setengah baya yang mengenakan jubah bermotif naga, duduk juga seorang wanita cantik yang tampak anggun.
“Qibo memberi hormat pada Kaisar dan Permaisuri. Semoga Kaisar dan Permaisuri sejahtera selalu.” salam Qibo hormat, tidak bisa menyembunyikan ketakutannya.
Permaisuri tersenyum ramah, menenangkan Qibo. “Kau tidak perlu terlalu gugup.” ucap Permaisuri, yang saat itu duduk di atas singgasananya di samping Kaisar.
“Siapa namamu, anak muda?” kali ini, Kaisar yang berwibawa ikut angkat bicara.
“Aku… Ah, maksud saya… budak ini… Bernama Qibo, Yang Mulia.” gugup Qibo.
Kaisar mengangguk paham. “Baiklah Qibo. Bisakah kau jelaskan, bagaimana bisa kau berada dalam lokasi perburuan saat itu?”
Pertanyaan itu membuat Qibo memucat. Bagaimanapun,  menyelinap saat itu adalah sebuah kejahatan.
Qibo jatuh berlutut di hadapan Kaisar. “Tolong ampuni nyawa saya Yang Mulia! Budak ini sama sekali tidak punya niat yang buruk!” terangnya.
Permaisuri memegang tangan Kaisar, untuk menghentikannya. “Yang Mulia, anda telah menakuti anak ini.” selanya lembut.
Kaisar yang tampan, tampak terdiam sejenak. Menatap wajah Qibo, yang memucat di hadapannya.
Kaisar tertawa terbahak.
Qibo mendongak heran, menatap wajah di hadapannya.
“Kau tidak perlu takut. Aku tidak menyalahkanmu. Jika saja saat itu kau tidak menyelinap dan melanggar peraturan, maka mungkin saat ini Pangeran Mahkota sudah dipastikan akan dalam bahaya.” kata Kaisar, mengingatkan. “Aku sebagai Kaisar dari kerajaan Shu, berhutang budi padamu.” lanjutnya.
“Dan sebagai imbalan atas jasa besar yang telah kau lakukan, aku, Li Jiazhen, berjanji akan mengabulkan satu permintaan yang kau inginkan! Selama itu bukan menghidupkan kembali orang yang telah mati, aku berjanji akan mengabulkan apapun yang kau inginkan.” Kaisar kembali berkata,  membuat Qibo spontan terbelalak.
Saat itu,  Qibo tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.
Benarkah itu?
Satu permintaan?
Satu hal yang paling diinginkannya, bisa benar-benar terkabul?
Jika benar begitu…

BAB 6 (HARI ESOK SIAPA YANG TAU)

Hal yang paling diinginkan oleh Qibo?
Qibo menatap Kaisar tak percaya. “Benarkah? Saya benar-bebar, bisa meminta satu hal yang paling saya inginkan?” tanya Qibo, menatap Kaisar penuh harap.
“Jabatan? Harta? Kekuasaan? Apa yang kau inginkan?” Kaisar kembali bertanya, meyakinkan lawan bicaranya untuk mempercayai kata-katanya.
“Apakah ini sebuah janji? Yang Mulia bisa mengabulkan satu harapan Budak ini, meskipun itu hal yang menyulitkan Anda?” Qibo masih berharap kepastian, saat senyum kebahagiaan merekah dari bibir merahnya.
“Ya! Ini adalah janji dari seorang Kaisar! Lagipula, hal apa yang akan begitu menyulitkanku?” Tanya Jiazhen, tampak benar-benar yakin dengan dirinya sendiri.
Qibo menarik nafas sejenak. Memberi jeda, agar Kaisar bisa bersiap-siap dengan kondisi yang akan diajukannya.
Kemudian, Qibo menatap mantap pada Kaisar.
“Silahkan mengizinkan budak ini untuk menjadi salah satu selir, dari Pangeran Mahkota!” ucap Qibo lantang, sama sekali tidak menyembunyikan tekad yang dalam, dari wajahnya.
Semua yang berada dalam ruang sidang saat itu, tertegun di tempatnya.
Kaisar tampak terpaku di singgasananya.
Permaisuri segera tersedak, memuntahkan teh yang baru saja diseruputnya.
Tidak ada yang bisa luput dari keterkejutan mereka, atas permintaan Qibo yang tidak masuk akal. Bahkan para pelayan yang berdiri di setiap sudut ruangan itu, tampak tertegun di tempat mereka.
“Bukankah… Kau seorang anak laki-laki?” Permaisuri yang telah pulih dari keterkejutannya, segera menghentikan para pelayan yang berniat menghampirinya untuk menolongnya.
Qibo mengangguk pelan sekali. “Terlepas dari saya adalah anak laki-laki atau perempuan. Yang saya inginkan hanya untuk berada di sisi Pangeran Li Kun. Kaisar telah berjanji akan mengabulkan apapun, kecuali menghidupkan orang mati!” katanya mantap.
Permaisuri Chunhua, kehabisan kata-kata.
Kaisar menghela nafas, berat. “Permintaan seperti ini…”
“Apakah Yang Mulia Kaisar, merasa menyesal atas keputusan anda?” Qibo bertanya cepat, saat wajah ragu Kaisar mulai ditujukan padanya.
“Hal seperti itu…”
“Janji adalah sebuah janji. Ditepati atau tidak ditepati, semua keputusan ada di tangan Yang Mulia. Budak kecil ini tidak akan sanggup melawan, meski Yang Mulia Kaisar mengingkari perkataannya.” kata Qibo, menekankan setiap kata dari kalimat yang dilontarkannya.
Dalam kasus ini, Qibo menyerahkan keputusan di tangan Jiazhen, namun dengan cerdik tidak membiarkannya lari begitu saja.
Qibo bahkan dengan berani, menatap langsung pada Kaisar yang mulai tampak gelisah saat itu.
Jiazhen mengerutkan dahinya tak senang, namun tak bisa melampiaskan kekesalannya pada keberanian bocah di hadapannya. Ia merasa telah dikalahkan, oleh anak itu.
“Pikirkan baik-baik, tentang apa yang kau inginkan.” Akhirnya, Jiazhen hanya mampu menasehati. “Menjadi selir Pangeran Mahkota, bukan berarti bahwa kau bisa berada di sisinya. Aku tidak bermaksud menjatuhkan semangatmu, tapi meskipun Putraku Pangeran Mahkota sangat bisa dibanggakan, namun dia memiliki sikap yang cukup sulit. Aku sebagai Kaisar dan juga ayahnya, bahkan tidak mampu berbuat apa-apa saat ia menjaga jarak dariku.” ceramahnya yang panjang lebar, masih belum usai. “Istana adalah lingkungan yang penuh peraturan. Menjadi bagiannya, kau harus mempelajari banyak dan lebih banyak hal. Saat seorang selir tidak mendapatkan perhatian, maka ia hanya bisa tertinggal kesepian dalam kediamannya hingga ajal menjemput. Lalu, siapkah kau melalui hari itu saat Pangeran Li Kun tidak tertarik padamu?”
“Yang Mulia. Saya sangat berterima kasih atas kekhawatiran anda.” Qibo menunduk dalam, di hadapan Kaisar.
“Tapi kesempatan untuk selangkah lebih dekat dengan orang yang saya cintai, kapan lagi saya bisa memperolehnya? Saya tau, saya sama sekali tidak pantas untuk memiliki harapan seperti itu. Saya banyak memiliki kekurangan dan hanya memiliki kekurangan, jika dibandingkan dengan Pangeran Li Kun. Tapi apa yang bisa saya lakukan, ketika saya hanya bisa memikirkannya, dalam setiap kedipan mata saya? Tolong. Hanya biarkan saya kesepian sembari merindukannya. Setidaknya, biarkan hati saya puas, untuk pernah menjadi seseorang yang mengisi haremnya.” Pinta Qibo hormat, tulus dari dasar hatinya.
Ucapan Qibo begitu dalam, hingga membuat Kaisar juga tidak mampu berkutik.
Untuk beberapa saat, ia hanya tampak terdiam sembari berfikir.
Sampai akhirnya beberapa waktu kemudian, ia hanya mampu mengangguk menyetujui permohonan Qibo yang mau tak mau memang harus dikabulkannya saat itu.
😇😇😇
Pangeran Li Kun menyarungkan pedangnya, saat Hongli menyelesaikan laporannya.
Saat itu, Li Kun baru saja selesai dengan latihan pedangnya, saat pelayannya yang lain membawakan handuk kecil untuk menyeka keringat di dahinya.
Li Kun terdiam sesaat, masih tidak menunjukkan reaksi dari wajah tampannya yang masih terlihat indah meskipun dipenuhi bulir keringat, setelah melakukan duel pedang dan mengalahkan beberapa prajuritnya yang handal.
“Biarkan ia tinggal, jika ia ingin tinggal.” gumam Li Kun pelan, malah tampak tidak perduli sama sekali, dengan kehadiran Qibo dalam haremnya.
“Seorang Kaisar, memang sudah seharusnya memegang ucapannya sendiri.” komentar Li Kun singkat, masih tampak acuh tak acuh.
Padahal saat itu, Hongli telah menceritakan secara detail, setiap kata mengharukan yang dilontarkan Qibo untuk membujuk Kaisar dan Permaisuri hingga berhasil memenuhi permohonannya saat itu.
“Apakah Anda tidak merasa keberatan, membiarkan seorang anak laki-laki untuk mengisi harem anda?” Hongli yang merasa penasaran, bertanya langsung pada majikannya yang dingin.
“Keberatan atau tidak, itu akan tetap terjadi. Aku tidak perduli, tentang hal yang tidak begitu penting.” ucap Li Kun, terdengar tanpa perasaan sedikitpun.
Hongli meringis pelan, mendengar tanggapan datar dari majikannya.
Saat ini, ia bahkan mulai menaruh simpati pada Qibo yang telah salah memilih orang untuk dicintai sedalam itu. Dalam fikiran Hongli, ia merasa sayang jika senyum manis Qibo, akan segera hancur setelah terbentur dengan kenyataan.
Namun, hari esok siapa yang tau?
Pertanyaan seperti ini… Hanya waktu yang mampu menjawabnya.

BAB 7 (TIDAK ADA KATA MENYERAH)

Qibo menatap ke bawah, pada tubuh kecilnya yang telah terbalut dengan pakaian yang terbuat dari kain sutra.
Meskipun pelayan yang ditugaskan melayaninya mengatakan bahwa pakaian yang dikenakannya adalah bahan berkualitas rendah, tapi tetap saja ini pertama kalinya Qibo bisa mengenakan pakaian seindah ini dalam hidupnya.
Lagi pula, Qibo juga tidak terlalu perduli akan hal seperti itu. Baginya, hal yang paling penting adalah mencari cara agar ia bisa menarik perhatian Pangeran Li Kun.
Saat ini, Qibo telah berhasil menjadi selir dari Pangeran Mahkota, seperti apa yang ia inginkan.
Sebuah kediaman kecil dan seorang pelayan wanita yang bernama Fung, diberikan padanya beberapa hari yang lalu.
Saat itu, Qibo baru memulai menjalani kehidupan seorang Selir.
Persis seperti apa yang dikatakan Kaisar padanya saat itu, Pangeran Li Kun benar-benar tidak pernah menaruh perhatian padanya.
Semua orang yang berpapasan dengannya, bahkan tampak tidak memperdulikan keberadaan Qibo.
Pelayan yang bertugas mengurusnya, bersikap tidak begitu baik padanya.
Bagi Qibo, itu bukanlah sebuah masalah.
Ia telah terbiasa menjalani hidup yang keras, sejak ia dilahirkan.
Mendapatkan kata-kata pedas dari seorang pelayan? Qibo hanya menganggapnya alunan musik yang cempreng saja.
Meskipun Qibo termasuk tipe laki-laki yang pendendam, tapi ia tidak akan mempermasalahkan sesuatu yang kecil, selama kulitnya tidak tergores.
Jika kau memberinya sebuah hinaan, maka Qibo hanya perlu menghina balik. Baginya, itu hanya sesimpel itu.
“Aku benar-benar sial! Bagaimana bisa aku ditempatkan di kediaman terpencil ini bersama dengan orang yang tak berguna?” Fung kembali mengeluh, saat ia melihat Qibo yang berdiri di hadapannya.
Sejak hari pertama ditugaskan dalam kediaman Qibo, pelayan muda itu terus dan terus saja mengeluh. Tidak perduli, jika Qibo terkadang mendengarkan keluhannya.
Qibo hanya melirik malas pada Fung yang saat itu duduk santai, sembari menumpukan kepalanya pada kedua sikunya yang menyangga di atas meja. “Ya. Kau benar-benar gadis sial! Bagaimana bisa? Orang tidak berguna ini! Berada di sini?” balas Qibo, seakan ikut mencela dirinya, namun sebenarnya sarkastik terhadap Fung.
Fung menatap Qibo tak senang. “Jangan bersikap sombong, hanya karena kau memperoleh izin Yang Mulia Kaisar untuk menjadi seorang Selir! Coba saja kau lihat dirimu sekarang! Ditempatkan dalam kediaman yang terabaikan. Apa kau sudah merasa puas?”
Qibo mengangguk santai. “Ya. Kau benar! Seorang pelayan rendahan sepertiku, tidak seharusnya bersikap sombong di hadapanmu.”
Tiba-tiba saja, Fung menggebrak meja dengan penuh kemarahan. “Apakah kau sedang mencercaku?”
Qibo memasang tampang polosnya. “Ah? Bagaimana bisa? Tidakkah kau dengar? Aku sedang menghardik diriku sendiri. ‘Pelayan’ rendahan yang sombong ini…”
Qibo berpura-pura, baru menyadari mata Fung yang mulai memerah karna amarah.
“Ups! Maafkan aku. Maafkan aku. Aku lupa, bahwa kau juga adalah seorang ‘pelayan’.” Qibo memasang tampang tak bersalah. “Tahukah kau? Terkadang, kita bisa melakukan kesalahan. Maksudku, aku hanya sedang lupa tentang siapa dirimu. Bukankah itu hal yang biasa? Tidakkah… Kau juga pernah lupa, tentang siapa dirimu?” Qibo terus bermain kata, di hadapan Fung.
“Kau!” Fung seakan kehabisan kata-kata.
“Aku?!” Qibo menatap Fung, dengan mata kucing peliharaan yang polos.
“Jangan harap Pangeran Mahkota Li Kun, akan melirik laki-laki rendahan sepertimu!” hina Fung.
“Tapi aku berharap.” balas Qibo enteng.
“Kau rendahan yang menjijikkan!” Fung yang masih belum puas, tampak menunjuk Qibo.
“Tapi tidak serendah dirimu.” bisik Qibo.
“Apa? Katakan sekali lagi?” Fung hanya mendengar samar, bangkit dari tempat duduknya.
Qibo berkedip, memasang wajah ketakutan. “Apakah kau akan memukulku, jika aku tidak ingin mengatakannya lagi?”
Fung menghentakkan kakinya dengan kesal. “Persetan dengan orang sepertimu!”
Meskipun ia berani bersikap tidak sopan di hadapan Qibo, tapi ia masih cukup pintar untuk tidak menggunakan kekerasan fisik padanya.
“Aku pastikan, Pangeran Mahkota tidak akan pernah datang untuk mengunjungi laki-laki sepertimu! Kau, akan mati membusuk sendirian, dalam penantianmu di sini!” Pada akhirnya, Fung hanya bisa pergi meninggalkan Qibo, dengan rasa gondok luar biasa dari dalam hatinya.
Qibo tersenyum manis, menyaksikan kepergian Fung.
“Kau fikir, aku hanya akan tinggal diam saja dan menunggunya untuk datang?” Qibo berbicara, pada bayangan Fung yang telah menghilang. “Namaku bukanlah Qibo, jika aku menyerah semudah itu dan tidak melakukan apa-apa.” katanya, dengan keyakinan penuh yang menghiasi rona wajahnya.
😇😇😇
Qibo mengendap-endap dan bersembunyi dari penjagaan pengawal istana. Matanya melirik kanan-kiri dan telinganya dipertajam.
Malam itu, Qibo sedang mencari jejak keberadaan Pangerannya.
Ia tidak perduli tentang peraturan istana, yang bahkan belum pernah dipelajarinya.
Ia hanya berkeliaran, untuk mencari petunjuk keberadaan Li Kun.
Kebetulan, saat itu ia menemukan seorang pengawal yang berjalan sendirian.
Qibo segera menariknya ketempat terdekat yang sunyi, untuk menanyainya.
“Ada apa ini?!” marah si pengawal, sembari menepuk-nepuk membersihkan seragamnya yang kusut karna tarikan Qibo.
Qibo sempat menatap pengawal itu terus menepuk seragam pengawalnya, seakan tangan Qibo benar-benar telah mengontaminasi pakaiannya dengan kotoran.
“Aku minta maaf.” ujar Qibo, membuat si pengawal menghentikan kegiatannya membersihkan jubahnya.
“Siapa kau? Apa yang kau inginkan?” tanya si pengawal, menatap Qibo dengan wajah terangkat tinggi dan kedua tangan yang bersembunyi dari balik punggungnya.
Qibo tersenyum ramah, sebelum meminta bantuan. “Aku… Seorang pembawa pesan.” bohongnya.
Si pengawal, menunggu Qibo melanjutkan.
“Aku ingin membawa pesan, untuk Pangeran Mahkota Li Kun. Tapi… Tiba-tiba saja aku lupa kemana arah menuju kediaman Pangeran. Bisakah kau membawaku kepadanya?” tanya Qibo, sedikit berbohong demi kebaikan… dirinya.
“Sebuah pesan?”
Qibo mengangguk mengiyakan.
“Pesan dari siapa?”
Tentu saja pesan dariku! “Itu… Agak sedikit rahasia.”
“Pesan apa itu?” si pengawal tampak curiga.
Pesan bahwa aku sangat merindukannya! “Itu… Sedikit lebih rahasia lagi.” jawab Qibo, tertawa bodoh.
Si pengawal mengikuti irama tertawa Qibo. “Kau sudah pasti seorang penyusup!” bentak si pengawal galak, mengacungkan sebuah belati kecil ke leher Qibo.
Qibo menahan nafas dengan ngeri. “Aku bukan! Aku bukan! Sungguh bukan!” paniknya.
Ya ampun! Bahkan luka sayat di punggungnya, masih belum memudar. Qibo tidak ingin membahayakan jiwanya lagi, dengan luka sayat di lehernya kali ini!
“Tolong Tuan! Percayalah padaku! Aku bukan penyusup!” mohon Qibo.
“Lalu… Kalau begitu. Apakah kau seorang pembunuh? Kau berencana membunuh Pangeran Mahkota?”
Qibo hampir menangis, saking frustasinya. Ujung belati itu, telah menyentuh leher mulusnya, seakan memberi salam pada nyawa kecilnya. “Apalagi pembunuh! Kau lihat penampilan lemahku ini? Bagaimana bisa aku membunuh seseorang?”
Si pengawal tidak ingin menyerah. “Lalu, siapa kau? Apa yang kau inginkan?”
Qibo ragu-ragu untuk menjawab.
“Cepat katakan! Atau…”
“Aku Qibo. Selir Pangeran Mahkota Li Kun! Kau pasti sudah mendengar hal tentangku?” Qibo menjawab secepat yang ia bisa. “Bagaimana bisa aku menjadi seorang pembunuh, ketika akulah yang telah menyelamatkan Pangeran Mahkota dari serangan pembunuh saat itu.”
Si pengawal mendengus mengejek. “Kau tampak sangat bangga.” komentarnya.
“Tentu saja aku bangga!” perhatian Qibo, segera kembali ke arah belati di lehernya. “Hei. Kau lihat? Aku bukan orang yang berbahaya. Aku hanya sedang merindukan Pangeran Mahkota! Lalu, bisakah… Kau melepaskanku? Belatimu ini, tampaknya juga telah merindukan sarungnya.” candanya.
Tanpa komentar, si pengawal segera mengembalikan belati ke sarungnya yang terikat di pinggangnya.
Qibo akhirnya bisa membuang nafas lega.
“Kau tetap melanggar peraturan. Kau seharusnya tidak berkeliaran seperti ini, dalam lingkungan Istana.” kata si penjaga.
“Baiklah, Tuan. Aku tidak akan melakukannya lagi.” Bohong Qibo.
“Kalau begitu, pulanglah sekarang juga.” perintah si pengawal.
“Tunggu sebentar. Tunggu sebentar.” cegah Qibo. “Aku belum mengetahui namamu?”
“Aku tidak ingin memberitahumu.” katanya.
Qibo tertawa sok akrab, menepuk punggung pengawal itu. “Kau jangan seperti itu. Mari kita berteman. Ok? Lingkungan Istana terlalu asing bagiku, aku butuh seseorang untuk bertukar fikiran.”
“Jangan menyentuhku!” perintah si pengawal, kesal.
“Baiklah-baiklah. Aku tidak melakukannya!” Qibo mulai sensitif. “Kenapa kau begitu marah? Tanganku bahkan tidak sekotor yang kau bayangkan. Apa kalian, para pelayan dan pengawal istana, memang dilatih untuk bersikap setinggi itu?” omel Qibo.
Si pengawal menatap Qibo, dan sedikit merasa bersalah. “Maaf.” bisiknya.
Qibo segera kembali tersenyum. “Baiklah. Aku akan memaafkanmu. Tapi sebagai gantinya, kau harus menemaniku minum teh dan mengobrol malam ini.”
Qibo sangat bersemangat, bisa memiliki teman baru dalam lingkungan istana.
“Siapa namamu?” tanya Qibo, sembari Mereka berjalan menuju kediamannya.
“Aku Liangyi.” jawab pemuda, yang saat ini berjalan dalam rangkulan Qibo.
“Liangyi. Kau tampak sangat muda untuk ukuran seorang Pengawal. Berapa usiamu?” sesi pertanyaan Qibo berlanjut, setelah mereka duduk berhadapan dalam ruang utama kediaman Qibo.
“Lima belas tahun.”
Qibo tampak kagum. “Wah… Kau pasti sangat berbakat. Bisa menjadi penjaga istana dalam usia semuda itu!”
Begitulah… Percakapan mereka mengalir seperti air sungai yang jernih.
Qibo dan Liangyi, memulai persahabatan mereka saat itu.

BAB 8 (MENANTI DALAM SEPI)

Qibo terbangun dengan perasaan tak nyaman dalam hatinya.
Dipertengahan malam yang sunyi. Ia terduduk di atas tempat tidurnya, sembari menggoyangkan kedua kakinya yang tergantung dari atas kasurnya yang empuk.
Qibo memandang berkeliling, mendapati ruangan gelap yang suram.
Cahaya bulan yang samar, masuk dari arah cela-cela ruangan. Qibo segera bangkit dari tempat tidurnya, kemudian menyalakan sebuah lampion berwarna putih yang tergeletak di atas meja.
Untuk sesaat, Qibo hanya menatap cahaya lampion dalam kesunyian.
Tidak bersuara, tidak juga melakukan apa-apa.
Waktu terus berjalan, namun kantuk belum juga kembali menyelimutinya.
Ia masih mempertahankan posisi itu, Sampai akhirnya ia teringat pada cerita kecil Liangyi. Tentang sebuah tempat indah, yang terdapat dalam salah satu sudut Istana.
“Jika kau merasa buruk. Maka datanglah ketempat itu.” kata Liangyi,  saat itu.
Liangyi juga berkata, bahwa tempat itu adalah tempat yang sangat tepat jika dikunjungi saat pertengahan malam tiba.
Menurut cerita Liangyi, tempat itu sangat sulit dimasuki dan cukup jauh dari kediaman milik Qibo.
Tapi itu tidak menyurutkan niat Qibo yang penasaran, ingin melihat tempat indah itu, saat ini juga.
😇😇😇
Setelah hampir tersesat beberapa kali, Qibo akhirnya menemukan tempat tujuannya.
Sebuah paviliun indah yang dikelilingi oleh danau, segera tertangkap mata oleh Qibo saat itu.
Cahaya bulan, tampak mengiringi langkah kaki Qibo.
Tanpa alas kaki, Qibo berjalan sendirian menuju ke arah paviliun, dengan sebuah lampion kecil di tangannya.
Qibo hanya terlalu terburu-buru, hingga ia lupa mengenakan alas kaki dan mengganti pakaian tidurnya saat berangkat kemari.
Tidak memperdulikan hembusan angin yang menembus pakaiannya yang tipis, Qibo nampak sibuk mengagumi pemandangan indah yang terhampar luas di hadapannya.
Memandang ke atas, Qibo mendapati bintang-bintang malam yang berkedip-kedip ditemani cahaya bulan yang bulat sempurna. Dibawahnya, adalah danau yang berisi ikan-ikan hias yang berwarna keemasan. Lalu di samping kiri dan kanannya, terdapat pancuran air berukir yang terbuat dari tangan manusia.
Qibo merasa takjub pada keindahan tempat itu!
Tapi… Keheningan ini membuat perasaan sepi itu, terasa semakin menggerogotinya.
Ia berada di tempat yang sangat menakjubkan, tapi tetap saja ia masih sendirian.
Ia merasa kesepian dan tidak punya tempat untuk mengadu.
Pencariannya pada Pangeran Li Kun, belum membuahkan hasil.
Hatinya merasakan rindu, dalam pencarian yang seakan sia-sia.
Lingkungan Istana yang luas, seakan memenjarakan dirinya dalam kesepian.
Qibo tidak pernah menyesali keputusannya untuk memasuki Istana. Ia tidak pernah pula merasa putus asa, atas perjuangannya untuk meraih Pangeran Mahkota Li Kun.
Hanya saja, hari ini waktunya ia merasa sedikit lelah.
“Pangeran Li Kun. Apa yang sedang kau lakukan saat ini?” gumam Qibo, berbicara pada dirinya sendiri.
Saat itu, Qibo telah mendudukkan dirinya di ujung paviliun sembari menurunkan kedua kakinya ke dalam kolam. Membiarkan kulit mulusnya yang putih, tertusuk oleh udara dingin yang menyiksa.
Qibo terus menghela nafas. Membiarkan hembusan angin, menerpa rambut panjang indahnya yang setengah tergerai.
“An. Ming. Apa yang harus aku lakukan selanjutnya?” Qibo… Merasa tercekik oleh kesunyian malam.
Seberapapun ia bertanya, ia tetap tidak memperoleh jawaban apapun. Hanya suara binatang malam, yang saling bersahutan untuk menghiburnya.
Ia tahu, ini masih bukan apa-apa. Dia telah lama mempersiapkan dirinya, untuk melalui hal yang lebih sulit dari pada hari ini.
Jadi Qibo memutuskan untuk mengakhiri kesunyiannya sendiri.
Saat itu, Bernyanyi adalah salah satu cara untuk menghibur dirinya sendiri.
Lantunan suara merdu yang diiringi nyanyian binatang malam, membuat suasana hati Qibo ikut terhanyut.
Tubuh Qibo, seakan bangkit berdiri dengan sendirinya!
Qibo menggerakkan tubuhnya, menampilkan tarian anggun yang nampak sangat serasi dengan tubuh semampai yang dimilikinya.
Tarian elok dan suara yang merdu! Qibo seakan sedang tampil dari atas panggung, dengan jubah tipis berwarna putih yang malah nampak indah jika dipadukan dengan tarian miliknya.
Qibo hanya terlalu asyik menikmati tariannya, hingga ia lupa melihat kesekitar.
Saat tariannya tinggal menuju langkah akhir, suara tepuk tangan tiba-tiba saja menggema mengejutkan Qibo.
Qibo terperanjat, hingga dirinya salah mengambil langkah. Saat itu, tubuhnya segera oleng dan terjatuh dengan pergelangan kaki yang sudah pasti sedang terkilir saat ini.
Qibo terjatuh, dengan posisi kedua telapak tangan yang mencium lantai.
Sedikit mendongak, Qibo mendapati ujung jubah indah yang dihiasi ukiran naga berwarna emas di hadapannya.
Qibo mengangkat kepalanya lebih tinggi lagi. Dan segera mendapati keindahan itu, yang seperti mimpi yang sangat ingin diraihnya!
Wajah yang luar biasa tampan, sedang memandang kebawah tanpa ekspresi padanya!
“Sangat hebat! Luar biasa! Selir Qibo, aku benar-benar tidak menyangka, bahwa anda bisa menari dan bernyanyi seindah itu!”
Seruan bersemangat itu, seakan menyadarkan Qibo dari lamunannya. Qibo segera menoleh ke samping, dan mendapati Hongli yang berdiri di sebelah Li Kun sembari masih bertepuk tangan beberapa kali untuk memujinya.
Qibo sempat mengucapkan terima kasih pada Hongli, kemudian bangkit berdiri, dengan susah payah menahan sakit di pergelangan kakinya. Saat itu Qibo masih belum bersuara,  namun pandangan matanya kembali melekat pada sosok Li Kun yang jelas jauh lebih tinggi darinya.
Pancaran mata Qibo yang memuja, seakan tampak ingin menelan Li Kun hidup-hidup saat itu juga.
“Selir Qibo! Tarian anda benar-benar indah! Darimana anda mempelajarinya?!” Hongli yang terpesona dengan aksi Qibo, masih merasa belum cukup dengan pujiannya.
“Nyanyianmu sangat merdu!”
Qibo mendapatkan seorang penggemar berat.
“Kau memiliki tubuh yang lentur!”
“…”
“Mengesankan!”
“…”
“Sangat menggoda!”
Hongli masih berniat melanjutkan pujiannya, saat matanya tanpa sengaja melirik Li Kun.
Itu membuatnya tersadar, bahwa dirinya telah bertingkah telalu berlebihan.
Merasakan suasana yang tidak menguntungkannya saat ini, Hongli segera menunduk dan mengunci mulutnya rapat-rapat.
“Malam sudah larut. Apa yang kau lakukan, sendirian di tempat ini?” suara berat Li Kun, akhirnya terdengar untuk Qibo.
Qibo benar-benar tak menyangka, hal selangka ini akan terjadi pada dirinya.
Li Kun? Berbicara padanya!
“Karna terlalu merindukanmu, mataku jadi tidak bisa tertutup. Aku berada di sini, untuk melihat pemandangan yang indah sembari memikirkan dirimu.” jawab Qibo jujur, sama sekali tidak malu mengakui perasaan di hatinya.
“Memikirkanku?” tanya Li Kun. Ekspresi di wajahnya, masih belum berubah.
Qibo mengangguk antusias, menampilkan senyum terlebar yang pernah ia punya. “Pangeran Li Kun. Karna kau telah berada di sini. Maukah kau menemaniku, menikmati pemandangan sebentar saja?”
Li Kun melirik penampilan Qibo sejenak. “Aku tidak begitu tertarik. Akan lebih baik jika kau kembali ke kediamanmu. Berkeliaran dengan penampilan yang berantakan, sama sekali tidak pantas.” balasnya datar, kemudian menatap pantulan bulan yang terpancar dari danau. “Tempat ini adalah tempat pribadi milikku. Aku tidak mengisinkan sembarang orang, untuk masuk ke sini.” Ucapan Li Kun sedikit tajam, namun kata-katanya malah tidak nampak mempengaruhi senyum Qibo sama sekali.
“Itu hal yang bagus! Beruntungnya aku adalah selir milikmu! Bukan ‘sembarang orang’!” Qibo membalas riang.
Hongli yang sedang berdiri di sudut, mengeluarkan tawa tertahan.
Qibo melirik Hongli kali ini. “Kenapa kau tertawa? Apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?” liciknya.
Hongli segera menggeleng. “Tidak selir Qibo. Yang anda katakan, adalah seratus persen kebenaran.”
“Kalau begitu, aku telah memutuskan! Mulai hari ini, aku akan datang ke tempat ini setiap malamnya!” Qibo merasa, besar kemungkinan bahwa paviliun indah ini adalah tempat kegemaran Li Kun.
Jika begitu, maka mereka akan lebih sering bertemu! Bukankah ini sebuah keberuntungan?
Maka Qibo harus berterimakasih, pada Liangyi.

BAB 9 (KERAS KEPALA)

“Aku mengerti bahwa Selir Qibo, berasal dari lingkungan di luar Istana. Tapi tetap saja, kau harus mematuhi peraturan Istana.” Li Kun terdengar memperingatkan. “Berkeliaran di tengah malam seperti ini, adalah melanggar peraturan. Aku bisa saja menyuruh seseorang memberi hukuman padamu. Tapi aku memutuskan untuk membebaskanmu, selama kau kembali ke kediaman milikmu tanpa membuat keributan.” tegas Li Kun, membalas tingkah Qibo yang keras kepala.
“Aku minta maaf. Aku mengerti.” patuh Qibo akhirnya, kemudian memasang wajah menyedihkan di hadapan Li Kun. “Tapi Pangeran Li Kun! Kau lihat! Kakiku sedang terkilir. Rasanya sakit sekali. Aku rasa, aku tidak bisa berjalan pulang seorang diri. Bisakah…”
“Kau boleh memilih salah satu di antara mereka, untuk menggendongmu.” potong Li Kun, melirik tenang, pada barisan penjaga yang berdiri tidak jauh dari tempat mereka.
Qibo ikut memperhatikan jejeran pria berbadan tegap yang dimaksudkan Li Kun, satu-persatu.
Orang pertama, kedua, ketiga, sampai ke tujuh, semuanya berwajah sangar di mata Qibo.
Qibo bergidik ngeri, membayangkan tubuhnya yang indah, digendong oleh salah satu dari mereka.
Satu-satunya tampang paling masuk akal di sekitar Li Kun saat ini, hanya Hongli seorang.
Qibo mulai memandang Hongli, dengan wajah memelas.
“Aku bisa…” ucapan Hongli segera terhenti, saat lirikan Li Kun kembali padanya. “Tidak! Aku tidak bisa! Aku adalah pengawal pribadi, Pangeran Li Kun.” tegasnya kemudian.
Padahal hanya sedikit-sangat samar-alis Li Kun yang tertekuk. Tapi Hongli sudah berhasil dibuat bungkam olehnya.
‘Apakah Pangeran Li Kun, menaruh dendam padaku?’ Qibo sempat berfikir dalam hati.
Qibo tertawa hambar. “Aku rasa… Kakiku sudah lumayan membaik.” Qibo buru-buru memberi hormat pada Li Kun. “Kalau begitu, Qibo mohon pamit terlebih dahulu.” katanya, memaksakan kakinya yang terpincang untuk melangkah dengan cepat.
Dalam setiap langkahnya, Qibo terus saja mengomel dalam hati.
Kesempatan emasnya untuk berada dalam gendongan Pangeran Li Kun, melayang begitu saja.
Ia terlalu kesal, sampai lupa bahwa kakinya sedang terluka. Jadi ketika melihat bebatuan kecil di tengah perjalanannya, Qibo tanpa sadar menggerakkan kakinya yang terkilir untuk menendang batu itu.
Qibo kontan menjerit!
Ia terjatuh untuk kedua kalinya!
Kini pantatnya jadi ikut-ikutan terluka.
“Selir Qibo! Kau tidak apa-apa?” Hongli yang menyusul Qibo, membantunya untuk berdiri.
“Aku sangat ingin berkata, bahwa aku tidak apa-apa. Tapi saat ini, aku merasa sakit di tiga bagian tubuhku.” keluh Qibo.
“Tiga?”
“Kaki. Bokong. Dan hatiku!” jawab Qibo jujur.
Hongli segera mengangguk mengerti. “Pangeran Mahkota mengizinkanku untuk mengantarkanmu pulang.”
Qibo segera tersenyum senang. “Benarkah?! Apakah dia merasa simpati setelah melihatku terjatuh?! Haruskah aku terjatuh lagi, agar dia ikut menyusulku kali ini?!” Qibo bertanya antusias.
Hongli tertawa garing.
“Apakah menurutmu, dia merasa khawatir padaku?” Qibo masih bertanya.
“Aku rasa… Sedikit.” jawab Hongli, penuh keraguan.
“Bagus! Ini langkah awal! Setelah ini, aku akan bejuang lebih keras lagi.” tegas Qibo, yang berjalan pulang sembari dipapah oleh Hongli.
Li Kun berkedip sekali, melihat sosok keduanya yang mulai menjauh.
Berbalik membelakangi mereka, Li Kun kembali mengamati air danau yang terdapat riak-riak karna ikan hias yang mencium permukaan air.
Wajahnya masih tidak menunjukkan sedikitpun ekspresi.
Tapi saat itu, tidak seorangpun yang menyadari, bahwa salah satu ujung bibirnya, samar-samar terangkat naik.
Malam yang tenang, masih berlaku.
Qibo yang telah sampai dalam kediamannya, segera menyelimuti pergelangan kakinya dengan kain yang telah direndamnya dengan air hangat.
Ia masih sendiri. Tapi pertemuannya yang singkat dengan Pangeran Li Kun, seperti telah mengisi ulang tenaganya.
Qibo yang keras kepala, masih harus berjuang lebih keras lagi.
😇😇😇
Keesokan harinya, Qibo kembali ke paviliun yang baru diketahuinya bernama paviliun Chu itu.
Malam pertama, sosok Li Kun tidak terlihat.
Itu bukan masalah bagi Qibo.
Malam kedua, Qibo menunggu hingga matahari terbit, masih tidak seorangpun yang muncul untuknya.
Malam keempat hingga ketujuh, Qibo masih setia menunggu.
Hingga malam kedelapan tiba, sosok Qibo tidak lagi berdiri di bawah atap pavilun Chu.
😇😇😇
“Selir Qibo, tidak lagi tampak di paviliun Chu.” lapor Hongli, yang saat itu berdiri tegap di hadapan Li kun.
Dalam ruang belajarnya yang tenang, Li Kun yang terduduk sembari mengerjakan laporan kerajaan yang bertumpuk di atas mejanya, segera menghentikan kegiatannya.
“Menurut laporan, saat ini Selir Qibo sedang terbaring sakit dalam kediamannya.” Hongli melanjutkan.
Kuas yang dipegang Li Kun, akhirnya kembali ke tempatnya semula.
Li Kun kali ini menatap Hongli. “Kirimkan seorang tabib, untuk memeriksa keadaannya.” perintahnya.
“Baik. Pangeran.” Hongli segera menunduk patuh.
“Pangeran. Bisakah… Hamba bertanya satu hal?” Hongli yang melihat Li Kun telah kembali mengerjakan tugasnya,  segera bertanya.
“Hm.” Li Kun bergumam mengizinkan.
“Apakah… Anda mulai merasa bahwa Selir Qibo ini, sedikit istimewa bagi Anda?” tanya Hongli, dengan wajah yang sangat serius.
Diam sejenak.
“Haruskah aku membiarkannya saja, saat aku merasa ia tidak istimewa?” Li Kun balik bertanya.
Hongli tampak berfikir.
“Dia telah menyelamatkan hidupku sekali. Maka akupun membalasnya sekali. Itu membuatku merasa tidak berhutang, saat bertemu dengannya.”
😇😇😇
“Lapor Pangeran. Selir Qibo akan segera membaik, setelah meminum ramuan obatnya.” tabib tua yang telah selesai memeriksa kondisi Qibo, segera pamit undur diri.
Liangyi segera berjalan menghampiri tempat tidur Qibo.
Saat itu, mata gelapnya langsung menangkap wajah pucat Qibo yang terbaring di balik selimutnya.
Qibo masih tidak sadarkan diri.
Liangyi menghela nafas berat, menatap wajah Qibo yang nampak tertekuk menahan sakit. “Kau benar-benar bodoh. Aku sudah bilang, bahwa ia tidak akan datang. Tapi kau masih keras kepala menunggunya.”
“Selama seminggu lebih, kau terus menunggu dalam cuaca yang dingin. Kau bukanlah manusia biasa, jika kau tidak jatuh sakit hari ini. Bahkan aku takjub, kau tidak mati beku di tempat itu.” Liangyi masih saja mengomeli Qibo yang tertidur.
“Liangyi?” Qibo yang saat itu mulai membuka matanya, tersenyum ke arah Liangyi. “Kapan kau datang?”
Liangyi menatap Qibo, yang telah sadarkan diri.
“Sudah cukup lama.” jawab Liangyi, membantu Qibo untuk duduk. “Aku tidak pernah melihat pelayanmu. Dimana dia?” Liangyi yang menyerahkan mangkuk berisi ramuan obat pada Qibo, segera bertanya.
Qibo mulai menghirup ramuan obat yang pahit, dengan wajah masam.
“Apakah aku mempunyai pelayan? Tunggu sebentar, biar aku mengingatnya.” Qibo berkata santai. “Ah. Aku punya. Tapi sepertinya juga tidak!” jawab Qibo tak jelas.
Liangyi mengerutkan alisnya tak senang.
Qibo tertawa pelan, tenaganya sangat terkuras oleh sakitnya. “Aku punya. Aku punya.” Qibo tidak bercanda lagi. “Namanya adalah Fung. Sikapnya agak buruk. Aku tidak menyukainya, diapun tidak menyukaiku. Karena itulah, dia tidak ingin membantuku.”
Liangyi berdecak kesal. Wajah tampannya yang masih sangat muda, tampak menahan kemarahan. “Kau tidak memberinya hukuman? Bagaimanapun, dia adalah pelayanmu. Suka atau tidak, dia harus melayani segala keperluanmu dan menjagamu.” protes Liangyi.
“Hal yang tidak perlu.” Qibo menjawab ringan. “Aku lebih senang pada orang yang menunjukkan ketidak sukaannya padaku. Itu hal yang mengerikan, jika dia tersenyum padaku tapi ternyata membenciku dalam hatinya.”
Liangyi terdiam sejenak.
“Bagaimana bisa, kau selalu pandai dalam berkata-kata?” Liangyi merasa tak bisa menang melawan Qibo.
“Biar kuberitahu padamu. Sebenarnya, ibuku adalah seorang gadis penghibur yang cukup pandai.” Qibo mulai bercerita dengan suara seraknya. “Sebelum menjualku, dia mengajariku banyak hal yang cukup berguna. Jadi aku menggunakan keahlian itu, untuk bertahan hidup selama ini.”
“Kisahmu terdengar cukup menyedihkan. Lalu kenapa kau tampak biasa saja saat menceritakannya?” Liangyi bertanya.
Qibo sedikit meringis. “Sebenarnya, aku berencana akan menangis tersedu, saat menceritakan hal itu pada Pangeran Li Kun kelak.”
“Kau jangan bertingkah macam-macam. Dia akan menendangmu menjauh.” Liangyi memperingati.
Qibo tertawa pelan. “Benarkah? Dia benar-benar akan melakukannya? Aku fikir, ada sedikit kemungkinan bahwa dia akan memelukku erat.”
Liangyi tertawa, Qibo pun balas tertawa.
Dalam hati Qibo, ia masih bersyukur, dirinya setidaknya masih memiliki teman baik seperti Liangyi di sekitarnya.

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!