Author : @TachanTichan
BAB 10 (DI BAWAH GUYURAN HUJAN)
Keesokan harinya…
Qibo yang keras kepala, kembali mengendap-endap menuju paviliun Chu.
Tubuhnya yang baru saja sembuh dari sakit, dengan giatnya kembali menghadapi malam dingin, di bawah langit gelap yang kini tampak tidak memunculkan bintang.
Qibo mendongak, menatap langit malam yang berkabut. Tampak kelam, dan memberi pertanda akan turunnya hujan.
Malam yang dingin, tidak akan menghalanginya.
Rasa sakit, masih sanggup dihadapinya.
Qibo tidak perduli, jika Liangyi memarahinya dan mengatakan bahwa dirinya bodoh.
Bagi Qibo, ini adalah taktiknya untuk meluluhkan hati Pangeran Li Kun.
Firasatnya mengatakan, bahwa hari ini adalah hari yang paling tepat!
Jika malam ini akan turun hujan, maka Qibo akan menarik Li Kun bersamanya.
Di bawah guyuran hujan, jika Li Kun tidak datang padanya saat itu, maka itu artinya Qibo telah mencintai orang yang salah.
“Di luar sedang turun hujan.” gumam Hongli, yang masih setia mendampingi Li Kun malam itu.
Li Kun yang sedang sibuk membaca sebuah buku, tampak tidak menghiraukan gangguan dari orang kepercayaannya tersebut.
“Pasti udara di luar, sangat dingin.” Hongli kembali bergumam pelan, seakan berbicara pada dirinya sendiri.
Li Kun hanya tampak berhenti sejenak. Membalik halaman buku yang dibacanya, kemudian kembali tenggelam dengan bacaannya.
Hongli menghela nafas pelan. “Apakah aku harus memanggil tabib lagi keesokan harinya?” kembali bergumam sendiri.
Li Kun yang sebelumnya berusaha mempertahankan ketenangannya, akhirnya terganggu juga.
Ia berbalik dari buku di atas meja, dan beralih menatap Hongli kali ini. “Katakan saja dengan jelas, apa yang kau inginkan dariku? Kau bersikap seperti itu, membuatku ingin menendangmu keluar dari sini.” tukas Li Kun, dengan nada dingin yang tidak di buat-buat
Hongli yang terkejut, segera menunduk meminta maaf pada Li Kun. “Hamba tidak bermaksud lancang, Pangeran. Hanya saja… Di luar… Hujannya… Agak sedikit lebat.” katanya terbata.
Li Kun melirik pintu di hadapannya sejenak. “Aku tau.” balasnya singkat, masih tampak sedatar biasanya.
“Apakah Pangeran Li Kun berfikir, dia akan baik-baik saja, jika terus berada di paviliun Chu dalam cuaca seburuk ini?” Hongli bertanya.
Li Kun kembali mengalihkan perhatiannya pada buku yang dibacanya. “Aku tidak begitu tertarik, untuk memikirkannya.” jawaban dingin itu, masih didampingi oleh wajah tampan Li Kun yang tanpa ekspresi.
Hongli yang sudah terbiasa dan telah mengerti betul dengan sikap dingin majikannya, hanya mampu membuang nafas pelan.
“Kau sudah tampak lelah. Pergilah beristirahat.” Li Kun yang bangkit berdiri, meletakkan buku yang baru saja selesai dibacanya, kembali ke barisan rak buku.
Meskipun Hongli memang selalu berada di sekitarnya selama ini, itu tidak lantas membuatnya mampu berada di sisi Li Kun selama seharian penuh.
Sebagai seorang Pangeran Mahkota, Li Kun memiliki banyak agen rahasia handal yang juga ikut melindunginya dari balik bayangan.
Hongli segera menunduk patuh pada Li Kun saat itu. “Baik Pangeran. Anda juga, beristirahatlah.” pamitnya, akhirnya.
Li Kun yang melihat kepergian Hongli, berdiri terdiam di tempatnya.
Wajahnya yang tampan, masih sulit untuk digali. Tidak ada yang sanggup menerka, apa yang ada dalam fikiran pemuda itu saat ini.
Qibo menengadahkan tangannya.
Membiarkan tetesan hujan yang deras, menerpa telapak tangannya.
Ia tidak perduli pada tubuh kecilnya yang menggigil kedinginan saat ini. Bagaimanapun, Qibo telah tumbuh besar dengan banyak menjalani hari-hari yang cukup keras.
Karna itulah, Qibo bukanlah seorang pria yang lemah.
Rasa dingin yang menusuk kulit, sudah menjadi hal yang lumrah bagi orang sepertinya.
“Sangat merepotkan.”
Qibo masih tampak sibuk dengan fikirannya sendiri, saat tiba-tiba saja suara berat itu mengejutkannya!
Seperti baru saja mendapatkan kehangatan api unggun di musim dingin, Qibo berbalik cepat, dengan senyuman terlebar yang ia miliki!
Sebenarnya, Qibo telah menduga, bahwa orang itu akan datang kepadanya hari ini!
“Tuanku! Kau datang?!” Qibo yang terlalu gembira, segera menghampiri Li Kun dan meraih sebelah lengannya.
Hujan turun sangat lebat. Meskipun berjalan kemari dengan melalui lorong-lorong istana yang memiliki atap, namun Li Kun masih tampak sedikit membasahi jubah indah yang dikenakannya.
Li Kun melirik telapak tangan dingin Qibo, yang memeganginya.
Qibo segera tersadar, dan melepaskan tangannya yang telah lancang menyentuh seorang Pangeran Mahkota. “Maafkan aku. Aku hanya terlalu gembira! Pangeran Li Kun, datang kemari secara khusus! Aku terlalu bersemangat, sampai merasa lupa diri!”
Li Kun membuang nafas pelan, menatap Qibo yang saat ini berdiri dengan wajah pucat di hadapannya. “Apa sebenarnya yang kau lakukan? Berkeliaran di malam hari seperti ini. Sudah kukatakan, bahwa itu melanggar peraturan Istana. Kenapa kau begitu keras kepala?” Li Kun bertanya, dengan nada yang tidak keras namun tidak juga pelan pada Qibo.
Qibo balas menatap Li Kun, sedikit mendongak karna tinggi Li Kun yang melampauinya. “Aku hanya memiliki kekeras kepalaan yang tersisa, untuk mendapatkan perhatianmu Tuanku.” balas Qibo berani, menatap Li Kun tepat di manik matanya yang hitam pekat. “Aku bersedia menukarkan segala apa yang aku punya, untuk bisa berada di sisi Pangeran Li Kun. Tapi… karena aku tidak cukup memiliki banyak hal, maka aku hanya sanggup bersikap keras kepala di hadapan Anda.”
Dari tatapan mata Li Kun, hawa yang mengintimidasi, terpancar jelas dari pria yang lebih muda empat tahun darinya itu. “Kau sangat pandai membuat orang merasa tak nyaman.” dengusnya. “Tidakkah kau takut, pada hukuman istana yang akan dijatuhkan padamu?” Li Kun mengancam.
“Aku takut! Aku sangat takut!” Qibo menjawab cepat. “Tapi aku lebih takut, pada diriku yang menyerah pada Pangeran Li Kun!” ujarnya lelah, diantara suara hujan yang menabrak permukaan air danau yang terhampar di sekitar keduanya. “Seumur hidupku, aku tidak pernah mendambakan kasih sayang orang lain. Bahkan tidak, dengan orang yang telah membuatku terlahir ke dunia ini! Lalu saat hal itu tiba-tiba saja tertuju pada seseorang. Akupun tidak mampu, mengatur perasaanku sendiri. Pangeran Li Kun telah membuatku tidak waras, saat pertama kali menatap anda. Ini pertama kalinya dalam hidupku! Aku merasa harus memperjuangkan kasih sayang seseorang! Tuanku mungkin telah melupakannya. Tapi bagiku, Pertemuan kita sepuluh tahun yang lalu, adalah hal yang sangat berpengaruh dalam hidupku.”
Li Kun terdiam.
Wajahnya yang datar, masih tidak menampilkan perubahan sedikitpun. “Kembalilah kekediamanmu.” perintahnya akhirnya, tidak berusaha menanggapi ungkapan perasaan Qibo.
Qibo menunduk dalam. “Tuanku. Kenapa Anda begitu membenciku?” tanyanya, masih tidak mampu menyerah.
“Apakah aku pernah berkata, bahwa aku membencimu?” Li Kun balik bertanya.
Qibo kembali menatap Li Kun. Sedikit binar, mulai tampak dari pancaran matanya. “Lalu? Apakah Tuanku tidak?”
“Aku tidak melakukan hal yang tidak perlu.” jawabnya datar.
“Lalu? Apa yang tidak Tuanku sukai dari diriku? Apakah karna aku adalah seorang laki-laki? Apakah diriku sangat menjijikkan di mata Tuanku? Apakah…”
“Kau terlalu banyak bicara.” potong Li Kun, bersamaan dengan benda hangat yang terasa mendarat pada bibir merah Qibo yang terasa dingin.
Qibo terbelalak lebar!
Matanya terasa hampir keluar, dari tempatnya saat itu!
Qibo benar-benar tak mampu mempercayainya!
Pangeran Li Kun! Baru saja menciumnya! Dibibir!
Jantung Qibo berdetak keras! Sangat kencang, sampai ia tak mampu lagi mendengarkan suara guyuran hujan.
Hitungan detik berlalu! Li Kun masih tidak melepaskan cengkeraman sebelah tangannya, yang saat ini tertanam pada leher bagian belakang Qibo menahannya.
Bibir mereka menyatu, dalam waktu yang tidak singkat!
Saat Li Kun akhirnya melepaskan dirinya, pikiran Qibo seperti melayang, karna syok yang dialaminya!
Qibo berkedip beberapa kali. Kemudian, menatap Li Kun dengan mata lebarnya yang membulat sempurna!
Wajah tampan yang luar biasa itu, masih terlihat dihadapannya!
Orang yang menciumnya, benar-benar Pangeran Li Kun!
Qibo masih tidak mengerti!
Kemudian, tubuhnya yang terguncang tiba-tiba saja terasa lemas dan terjatuh!
Kesadaran Qibo menghilang, sebelum ia sempat berfikir dengan jernih saat itu.
BAB 11 (LIANGYI)
Pagi itu, Li Kun yang baru saja selesai menghadap Kaisar, berpapasan dengan Pangeran ke8 dalam perjalanan kembali ke kediamannya.
Seperti biasa, hubungan mereka yang tidak begitu baik, kembali muncul ke permukaan.
Sebagai kakak beradik yang lahir dari ibu yang berbeda, memang akan selalu ada persaingan ketika mereka terlahir dalam Istana.
Li Kun tidak bergitu perduli dengan orang-orang di sekitarnya, membuat orang lain menjadi salah paham dan membencinya.
“Hongli memberi hormat, pada Pangeran Liangyi!” salam Hongli, memecahkan aura dingin di antara dua kakak beradik yang tidak sengaja berpapasan di jalan.
Liangyi mengangguk ke arah Hongli, kemudian memasang senyum palsu di hadapan Li Kun. “Kakak, lama tidak bertemu. Bagaimana keadaanmu?” tanya Liangyi, berusaha nampak sopan di hadapan Li Kun.
Li Kun hanya berkedip sekali, kemudian seakan tidak mendengarkan apapun, ia kembali melanjutkan langkahnya.
“Kau masih sama seperti sebelumnya! Tidak heran, jika banyak orang yang membencimu.” cela Liangyi, membuat Li Kun menghentikan langkahnya.
“Kaupun masih sama seperti ibumu. Lebih baik kau tidak tersenyum padaku, jika kau tidak menginginkannya.” balas Li Kun, baru bersedia berbalik menanggapi Liangyi.
Bagi Li Kun, dia tidak memiliki dendam pada Liangyi. Dia hanya terbiasa berhati-hati, untuk orang yang dianggapnya menunjukkan senyum palsu padanya.
Sebenarnya hubungan buruk mereka, dilandasi oleh persaingan kedua ibu mereka yang dulunya memperebutkan posisi Permaisuri dalam Istana. Pada kenyataannya, sebenarnya Liangyi adalah seorang pemuda yang berperilaku baik dan tidak culas. Dia tidak memiliki ambisi apapun untuk menjatuhkan Li Kun, selama Li Kun tidak mengganggunya.
Liangyi sama sekali tidak berniat melanjutkan ambisi ibunya, yang saat ini menduduki posisi selir paforit dalam istana Kaisar.
“Aku hanya berusaha sedikit sopan.” kata Liangyi. “Kau adalah seorang Pangeran Mahkota. Aku tidak diperbolehkan bersikap buruk padamu.”
“Lakukan saja apa yang ingin kau lakukan. Aku tidak begitu tertarik, dengan hal yang tidak penting.” balas Li Kun datar, berniat ingin kembali melanjutkan langkahnya.
“Tunggu sebentar!” Liangyi menghadang Li Kun di depannya. “Aku ingin meminta sesuatu padamu.” katanya, sama sekali tidak merasa takut pada posisi Li Kun.
Li Kun menggerakkan bola matanya yang datar, menatap Liangyi. “Katakanlah.” tanggapnya.
“Qibo.” saat menyebutkan nama itu, Liangyi berusaha menggali ekspresi dari wajah Li Kun dengan sia-sia. “Aku dengar, bahwa kau telah membiarkannya untuk menginap dalam kediamanmu. Apakah itu artinya, bahwa kau telah sedikit memperhatikannya saat ini?” tanyanya.
Li Kun diam saja, menunggu Liangyi melanjutkan ucapannya.
“Aku hanya berharap, agar kau tidak terlalu bersikap kejam padanya. Qibo hanya orang yang terlalu keras kepala pada pemikirannya sendiri, namun bahkan tidak perduli saat seseorang menindasnya.” tukas Liangyi.
“Haruskah aku bersikap baik padanya, saat kau yang memintanya? Aku tidak akan merubah sikapku padanya, jika itu hanya karena kau yang memintanya padaku.” Li Kun membalas datar.
Liangyi berdecak kesal. Sebenarnya, ia memang selalu merasa kesal, setiap kali berbicara pada Li Kun yang terlalu sombong baginya. “Aku hanya ingin mengatakan, bahwa kau memberikannya seorang pelayan yang buruk. Kau setidaknya harus memberinya seorang pelayan yang bisa menghormatinya.”
Li Kun berkedip. “Bukan aku yang memberikan pelayan yang buruk padanya.” katanya. “Lagi pula, kau tampak memiliki terlalu banyak waktu untuk mengurusi haremku. Haruskah aku meminta Kaisar untuk mempercepat pernikahanmu, agar kau bisa mengurusi milikmu sendiri?” Li Kun berkata dingin.
Liangyi mendengus kasar. “Terserah padamu! Aku telah menyia-nyiakan waktuku, untuk memutuskan berbicara padamu.” omel Liangyi, kemudian segera pamit undur diri.
Qibo baru saja membuka matanya, saat mendapati pemandangan asing di sekitarnya.
Saat dirinya terfokus pada ingatan terakhir yang dimilikinya, tubuhnya spontan terduduk tagap dari pembaringan empuk yang ditempatinya.
“Anda sudah sadar?” tegur seorang pelayan wanita cantik, yang baru saja menghampirinya dengan ramuan obat di tangannya.
Qibo yang kehausan, segera menghabiskan isi mangkuk yang disodorkan padanya. Ia tidak lagi memperdulikan rasa pahit yang menderanya.
Pelayan yang cantik, segera memberinya beberapa buah penangkal pahit dan air putih.
“Dimana ini?” tanya Qibo, segera setelah selesai menghilangkan segala cairan dari mulutnya.
“Anda saat ini berada dalam kediaman Pangeran Li Kun.” terang pelayan, dengan nada sopan.
“Apa?!” Qibo memekik, membuat pelayan yang masih tampak muda, terkejut, dan menjatuhkan mangkuk ditangannya hingga pecah berserakan. “Tolong ampuni hamba! Hamba pantas mati! Hamba pantas mati!” seru pelayan ketakutan, berlutut mencium tanah berkali-kali di hadapan Qibo.
“Aiyo. Kenapa kau pantas mati? Kau hanya memecahkan benda seperti itu. Untuk apa kau mempermasalahkannya? Majikanmu sangat kaya, benda seperti itu tidak ada apa-apanya baginya.” Qibo mengeluh, pada sikap si pelayan yang berlebihan.
Si pelayan kecil tertegun. Ia berfikir, ia telah salah dalam berucap sampai Qibo marah padanya.
“Ada apa?” Qibo bertanya, saat mendapati wajah pelayan yang aneh.
“Sebenarnya… Anda adalah majikan saya, mulai saat ini.” jawabnya, meluruskan.
Qibo sedikit bingung. “Lalu, bagaimana dengan Fung?”
“Dia… Telah dipindahkan kebagian lain.” ujarnya takut-takut.
Qibo mengangguk mengerti. “Kau tidak usah terlalu kaku padaku. Siapa namamu? Aki merasa, kita pernah bertemu sebelumnya?”
“Hamba bernama Fen. Sebelumnya, hamba adalah pelayan dari Yang Mulia Permaisuri. Waktu itu, saat anda terluka karna panah, kita pernah bertemu sekali.” terang Fen sopan.
“Ah. Aku mengingatnya sekarang.” Qibo menyuruh Fen berdiri terlebih dahulu. “Kau jangan berlutut terus, aku jadi sulit berbicara denganmu.”
“Baik, Selir Qibo.” patuh Fen, bangkit berdiri.
“Sekarang, kau harus menjawab pertanyaanku.” Qibo menyuruh Fen untuk mendekat. “Apakah semalam… Pangeran Li Kun melakukan hal ‘itu’ padaku?” tanyanya, tidak berusaha mengecilkan suaranya.
“Hal ‘itu’?” wajah polos Fen, tampak kebingungan.
“Maksudku… Apakah… Kau mendengar suara yang aneh semalam? Apakah… Pangeran Li Kun tidur denganku?” kali ini, Qibo lebih spesifik.
Wajah Fen, sontak memerah. “Hamba tidak tau. Hamba baru ditugaskan kemari pagi ini.”
“Oh… Benarkah? Sayang sekali.” Qibo mendesah kecewa.
Qibo baru saja menyelesaikan percakapannya, saat suara tawa tiba-tiba saja mengalihkan perhatian mereka.
Fen bergerak cepat, untuk memunguti pecahan kaca yang berserakan di tanah.
Pintu ruangan terbuka!
Qibo segera mendapati Li Kun yang melangkah masuk, bersama Hongli yang memegangi perutnya karna terlalu banyak tertawa.
“Kau bahkan jatuh pingsan, hanya karna sebuah ciuman dariku. Apakah kau fikir, kau masih bisa hidup saat ini, jika aku melakukan sesuatu padamu semalam?” Li Kun bertanya dingin, dari tempatnya.
Hongli semakin terpingkal di sampingnya.
“Aku jatuh pingsan, bukan karena Tuanku menciumku. Itu murni karena tubuhku masih belum sembuh sepenuhnya, ditambah terpaan udara dingin saat hujan. Jika Tuanku tak percaya, coba saja lakukan lagi.” elak Qibo, dengan wajah yang memerah layaknya tomat.
Hongli kembali terbahak.
Hanya lirikan Li Kun, yang mampu meredam suara tawanya saat itu.
“Tampaknya kau sudah kembali sehat? Bolehkah aku memintamu, untuk meninggalkan kediamanku saat ini juga?” tanya Li Kun, terkesan mengusir Qibo.
Sebenarnya, itu sudah sebuah keberuntungan, saat Li Kun membawanya kekediaman pribadinya saat ia jatuh pingsan.
Qibo tidak percaya, ia bisa memasuki ruang pribadi milik Li Kun saat ini.
Jadi untuk hari ini, Qibo memutuskan untuk tidak membuat keributan lagi.
Meskipun enggan, Qibo akhirnya harus melepaskan selimut indah yang dipenuhi oleh bau Li Kun tersebut. Bangkit berdiri, kemudian memberi salam pamit pada Li Kun diikuti oleh Fen di belakangnya.
“Kau tidak diperbolehkan, untuk datang ke paviliun Chu lagi di malam hari.” saat Qibo telah sampai di ambang pintu, Li Kun kembali bersuara.
Qibo baru saja akan berbohong mengiyakan, saat Li Kun kembali berkata. “Aku tau bahwa kau bukan seorang yang penurut. Karna itu, aku mengizinkanmu untuk datang kemari sekali seminggu jika kau ingin menemuiku.”
Mata Qibo berbinar senang, manatap Li Kun tak percaya. “Benarkah? Sungguh aku bisa?”
Li Kun melirik malas. “Aku tidak ingin kau, membuat keributan lagi. Kau memiliki seorang pendukung, yang akan merecokiku.”
Hongli pura-pura tidak mendengar.
“Perjanjian batal, jika kau melanggar peraturan lagi.” sambung Li Kun kemudian.
Qibo mengangguk bersemangat. “Tentu. Tentu. Aku akan mematuhinya! Terima kasih atas kemurahan Tuanku!” seru Qibo, sebelum akhirnya meninggalkan kediaman Li Kun.
Hongli akhirnya melepaskan decakan prihatin, pada sosok punggung Qibo yang menghilang.
“Ada apa?” Li Kun bertanya pada Hongli.
Hongli menunjuk beberapa jejak darah, yang mengotori lantai. “Dia terlalu senang, sampai tidak menyadari kakinya terluka.” terangnya, menggeleng kasihan.
Ternyata, Qibo telah tanpa sengaja menginjak sisa ceceran kaca.
Fen baru menyadarinya, ketika dirinya dan Qibo telah melangkah cukup jauh.
Ia segera panik, dan mencari alas kaki dan obat untuk kaki Qibo.
Ia meminta maaf berkali-kali, di hadapan wajah tersenyum Qibo yang sama sekali tidak memperdulikannya.
BAB 12 (HANYA LI KUN)
Qibo menggunakan kesempatan ‘seminggu sekali’ yang ditetapkan Li Kun padanya, dengan sebaik-baiknya.
Bahkan bisa dikatakan ‘terlalu’ baik, sampai Hongli dibuat geleng-geleng kepala olehnya.
Begitu hari yang ditentukan tiba, pagi-pagi buta, Qibo telah tampak berdiri di hadapan kediaman Li Kun.
Li Kun masih belum terbangun dari tidurnya. Bahkan Hongli masih belum muncul, untuk melaksanakan tugasnya saat itu. Namun Qibo sudah menunggu antusias, sembari ditemani oleh pelayan setianya.
ketika bertemu Li Kun, Qibo tidak ingin menyia-nyiakan waktu sedikitpun untuk mengikuti bayangannya.
Terus berceloteh dan bercerita tentang banyak hal, tanpa perduli bahwa Li Kun terkadang tampak tidak menghiraukan dirinya.
Sesekali Li Kun hanya menanggapi sekenanya, terkadang juga memberi jawaban yang menyakitkan pada Qibo.
Keberuntungan Qibo, adalah hanya ketika Li Kun tidak berkomentar saat Qibo memutuskan hanya ingin kembali ke kediamannya jika Li Kun telah tertidur.
Tidak masalah, jika sikap Li Kun tidak menunjukkan persahabatan padanya. Qibo sudah merasa cukup senang, dengan satu hari istimewa yang berhasil ia peroleh.
Selangkah demi selangkah, Qibo yakin bisa menyusup ke hati Li Kun sedikit demi sedikit.
Hari itu, Liangyi mengunjungi kediaman Qibo.
Begitu Liangyi berhasil mendudukkan dirinya, Qibo segera bercerita dengan penuh semangat, tentang titah Ibu Suri yang mengundangnya untuk menyaksikan pertandingan menunggang kuda yang selalu diadakan beberapatahun sekali dalam Istana itu.
Kaisar Kerajaan Shun, sangat antusias menyambut tradisi menunggang kuda tersebut. Ia telah menyediakan banyak hadiah besar, bagi siapapun yang memenangkan pertandingan itu.
Namun sayangnya, hanya orang-orang tertentu yang dapat menyaksikan pertandingan yang menakjubkan tersebut.
Hal yang sangat mengejutkan, bahwa Qibo juga diberi izin untuk menghadiri pertandingan yang juga akan diikuti oleh beberapa Pangeran itu.
Itu menunjukkan, bahwa keberadaan Qibo mulai menarik perhatian dalam Istana.
Liangyi sedikit menaruh curiga, bahwa ada sesuatu yang direncanakan oleh Ibu Suri.
Liangyi cukup tau, bahwa Ibu Suri bukanlah wanita tua yang dermawan.
Dia telah menentang keberadaan Qibo, dalam harem Li Kun sejak awal.
Namun karena itu keputusan langsung dari Kaisar, maka Ibu Suri tidak mampu mengatakan apapun saat itu terjadi.
Ia awalnya merasa tenang, ketika Li Kun tidak menaruh sedikitpun perhatiannya pada kediaman Qibo.
Namun ketika berita tentang keberadaan Qibo yang mulai diakui oleh Li Kun menyebar, wanita tua itu pasti akan memulai pergerakannya.
“Aku menyarankanmu, untuk tinggal dengan patuh dalam kediamanmu saja.” Liangyi berkata, berusaha sedikit memberi peringatan pada Qibo.
Qibo yang duduk di hadapannya, menatap Liangyi dengan heran. “Kenapa? Bukankah ini kesempatan yang bagus? Aku sangat ingin melihat Tuanku, mengalahkan Pangeran-pangeran yang lain dengan gagah berani.” balas Qibo, dengan mata yang berbinar-binar penuh khayal.
Liangyi memutar matanya dengan malas.
Sejauh ini, Liangyi telah cukup mengetahui kepribadian Qibo. Seberapapun kerasnya ia mengatakan ‘jangan’, ketika lelaki ini menginginkannya, maka percuma saja jika ia menggunakan seluruh bahasa yang kau ketahui untuk membujuknya.
“Terserah kau saja.” Liangyi hanya bisa menjawab acuh akhirnya.
Liangyi tidak lagi membahas hal tersebut, ketika Fen datang untuk membawakan beberapa cemilan dan teh yang dipesan oleh Qibo.
“Apakah kau juga akan ikut bertanding, dengan para pengawal yang lain?” tiba-tiba saja, Qibo kembali bersuara. “Aku mendapat kabar, bahwa Kaisar juga memilih beberapa prajurit andalan untuk mengikuti pertandingan itu.”
Fen yang mengenali siapa Liangyi sebenarnya. Menatap heran sekaligus ketakutan pada majikannya.
Bagaimanapun, Liangyi adalah seorang Pangeran yang agung. Bagaimana bisa, Qibo bersikap begitu tidak sopan padanya dan malah menyamakannya dengan para pengawal maupun prajurit istana yang rendah?
Ini tidak benar! Fen merasa harus menyelamatkan majikannya dari pelanggaran ini.
Fen segera berlutut di hadapan Liangyi, ia bahkan hampir menjatuhkan teko teh yang tadi dipegangnya.
“Tolong maafkan kelancangan majikan hamba! Tolong jangan menghukumnya!” Fen segera bersujud mencium lantai, beberapa kali di hadapan Liangyi.
Qibo menatap heran padanya, sementara Liangyi dibuat salah tingkah olehnya.
“Fen! Ada apa denganmu? Kau tidak salah makan sesuatu kan?” Qibo bertanya khawatir.
Fen sangat ingin meneriaki majikannya, bahwa sebenarnya Qibolah yang telah salah makan sesuatu sampai ia berani bersikap tidak sopan pada seorang Pangeran seperti Liangyi.
“Selir Qibo! Anda… Terhadap Pangeran… “
“Aku rasa, aku harus segera pergi!” Liangyi segera memotong pembicaraan Fen, yang mulai memucat.
Qibo segera memasang raut tak senang. “Tapi aku belum cukup berbicara denganmu. Kenapa kau begitu terburu-buru?”
Fen semakin memucat.
Liangyi segera memasang senyum menenangkan pada Fen. “Aku harus kembali melaksanakan tugasku. Bukankah seorang prajurit, memang harus selalu siap siaga untuk menjaga istana?” senyumnya mengandung kode untuk Fen. “Bukankah begitu, Fen?” tanyanya, mengajak Fen untuk mengikuti kebohongannya.
Fen hanya mengangguk bodoh, untuk menanggapinya.
Fen bukanlah seorang pelayan yang idiot. Dia cukup mengerti, bahwa Liangyi sedang menyuruhnya untuk diam.
Hari pertandingan berkuda telah tiba.
Seperti dugaan Liangyi, Qibo mendapat undangan hanya untuk dipermalukan oleh Ibu Suri.
Saat semua selir dan Pangeran diberi tempat duduk yang aman, Qibo dibiarkan berdiri di antara para pelayan Istana.
Ibu Suri berfikir, bahwa hal tersebut sudah cukup untuk memberi sedikit intimidasi pada Qibo.
Namun di luar dugaan, Qibo malah terlihat kesenangan saat memandang Li Kun yang duduk di atas dengan jubah indah yang melilit tubuh luar biasanya.
Qibo terlalu sibuk terpesona pada ketampanan luar biasa Li Kun, sampai ia lupa memandang kesekitar.
Kaisar, Permaisuri, Pangeran Mahkota Li Kun, Pangeran Liangyi, Selir agung kaisar, serta Huanrang (istri sah Li Kun), duduk di atas podium tinggi yang sama.
Qibo bahkan belum bersedia repot-repot, untuk sedikit mengalihkan pandangannya saat itu.
Matanya terus berbinar, dibarengi senyum lebar pada wajah putih mulusnya yang terkagum.
Jika Ibu Suri tua itu bisa berada di sini, maka ia pasti akan merasa gondok sendiri dengan rencananya yang gagal.
Saat pertandingan awal dimulai, Qibo baru bersedia mengalihkan pandangannya. Mencari sosok Liangyi, di antara para prajurit yang masing-masing telah menunggangi kudanya.
Saat itu ia baru sadar, bahwa Liangyi malah masih duduk tenang di samping para Pangeran dan Putri Kaisar yang lain.
Qibo baru menyadari situasinya, ketika para Pangeran dan saudara Kaisar mulai maju untuk melakukan giliran mereka untuk bertanding.
Qibo segera manatap Fen, yang tampak salah tingkah di sampingnya. “Siapa Liangyi sebenarnya?” tanyanya, memasang wajah mengancam pada pelayannya tersebut.
Fen segera menunduk dan menyesali bahwa ia tidak segera mengatakan kebenarannya saat itu. “Pangeran Liangyi, adalah Pangeran ke 8 dari Kaisar Li Jiazhen.” jelasnya akhirnya.
Itu artinya, bahwa Li Kun dan Liangyi adalah kakak beradik?!
Meskipun keduanya sama sekali tidak memiliki kemiripan. Tapi tampang Liangyi memang terlalu bagus, untuk menjadi seorang pengawal Istana.
Kebohongan Liangyi padanya, memanglah hal yang buruk. Tapi Qibo lebih memilih mengambil sisi positif, dari pertemanannya dengan Liangyi.
Qibo sama sekali tidak merasa marah pada kebohongan Liangyi.
Saat ini ia hanya ingin fokus untuk mendukung Li Kun, yang kini telah tampak memacu kuda yang ditungganginya dengan gagah perkasa.
Qibo melompat kegirangan, saat Li Kun memperoleh posisi pertama!
Ia merasa menyesal, bahwa ia tidak bisa menyisakan sedikitpun dukungan pada sahabatnya Liangyi.
BAB 13 (QIBO DAN HUANRAN)
Beberapa putaran pertandingan, telah berakhir.
Pada pertandingan terakhir, Huanrang berhasil mencapai posisi pertama mengalahkan beberapa Putri Kaisar dan Putri pejabat penting yang ikut bertanding.
Kaisar mulai menggembar-gemborkan, hadiah besar yang di anugrahkannya pada para pemenang.
Saat mencapai giliran Huanrang mendapatkan hadiahnya. Wanita cantik yang tampak anggun itu, menatap Qibo sekilas.
“Yang Mulia Kaisar. Bisakah Huanrang meminta hadiah lain, untuk kemenangannya?” tanya Huanrang sopan, membuat perhatian semua orang tertuju padanya.
Wanita cantik itu tampak lemah lembut dan sangat anggun, namun mampu mengalahkan Putri yang lain dengan sangat mudah. Itu menunjukkan bahwa istri utama dari Pangeran Mahkota ini, bukanlah orang yang biasa.
Jika ingin dibandingkan, maka Qibo bukanlah apa-apa di mata orang-orang.
Kaisar Jiazhen yang dermawan, tampak berkedip sekali. Tersenyum ramah pada Huanrang, dan mengizinkannya membuat permintaan.
“Sebenarnya, Huanrang merasa sedikit heran bahwa selir Qibo tidak mengikuti pertandingan hari ini. Huanrang mulai merasa penasaran, tentang keahlian berkudanya. Lalu… Huanrang sangat ingin bertanding dengannya. Apakah itu diperbolehkan, Yang Mulia?”
Jelas ini sebuah tantangan, yang ditujukan secara berani untuk Qibo!
Qibo tidak mendengarkan hal itu. Namun ia menyadari, tatapan beberapa orang yang mulai tertuju padanya.
Apalagi saat Kaisar mulai bangkit, kemudian menghampiri dirinya bersama antek-anteknya yang lain.
Qibo tau, ada sesuatu yang besar yang akan terjadi.
Wajah tampan Li Kun tetap datar, namun Liangyi memasang tampang berkerut tak senang pada wajah tampan belianya.
“Bagaimana? Bersediakah Selir Qibo menjawab tantangan dari Putri Huanrang?” tanya Kaisar, begitu ia selesai menjelaskan situasinya.
Bagi Kaisar, mungkin keduanya bisa mulai menjalin hubungan yang baik setelah melakukan pertandingan persahabatan ini.
Qibo menunduk sopan di hadapan Kaisar. “Qibo sangat menyesal untuk menanyakan hal ini, Yang Mulia. Tapi… Apakah Qibo memiliki hak untuk menolak?”
Semua terdiam.
Kaisar tersenyum ramah. “Tentu! Kau yang menentukan hal ini.” jawabnya.
Yang lain tampak berbisik tak senang.
Bagi mereka, menolak permintaan Kaisar adalah tindakan yang tidak sopan.
Tapi jika bisa memilih, maka Qibo akan memilih mundur. “Maka… Qibo akan memilih untuk tidak bertanding, Yang Mulia.”
“Kenapa?” seorang gadis cantik yang kira-kira berumur delapan belas tahun, keluar dari kerumunan.
“Dia adalah Putri Limei. Kakak dari Pangeran Liangyi.” Fen segera berbisik dari belakang Qibo, takut jika majikannya salah lagi dalam mengenali orang.
Qibo menunduk memberi salam pada Limei. “Sayang sekali, bahwa Qibo tidak tau cara menunggang kuda.” Qibo menjawab jujur.
Limei terbelalak. “Bagaimana bisa? Apakah kau benar-benar seorang Selir lelaki? Sangat tidak jantan!” cemoohnya.
Wow! Mulut yang tajam! Mengingatkan Qibo pada seseorang.
“Apakah seekor kuda, mengetahui jenis kelamin penunggangnya? Jika seperti itu, maka Qibo akan segera bertanding saat ini juga.” Qibo membalas skor.
Limei tercengang dengan jawaban Qibo.
Kaisar tertawa terbahak, sementara Liangyi berusaha menyembunyikan tawanya.
“Kau benar.” Limei mengakui kekalahannya, dengan tak rela.
Bisa ditekankan di sini, bahwa Limei tidak berdiri pada pihak manapun. Dia hanya seorang Putri Kaisar yang manja dan menyukai tantangan.
“Tapi karena ini sebuah tantangan langsung dari Putri Huanrang, maka Qibo merasa harus melakukannya.” Qibo tiba-tiba saja berubah pikiran. “Hanya satu persyaratan. Qibo ingin mengajukan satu persyaratan.”
“Katakanlah.” Kaisar menjawabnya dengan enggan.
Terakhir kali, ia dibuat tidak berkutik oleh kecerdasan anak ini.
“Bolehkah Putri?” Qibo meminta izin pada Huanrang.
Huanrang memasang senyum termanis yang dimilikinya. “Tentu.” izinnya.
Padahal dalam hatinya, ia sudah merasa sangat kesal pada Qibo yang begitu pandai mencari muka di hadapan Kaisar.
“Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, bagi pemula seperti diriku. Maka Qibo membutuhkan seorang pendamping, agar tidak terjadi kecelakaan.”
Li Kun mendengus, sudah tau bahwa akal bulus pria itu sedang kembali berjalan.
“Bisakah Qibo meminta Pangeran Li Kun, untuk menjaga di belakang?” pinta Qibo, tidak tau malu.
Sebenarnya, Qibo hanya ingin berada di atas kuda yang sama dengan Li Kun.
Ia ingin menciptakan suasana romantis bersamanya.
Semua orang merasa tertegun dengan ‘persyaratan’ Qibo. Tidak ada yang mengira, bahwa persyaratannya akan seluar biasa ini.
Huanrang menyembunyikan kegondokannya.
Jiazhen berdehem sekali. “Bagaimana Pangeran Mahkota? Apakah kau bersedia mendampingi Selir Qibo?”
“Tidak.” tidak butuh waktu untuk berfikir, bagi Li Kun menjawab datar.
Qibo segera memasang wajah cemberut ke arah Li Kun. Perasaannya saat ini, seperti ia baru saja dikhianati.
Jiazhen kembali berdehem. “Jadi?” bertanya pada Qibo.
“Aku akan melakukannya sendiri.” putus Qibo, dengan amarah dan kekecewaan.
Seekor kuda jantan yang perkasa, disiapkan untuk Qibo.
Sebenarnya tubuhnya cukup tinggi, jika dibandingkan dengan perempuan yang lain.
Tapi untuk menaiki seekor kuda saja, Qibo harus menggunakan cukup banyak kekuatan.
Jujur saja, sebelumnya dia hanyalah seorang rakyat miskin yang tidak mampu memperoleh kuda untuk ditumpangi.
Ia mengetahui sedikit ilmu silat, tapi lemah pada binatang satu ini.
Untuk percobaan pertama, Qibo mendapat tamparan dari ekor kuda tepat di wajahnya.
Qibo mengerti bahwa orang-orang yang tidak menyukainya, sengaja menyiapkan kuda yang ‘khusus’ untuknya.
Kuda itu begitu tidak penurut.
Qibo harus jatuh beberapa kali, agar bisa duduk dengan goyah di atasnya.
Seluruh tubuh Qibo, pasti akan segera dipenuhi oleh memar.
Belum cukup dengan itu, pelana kuda berhasil menggores tangannya karna kudanya begitu tidak patuh.
Dengan sedikit panduan menunggang kuda dari seorang prajurit, akhirnya pertandingan dimulai juga.
Qibo berhasil babak belur, dengan mengantongi kekalahan yang memalukan.
Beruntung saat ia merasa tidak mampu menghentikan laju kuda yang gila, Hongli segera bergegas untuk menyelamatkannya.
Qibo terus memandangi wajah datar Li Kun, dengan wajah yang menyalahkan.
Tubuh Qibo penuh luka dan juga merasa sakit di hatinya, atas penolakan Li Kun padanya.
Dia memang telah terbiasa dengan penolakan Li Kun, tapi tidak kebal olehnya.
Begitu semua orang bubar. Qibo sengaja mengendap-endap mengikuti Li Kun menuju ke kediamannya.
Begitu mereka sampai, Qibo segera menghadang Li Kun di depan pintunya.
“Minggir.” perintah Li Kun, tampak sama sekali tidak terpengaruh oleh kesakitan di wajah Qibo.
“Tuanku! Tidakkah anda melihat luka-luka ini? Ini disebabkan oleh anda!” Qibo mulai mengeluh, sembari menunjukkan memar-memar di tubuhnya.
Li Kun mendengus mengejek. “Itu semua karena kekeras kepalaanmu.” ia tidak menunjukkan sedikitpun rasa bersalah.
Kedua sudut mulut Qibo, melengkung turun. “Sangat menyakitkan. Rasanya lebih menyakitkan, dari pada saat aku menerima panah itu untukmu.”
“Kau berlebihan!” Li Kun membalas sarkastik.
“Aku bersungguh-sungguh! Apakah tuanku bisa melihat langsung, luka di hatiku ini?!” Qibo berkeras.
Li Kun berdecak. Menarik Qibo untuk memasuki kamar pribadinya. Memerintahkan Hongli membawakan kotak obat. Dan mendudukkan Qibo di atas kursi miliknya.
“Aku hanya mampu mengobati luka luarmu saja. Luka di hatimu, aku tidak ingin mengetahuinya.” kata Li Kun datar, tapi mampu membuat Qibo kembali tersenyum gila.
“Aku merasa, bahwa kau juga mengalami cedera di area otak. Periksakan kepada tabib, setelah kau kembali ke kediamanmu. Aku yakin, bahwa kau itu sudah gila.” lanjut Li Kun, masih tidak puas dengan mulut tajamnya.
Di luar dugaan, Qibo malah tersenyum tersipu.
“Ada apa denganmu?” Li Kun mulai mempercayai ucapannya, bahwa pria di hadapannya ini sudah benar-benar gila.
“Tuanku. Sebenarnya aku sudah lama mengetahuinya, bahwa otakku memang bermasalah. Dia terus dan terus memikirkan anda, sejak saat kita pertama kali bertemu. Jika itu bisa disebut kegilaan. Maka aku benar-benar tergila-gila pada anda sejak masih sangat muda, Tuanku.” Qibo berkata jujur, namun juga tak tahu malu.
Untuk sesaat, suasana menjadi hening.
“Aku ingin muntah.” kata Li Kun akhirnya, hampir saja mengusir Qibo jika tidak ingat bahwa ia sedang terluka.
BAB 14 (HADIAH UNTUK PANGERAN MAHKOTA)
Karena merasa bosan dan tak punya kegiatan menyenangkan lain untuk dilakukan, Qibo memutuskan mengunjungi kediaman Pangeran Mahkota, meski hari itu bukanlah hari tertentu yang telah dijanjikan Li Kun untuknya.
Meskipun Qibo tau dengan jelas bahwa kunjungannya akan ditolak mentah-mentah, namun ia bukanlah ‘Qibo’ jika mampu dibuat menyerah begitu saja.
Dengan kekuatan kepala batu yang dimilikinya, Qibo mengambil posisi duduk ternyaman, tepat di sebelah pintu ruang belajar Li Kun.
Kedua pengawal yang berjaga di hadapan pintu, hanya mampu geleng-geleng kepala tanpa mampu berkutik lagi, setelah gagal mengusir Qibo secara halus.
Li Kun masih sibuk dengan pekerjaannya, hingga belum sadar dengan kehadiran Qibo.
Qibo yakin, cepat atau lambat Li Kun pasti akan keluar dari ruang belajar pribadinya itu. Qibo cukup pintar, untuk tidak mengganggu Li Kun saat ia sedang bergelut dengan pekerjaannya.
Qibo merasa tidak keberatan, jika harus menunggu berapa lamapun.
Fen pelayannya, hanya mampu mendampingi tuannya tanpa keluhan.
Beberapa jam berlalu, Fen sudah mulai tampak lelah berdiri, sementara Qibo masih menunggu dengan posisi duduk melantai dengan sikap manis.
Saat sosok tampan dan mengagumkan itu akhirnya muncul dari balik pintu bersama Hongli, Qibo mulai menampakkan senyum tercantik yang pernah dimilikinya.
Qibo segera memberi salam pada Li Kun, tanpa mampu berdiri dari posisi duduk bersilanya.
Li Kun mengernyit manatapnya, sementara Hongli memberi salam pada Qibo.
“Apa yang kau lakukan di sini?” tegur Li Kun datar, sama sekali tidak menunjukkan wajah senang saat bertemu dengan selirnya itu.
Qibo tetap tersenyum. Memandang penuh kekaguman, pada sosok Li Kun yang selalu mampu membuatnya tergila-gila setiap kali mereka bertemu.
“Aku datang kemari, karena terlalu merindukan anda Tuanku. Sangat merindukan anda, sampai tak tertahankan.” umbar Qibo semangat, sama sekali tidak perduli dengan wajah lucu Hongli setelah mendengar pengakuannya yang keterlaluan.
Li Kun berdecak tak senang. “Jangan biarkan siapapun masuk ke kediamanku, jika tidak memperoleh izin dariku.” kata Li Kun, dengan nada dingin, menghardik para pengawalnya yang sebenarnya jadi serba salah.
Para pengawal segera menunduk patuh, sementara Fen mulai merasa cemas pada majikannya.
“Kembalilah ke kediamanmu. Aku ingin kau mematuhi, apa yang sudah aku tetapkan. Atau haruskah aku mencabut izin seharimu itu?” Li Kun menegur tingkah tidak bisa diatur Qibo.
Fen mulai bergidik ngeri, melihat wajah dingin Pangeran Mahkota.
“Tapi…”
Qibo belum selesai berbicara, saat Li Kun segera menyelanya. “Bantu majikanmu berdiri, dan pulanglah bersamanya.” Li Kun memerintahkan Fen, dengan tegas.
Fen segera berlutut di sebelah Qibo, dan membujuknya untuk pulang.
Namun Qibo malah tampak tidak bergeming dari tempatnya.
Li Kun hampir saja kehilangan kesabarannya, saat tiba-tiba saja rengekan Qibo terdengar olehnya.
“Kakiku… Kakiku… Rasanya sangat sakit… Ukh… Aku tidak bisa menggerakkannya…” keluh Qibo, memasang wajah paling menyedihkan di hadapan Li Kun.
Li Kun menatap Qibo semakin mengernyit.
“Mungkinkah karena anda duduk seperti itu, terlalu lama? Kaki anda terasa kesemutan? Apakah sangat menyakitkan?” Fen bertanya khawatir, pada majikannya. “Haruskah aku memanggilkan tabib untuk anda?”
Kepanikan Fen, membuat rengekan Qibo, makin menjadi-jadi. “Aku telah menunggu selama berjam-jam, sampai kedua kakiku menjadi mati rasa seperti ini! Udara di luar sangat dingin, dan aku juga memperoleh sikap yang begitu dingin…. Aku hampir mati karena merasa sakit di hatiku.” Qibo mengeluh parau, mendongak menatap wajah tampan dingin di hadapannya.
“Bukan aku yang memintamu untuk menunggu di sini!” meskipun wajah tampan Li Kun masih terlihat datar, tapi sedikit emosi samar-samar terasa dari nada bicaranya.
“Aku sama sekali tidak menuduh anda, Tuanku!” Qibo membalas mantap.
“Kau sengaja ingin berdebat? Apakah kau ingin mendapatkan hukuman cambuk?!” ancam Li Kun, merasa kesal.
Kedua sudur mulut Qibo, melengkung turun. Memandang Li Kun dengan wajah memelas yang menyalahkan.
Li Kun membuang pandangannya. “Cepat berdiri! Aku akan meminta pelayan, untuk membawakan teh hangat untukmu.”
“Minum teh hangat?!” sambar Qibo cepat dan semangat. “Tapi… Sangat kesepian jika Tuanku tidak menemaniku?” Qibo berkata pelan.
“Masuklah.” Perintah Li Kun, segera kembali ke dalam ruang belajar pribadinya.
Qibo segera melompat masuk, untuk menyusul Li Kun. Takut jika pria dingin itu, akan berubah pikiran di detik berikutnya.
Li Kun mendengus tajam, menatap dingin pada kedua kaki Qibo yang mampu berdiri sempurna. “Kau menipuku? Kakimu tampak sangat baik-baik saja, saat ini?” Li Kun mendelik tajam, ke arah Qibo.
Bukannya kelabakan, Qibo malah kembali memasang senyum lebarnya di hadapan Li Kun. “Tuanku. Inilah yang dinamakan kekuatan cinta! Setelah Tuanku mengundangku untuk masuk ke dalam, seluruh tubuhku langsung merasa baik, detik itu juga.”
“…” Li Kun kehabisan kata-kata.
“Pfffft.” Hongli berusaha keras menahan tawa.
Tidak ada yang akan mampu menebak, apakah Qibo berpura-pura tentang kakinya, atau tidak saat itu?
Li Kun kembali sibuk dengan tumpukan kertas di hadapannya, sementara Qibo menikmati meminum tehnya sembari manatap wajah tampan Li Kun dalam damai.
Sebuah meja kecil, di gelar di hadapan Qibo. Qibo duduk dengan patuh, di hadapan Li Kun dengan cawan berisi teh hangat di tangannya.
Memandang wajah Li Kun, jauh lebih menyejukkan dibanding melihat pemandangan terindah di dunia. Qibo merasa, ia tidak akan pernah bosan menatap kesempurnaan ini.
“Aku mendengar, bahwa ulang tahun Yang Mulia Pangeran Mahkota, akan segera tiba. Perayaan yang cukup besar, akan dilaksanakan dalam Istana. Orang-orang akan bergantian memberikan hadiah terbaik yang mereka miliki.” Qibo mulai mengoceh, sementara Fen dan Hongli berdiri diam di sudut ruangan manyaksikan interaksi kedua majikan mereka.
“Aku percaya bahwa mereka akan menyiapkan hadiah yang sangat istimewa untuk anda, Tuanku.” tidak perduli apakah Li Kun mendengarkannya atau tidak, Qibo masih meneruskan kalimatnya. “Hadiah yang memiliki nilai materi yang tinggi, aku pasti tidak akan mampu memberikannya.” jeda sejenak. “Sebenarnya… Aku datang kemari bukan tanpa tujuan. Aku hanya ingin bertanya tentang hadiah yang akan aku serahkan untuk Tuanku.”
Li Kun tampak terdiam. Meletakkan kertas atau dokumen apapun itu di atas mejanya, kemudian menatap Qibo kali ini.
“Satu-satunya hal berharga yang aku miliki saat ini, hanyalah tubuhku ini. Jika Tuanku merasa tidak keberatan, bolehkah aku memberikan tubuhku ini sebagai hadiah ulang tahun untuk anda?” pertanyaan luar biasa Qibo, seakan tidak mempengaruhi sikap Li Kun saat itu.
Li Kun hanya berkedip tenang, kemudian menjawab. “Jika kau bersedia menjadi makanan binatang buas, maka lakukan saja apa yang kau inginkan.” nadanya tenang, tapi sangat kejam.
Qibo tertohok. Sementara Hongli lagi-lagi hanya mampu berusaha keras untuk menahan tawanya.
Hongli merasa kagum dan mengakui kehebatan Qibo! Baginya, Qibo adalah satu-satunya lawan tangguh yang mampu meruntuhkan dinding ketenangan yang telah lama dibangun kokoh oleh majikannya yang luar biasa ini.
BAB 15 (KEKUASAAN HUANRAN)
Hari itu, Qibo tampak berjalan-jalan seorang diri.
Memikirkan tentang hadiah apa yang akan ia berikan untuk Pangeran Mahkota, tiba-tiba saja matanya menangkap pemandangan bunga-bunga indah berwarna-warni yang tertanam rapih di sebuah taman kecil.
Bunga mekar berwarna-warni, mengingatkan Qibo akan keindahan yang dimiliki oleh Pangeran Li Kun.
Tiba-tiba saja, kepalanya mendapatkan sebuah ide yang cemerlang!
Bagi seorang Putra Langit yang terlahir dengan kemewahan yang berlimpah, pastilah hadiah yang bernilai materi tidak akan membuat Li Kun merasa takjub.
Karangan bunga yang indah!
Sungguh ide yang sangat bagus, saat Qibo berniat akan memberikan buket bunga terindah, yang terbuat dari tangannya sendiri.
Tanpa fikir panjang lagi, Qibo segera bergegas dengan semangat tinggi menyabuti beberapa batang bunga dari tempat yang baru ditemuinya itu.
Ia tidak perduli saat tangannya kotor maupun terkena duri dari bunga itu. Yang difikirkannya saat itu, hanya tentang wajah tampan Li Kun yang begitu cocok ketika disandingkan dengan bunga-bunga indah ini.
Satu batang, dua warna, tiga tangkai… Qibo mengumpulkan bunga-bunga indah, yang telah mekar sempurna, sembari bersenandung ria.
Suasana hatinya sangat baik, sampai saat sebuah suara lantang, tiba-tiba saja mengejutkannya hingga Qibo menjatuhkan beberapa bunga di tangannya.
“Siapa di sana?! Apa yang sedang kau lakukan?!” tegur suara itu lagi, mengagetkan Qibo Begitu para pengawal Istana mulai berdatangan dan mengepungnya.
Qibo segera bangkit berdiri, kemudian menghadapi orang tersebut.
Qibo berkedip terkejut, segera mendapati wajah cantik yang tampak murka di hadapannya.
Bukankah ia adalah Putri Huanran?!
Dia adalah seorang Putri lemah lembut, yang saat itu berhasil mengalahkan Qibo di arena pacuan kuda!
“Bukankah kau adalah Selir Pangeran Mahkota?! Berani sekali kau menyusup ke kediman pribadi milik Putri Huanran tanpa izin?!” bentak pelayan wanita, yang mendampingi Huanran saat itu.
Wajah wanita tua itu sangat bengis. Meskipun cantik, tapi sangat menyeramkan.
“Aku… Sungguh minta maaf… Aku tidak… “
“Bunga kesayanganku!” Huanran tiba-tiba saja memekik, memunguti tangkai-tangkai bunga yang baru saja dijatuhkan oleh Qibo.
Huanran segera menatap Qibo penuh kebencian. “Apakah kau yang melakukannya?!” pekik Huanran, tampak tidak memiliki kesabaran lagi. “Taukah kau bahwa aku telah merawat bunga-bunga ini dengan susah payah?! Bagaimana bisa kau merusaknya begitu saja?!”
Qibo tersentak. Ia merasa bersalah, namun tidak menyangka bahwa Huanran akan semarah ini.
Gadis yang saat itu terlihat lemah lembut, kini hilang entah kemana.
“Aku sungguh meminta maaf. Aku… Sama sekali tidak mengetahuinya.” Qibo berkata.
Huanrang menangisi bunga-bunganya dengan dramatis.
“Apa kau fikir, kau bisa lolos begitu saja setelah tertangkap mencuri?” pelayan Huanrang kembali berkata.
“Aku sungguh tidak bermaksud!” kata Qibo. “Apa yang bisa aku lakukan untuk menebusnya? Aku bersedia memperbaikinya kembali, jika diperlukan!” Qibo benar-benar merasa bersalah.
“Kau ingin menebusnya?! Kalau begitu, biarkan aku memotong kedua tanganmu, seperti kau telah memotong bunga-bunga kesayanganku!” Huanran bangkit berdiri, dengan sombongnya menghadapi Qibo.
Jelas, Huanrang telah manampakkan kebencian yang sejak awal dipendamnya untuk Qibo.
Qibo sedikit tersentak. “Putri Huanran. Aku telah meminta maaf dengan tulus dan bahkan bersedia memperbaikinya. Bagaimanapun, sepasang tangan tidak akan sepadan dengan beberapa tangkai bunga, seindah apapun itu!”
“Bunga-bunga itu sangatlah berharga bagiku! Aku membesarkannya dan merawatnya layaknya keluargaku sendiri! Kau berkata seperti itu! Apakah kau sedang merendahkanku?!” Huanrang memekik semakin marah.
Qibo telah bertemu dengan berbagai jenis anak bangsawan. Jadi Qibo tidak akan merasa heran, ketika ada seorang Putri yang mengaku berkeluarga dengan beberapa tangkai bunga.
Bahkan seseorang pernah hampir menghilangkan nyawanya, hanya karena Qibo membebaskan burung peliharaan miliknya.
“Pantas saja jika kau juga begitu indah, Putri. Aku tidak menyangka bahwa kau memiliki hubungan keluarga dengan bunga-bunga yang indah itu. Kalian benar-benar tampak sama-sama indah.” saat ini, Qibo sedang berusaha menjilat Huanran.
Tapi bukannya tersanjung, Huanran malah tampak semakin murung.
“Kau berani memaki pada Putri Huanran?! Kau pelayan rendahan!” pelayan Huanran, semakin memperkeruh suasana.
“Pengawal! Seret dia dan potong kedua tangannya! Bagaimana bisa dia begitu lancang!” perintah Huanran, pada sekelompok pengawal Istana.
Saat ini, Qibo sedang dalam posisi yang tidak baik!
Dia dikeroyok, namun tidak seorangpun yang bisa menyelamatkan dirinya.
Pengawal sudah tampak mencengkeram Qibo, di sisi kiri dan kanan.
“Apakah kalian boleh bersikap seperti ini? Tidakkah kalian mengetahunya, bahwa aku adalah selir Pangeran Mahkota?” Qibo kali ini mencoba taktik menggertak.
Pelayan Huanrang mendengus sombong. “Hanya Selir rendahan! Bagaimana bisa kau dibandingkan dengan Putri kami?! Jika kau ingin menggunakan kekuasaan, maka lihatlah siapa lawanmu! Putri Huanran adalah Istri sah dari Yang Mulia Pangeran Mahkota, dan mendapatkan gelar langsung dari Ibu Suri! Dia adalah calon Permaisuri kerajaan Shun! Bagaimana bisa kau bersikap tidak sopan di hadapannya?!” pelayan Huanrang memarahi Qibo, bahkan matanya yang melotot hampir jatuh ke tanah saat menatap Qibo.
Tidak menunggu lagi, pengawal kembali bergerak ingin melaksanakan tugas mereka.
“Tunggu! Tunggu. Aku mohon dengarkan aku dulu!” Qibo berusaha meronta.
Ia tahu sejak awal bahwa kehidupan di Istana akan sangat keras, tapi ia juga tidak akan diam saja begitu seseorang berniat menyakitinya.
Qibo memang tahan rasa sakit, namun tidak juga menyukai rasa sakit itu.
Bagaimanapun, Qibo tidak ingin kehilangan kedua tangannya!
Jika ia kehilangan kedua tangannya, maka ia tidak akan mampu menyentuh Pangeran Li Kun. Memeluknya bahkan akan terasa sangat sulit, saat ia tak memiliki kedua tangannya.
“Putri! Tidakkah reputasi anda akan rusak, jika menjatuhkan hukuman sesadis ini?!” saat kedua tangannya dirantai pada sebuah alat khusus, Qibo sengaja menjerit keras ke arah Huanrang. “Selama ini, Putri Huanrang terkenal lemah lembut dan memiliki karakter yang baik! Bahkan aku juga mendengar tentang hal itu! Tapi jika berita bahwa Putri memotong kedua tangan seseorang hanya karena beberapa bunga, bukankah itu hanya akan membuat repurasi anda akan berubah menjadi buruk?!” Qibo berteriak, dengan keringat dingin yang memenuhi dahinya yang putih.
Huanran tampak terdiam, memikirkan kata-kata Qibo.
“Putri! Bukankah anda calon Permaisuri Kerajaan Shun? Aku bahkan tau, bahwa anda membutuhkan reputasi yang baik untuk bisa sampai ke sana! Jangan biarkan kepuasan sesaat anda, menghancurkan segalanya! Aku hanya budak kecil, yang bahkan tidak pantas dibenci oleh anda!” Qibo menambahkan.
Huanran mendengus kesal. Namun perkataan Qibo, juga ada benarnya.
Huanran sangat ingin menghabisi Qibo, namun pria ini terlalu cerdik.
Akhirnya, setelah cukup lama berfikir, Huanrang menghela nafas dan menyerah pada kedua tangan Qibo. “Baiklah. Aku akan mengampunimu kali ini.” kata Huanran, tampak sangat murah hati.
Qibo sedikit menghela nafas, lega.
“Tapi kau harus tetap mendapatkan hukuman, agar tidak ada yang akan melakukan kesalahan yang sama dengan yang telah kau lakukan!” Huanran menambahkan. “Pukulan dua puluh kali! Aku akan melepaskanmu dengan itu.” finalnya.
Qibo menahan nafas berat. Tapi itu masih lebih baik dari pada harus kehilangan kedua tangannya!
Beberapa saat kemudian. Qibo telah berbaring terbalik, di atas sebuah kursi kayu yang panjang. Wajahnya menghadap ke tanah, sementara punggungnya menatap langit yang masih biru.
Saat tongkat kayu panjang dan tebal itu dipukulkan kepantatnya dengan sekuat tenaga, Qibo menggigit bibirnya menahan rasa sakit yang luar biasa.
Hitungan pengawal, terasa sangat lambat di telinganya!
Setiap hantaman, terasa ingin segera mendorongnya ke alam baka.
Qibo akhirnya tak tahan, saat menjerit memanggil Li Kun beberapa kali.
Namun sayangnya, seberapapun ia berharap, Tuannya tetap tidak datang hingga hukuman mengerikan itu berakhir.
BAB 16 (QIBO YANG TERLUKA)
Fen sangat terkejut, ketika tubuh Qibo yang dipapah oleh dua orang pengawal, terkulai saat keduanya membawanya masuk ke dalam ruang utama kediaman milik Qibo dan melepaskannya begitu saja.
Fen yang saat itu tampak sedang membersihkan beberapa debu, segera menghambur menghampiri tubuh Qibo yang saat ini telah bertumpu dengan kedua lutut dan telapak tangannya yang gemetar.
Kedua pengawal segera meninggalkan mereka, tanpa mau repot-repot menjelaskan apapun kepada Fen.
“Selir Qibo! Selir Qibo! Apa yang terjadi? Kenapa anda menjadi seperti ini?!” Fen yang cemas, segera menghujani Qibo dengan berbagai pertanyaan.
Dengan susah payah, Qibo melambaikan tangannya ke arah Fen. “Aku… akan menceritakannya nanti padamu. Saat ini, tolong… papah aku menuju tempat pembaringan. Aku… Benar-benar merasa akan segera mati…” Qibo tidak melebih-lebihkan, saat ia berbicara dengan nafas yang terputus-putus.
Seluruh tubuhnya gemetar menahan sakit. Bibirnya bahkan sudah tampak memutih saking pucatnya.
Fen mulai menangis ketakutan, melihat kondisi majikannya.
Sambil menangis, Fen memapah Qibo dengan susah payah.
“Jangan menjatuhkanku… Kau… Tenangkanlah dirimu…” Qibo berkata susah payah. Jika Fen sampai menjatuhkannya, maka tamatlah riwayatnya.
Setelah Fen berhasil membaringkan Qibo dengan posisi tengkurap, Qibo segera meminta Fen untuk membawakannya salep untuk luka dan beberapa obat penghilang rasa sakit.
Saat ini, Qibo yakin bahwa kulit dan daging di daerah bokongnya telah terkoyak tak berbentuk.
Rasanya menyakitkan sekaligus memalukan.
Qibo merasa sangat malu, jika harus bertemu Li Kun dengan luka di daerah ‘itu’. Padahal, seharusnya besok adalah hari kunjungan Qibo ke kediaman Li Kun.
Namun ia tidak ingin siapapun melihat kondisinya saat ini.
Bagaimanapun, luka di daerah bokong, adalah hal yang sangat memalukan.
Qibo bahkan tidak mengizinkan Fen, untuk memeriksa lukanya. Tidak juga membiarkan Fen, untuk memanggil tabib untuk memeriksa dirinya.
Qibo memutuskan akan menahan rasa sakitnya seorang diri!
Ini bukan apa-apa!
Dia sudah terbiasa dengan hal seperti ini!
Yang ia sesalkan, hanya tempat luka itu berada.
Qibo hanya mampu berharap dalam hati, agar semoga saja luka itu tidak akan meninggalkan bekas sedikitpun.
Bagaimana ia bisa dengan bangga memperlihatkannya pada Li Kun kelak, jika bagian itu sudah cacat dan buruk rupa?
Li Kun keluar dari kediaman miliknya, dan tidak menemui batang hidung Qibo di sana.
Padahal biasanya anak itu begitu rajin, jika itu menyangkut masalah Li Kun.
Li Kun sempat terhenti, menatap tempat Qibo biasanya berdiri sembari memasang senyum bodohnya untuk menyambut Li Kun di pagi hari.
“Haruskah aku meminta seseorang, untuk menjemput Selir Qibo?” Hongli yang juga merasa heran dengan keterlambatan Qibo yang tidak biasanya, segera membuka suara di hadapan Li Kun.
Li Kun tidak menunjukkan sedikitpun ekspresi. “Tidak perlu melakukan hal yang tidak begitu penting.” katanya datar, kemudian segera melanjutkan langkahnya.
Hongli terdiam sesaat. Namun tidak juga berniat, untuk melawan perintah junjungannya.
Bagi Hongli, prioritas utamanya adalah perintah Li Kun.
Kepentingannya, adalah keinginan Li Kun.
Li Kun melakukan aktivitasnya seperti biasa.
Hari itu berlalu seperti biasanya, tanpa kehadiran Qibo hingga malam hari menjelang.
Keesokan harinya, Li Kun pergi untuk berlatih pedang.
Ia mampu dengan mudah mengalahkan beberapa prajurit tangguh, tanpa perlu bersusah payah mengerahkan seluruh tenaganya.
Pangeran seperti ini, memang adalah anugrah yang terlalu luar biasa.
Bagaimana bisa ada seseorang yang terlahir tanpa ada kekurangan?
Dia begitu cakap dalam segala bidang. Memiliki penampilan luar biasa dan mempunyai aura yang begitu berkuasa.
Siapa yang tidak akan jatuh dalam pesonanya?
Bahkan meskipun sikapnya begitu dingin dan sangat sulit untuk didekati, Huanran akan rela melakukan apapun untuk bisa berdiri di sampingnya selamanya.
Huanran hanya perlu menunjukkan kekuasaannya pada Qibo, agar anak itu tidak terlalu melampaui batasnya.
Huanran sudah pasti tidak akan rela, membiarkan siapapun melampaui usaha kerasnya untuk lebih dekat dengan Li Kun.
Tapi Huanran tidak tau, bahwa saat itu Li Kun telah berdiri di hadapan kediaman Qibo.
Entah disengaja atau tidak, tapi saat berjalan untuk kembali ke kediamannya, Li Kun tiba-tiba saja telah sampai di ambang pintu kediamam Qibo.
Melihat sekeliling, kediaman itu tampak sangat kecil dan terabaikan. Ini pertama kalinya, Li Kun menginjakkan kakinya ditempat itu.
Rasanya sangat sunyi dan begitu kesepian.
Hanya suara prajurit yang melaporkan kehadiran Li Kun, yang memecah kesunyian saat itu.
Fen segera tampak tergopoh-gopoh, keluar dan menyambut Li kun dengan berlutut di hadapannya.
Dilihat dari manapun, gadis muda itu tampak panik dan kebingungan saat menyambut Li Kun.
“Dimana selir Qibo?” Hongli yang sudah sangat mengerti dengan kemalasan tuannya untuk berbicara, segera mewakilinya untuk bertanya.
Fen tampak semakin panik. “Maafkan hamba Pangeran Mahkota! Hamba pantas mati! Hamba pantas mati!” serunya, bersujud berulang kali di hadapan Li Kun. “Selir Qibo saat ini sedang tidak begitu sehat. Dia… Tidak ingin bertemu dengan siapapun. Hamba… Mohon maaf atas kelancangan hamba… Tapi… Selir Qibo memohon pada Yang Mulia Pangeran, agar kembali ke kediamannya.” Fen merasa nafasnya hampir berhenti saat ini.
Li Kun terdiam. Melirik pintu masuk kediaman Qibo. “Apakah aku memerlukan izin, untuk masuk ketempat manapun yang aku inginkan?” tanya Li Kun datar, namun seakan mengeluarkan aura hitam yang menyesakkan semua orang di sekitarnya.
Fen bersujud ketakutan. “Hamba pantas mati! Hamba pantas mati! Hamba hanya menyampaikan perintah majikan hamba!” kata Fen, hampir pingsan merasakan tekanan yang dipancarkan oleh sosok Li Kun.
Saat itu, tidak ada yang akan berani menyentuh bayangan Li Kun yang telah melangkah memasuki ruangan pribadi milik Qibo.
Qibo yang saat itu tengah berbaring sembari berjuang menahan rasa sakit, segera tersentak begitu melihat sosok Li Kun yang berjalan menghampiri tempat pembaringannya.
Ia yakin ini bukanlah mimpi!
Pengumuman tentang kedatangannyapun, bukanlah mimpi belaka lagi!
Qibo sangat ingin menatap wajah tampan itu saat ini! Tapi… Tidak dengan kondisi memalukan seperti itu!
Saat satu langkah Li Kun memasuki kamarnya, Qibo segera bergerak cepat untuk menarik selimut dan menutupi seluruh tubuh sekaligus wajahnya.
Ia sempat meringis, namun tidak perduli dengan rasa sakit ketimbang rasa malunya di hadapan Li Kun.
“Apa yang terjadi?” suara berat Li Kun, terarah langsung pada gundukan selimut di atas kasur.
“Fen! Apa yang kau lakukan?!” protes Qibo, dari balik selimut. Dia curiga, Fen tidak melakukan perintahnya untuk mencegah Li Kun masuk.
Fen yang serba salah, hampir menangis di tempatnya. “Mohon ampuni hamba…”
“Kalian semua boleh keluar.” perintah Li Kun datar, namun memancarkan aura dingin di sekitar.
Tidak perlu waktu lama, untuk mengosongkan ruangan itu.
Qibo masih bersembunyi, sementara Li Kun masih berdiri di tempatnya.
Untuk beberapa saat, suasana dikuasai oleh kesunyian.
“Sampai kapan kau akan bersembunyi dan mempertahankan posisi itu? Apa yang terjadi?” akhirnya Li Kun, membuka suara.
BAB 17 (RASA MALU DAN QIBO)
Sesungguhnya, ketidak hadiran Qibo di kediaman miliknya, membuat Li Kun merasa sedikit terganggu.
Sikapnya yang berisik dan pembuat masalah, membuat Li Kun mulai terbiasa dengan keberadaannya.
Orang yang telah bersedia menerima hunusan pedang di punggungnya demi menyelamatkan nyawanya, bagaimana mungkin Li Kun tidak punya rasa perduli sedikitpun padanya?
Bagaimanapun, dia sedikit memiliki posisi berbeda di hatinya.
Entah apa yang ia gunakan untuk membuat Li Kun sedikit demi sedikit menoleh kepadanya, Li Kun selalu tak mampu menolak rajukannya yang keras kepala.
Dia selalu menempel disisinya, meskipun Li Kun telah banyak mengatakan kata-kata menyakitkan untuknya.
Meskipun menyebalkan, namun Li Kun tidak akan memungkiri bahwa ia merasa sedikit khawatir dan kesal saat pria nakal ini tidak lagi mengunjunginya dan kali ini malah menolak untuk bertemu dengannya.
“Sampai kapan kau akan bersembunyi seperti itu?” Li Kun mengulangi pertanyaannya, dengan sikap tenang yang biasa dimilikinya.
“Tuanku… Aku… Sedang dalam kondisi yang tidak baik. Aku… Sedang tidak ingin menemui siapapun untuk beberapa hari ini.” suara Qibo, samar-samar dari balik selimutnya yang tebal.
Kening Li Kun mengerut samar.
“Aku… Merasa sangat malu untuk bertemu dengan Tuanku saat ini.” lanjut Qibo bergoyang tak nyaman, dalam selimutnya yang hangat.
Ia hanya seperti anak kecil yang sedang merajuk pada orang tuanya.
Li Kun mendengus. “Aku terkejut mendengar orang sepertimu, masih memiliki rasa malu yang tersisa?” hinanya.
Qibo hampir memuntahkan darah. Dia merasa marah dan tidak mampu menjawab balik.
Saat itu, Li Kun telah memanggil Hongli dan memintanya untuk memanggilkan tabib Istana untuk Qibo.
Qibo segera bereaksi dan menyingkap selimut yang menutupi bagian atas tubuhnya. Jika sampai tabib datang dan memeriksa bokongnya yang berharga, maka sudah pasti harga pasarannya di hadapan Li Kun akan semakin menurun. “Tidak. Tidak. Aku tidak ingin diperiksa oleh tabib! Apapun yang terjadi, aku tidak mau dan tetap tidak akan mau! Aishhh!!” Qibo meringis, karena terlalu aktif bergerak.
Li Kun melirik butiran keringat di dahi Qibo. Wajahnya tampak benar-benar pucat dengan bibir yang tidak lagi berwarna kemerahan.
“Apa yang terjadi?” Li Kun cukup pintar, untuk mengetahui ada sesuatu yang salah dengan pria nakal di hadapannya.
Merasa tidak punya jalan lain lagi, Qibo memutuskan untuk menggunakan kesempatan ini untuk menarik simpati Li Kun.
Dia segera memasang wajah menyedihkan di hadapan Li Kun. Sesenggukan meskipun tidak ada air mata yang keluar dari bulatan matanya yang lebar. “Pangeran… Sebenarnya… Aku telah mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari putri Huanran…” suara sesenggukannya semakin menjadi-jadi. Tampak seperti ibu tiri yang sedang berlakon.
Li Kun semakin mendekatinya, menatap Qibo dengan wajah serius. “Apa yang terjadi.”
Qibo sedikit tertegun mendengar nada bicara Li Kun yang tidak biasa.
Tapi kesempatan tidak datang dua kali.
Qibo segera menarik tangan Li Kun, dan memeluknya dengan penuh kesedihan.
Sandiwaranya masih belum selesai. “Tuanku lihatlah! Aku sangat menyedihkan. Sendirian di dalam Istana yang menyeramkan, dan dianiaya seperti ini. Aku sangat lemah dan tidak terlindungi, sangat gampang dicelakai.” Qibo pura-pura mengisap cairan hidungnya beberapa kali. “Aku bahkan hanya memetik beberapa tangkai bunga miliknya. Tapi dia menghukumku dengan sangat kejam. Aku sangat takut saat itu, dan terus memanggil Tuanku beberapa kali. Tapi anda tetap tidak datang untuk menyelamatkanku.” adunya.
Sesenggukan semakin dramatis, semakin meyakinkan. Qibo tertawa dalam hati.
“Aku bahkan tidak mengetahui bahwa itu adalah bunga berharga milik Putri Huanran. Aku telah meminta maaf, tapi dia tidak ingin memaafkanku. Meminta pengawalnya memukuliku dengan sekuat tenaga, hingga aku merasa bokongku hampir terlepas dari kepunyaanku.” Qibo terus mengeluh. “Aku sangat sedih…”
“Fen!” Li Kun memanggil Fen dengan suaranya yang dingin, memotong kisah menyedihkan Qibo yang sungguh panjang kali lebar.
Fen segera memasuki ruangan itu dan berlutut di hadapan Pangeran Mahkota Li Kun. “Hamba. Pangeran!”
“Kau tau apa kesalahanmu?!” tanya Li Kun dingin, menatap Fen yang gemetaran menghadapi aura mendominasinya yang gelap.
“Mohon ampuni hamba, Pangeran! Hamba benar-benar pantas mati!” Fen menangis ketakutan.
“Hei! Apa yang terjadi? Tuanku… Anda memarahi orang yang salah.” Qibo meringis tak nyaman. “Bukan dia yang memukuliku.”
“Hamba yang salah… Bagaimana bisa hamba membiarkan Selir Qibo kesakitan seperti ini, tanpa berinisiatif memanggil tabib.” Fen menangis lagi.
Qibo menatap Li Kun. “Aku tidak berusaha membelanya. Sebenarnya akulah yang tidak ingin diperiksa oleh tabib.” ia menghela nafas.
Bertepatan dengan itu, Hongli telah datang sembari membawa seorang pria tua yang diyakini Qibo adalah seorang tabib Istana.
“Periksa luka-lukanya!” perintah Li Kun mantap, memberi isyarat pada tabib.
Qibo yang ingin menghindar, segera mengambil posisi duduk dan segera melolong kesakitan. “Aku tidak mau! Aku telah mengatakannya! Tidak seorangpun diizinkan! Hanya berikan obat, salep, ramuan atau hal apapun yang bisa menghilangkan rasa sakit! Aku akan menggunakannya sendiri!” Qibo yang keras kepala, hanya mampu kembali ke posisi tengkurapnya.
Li Kun menyipitkan matanya ke arah Qibo. Tampilan kesal, bisa jelas dirasakan di sana. “Apa yang membuatmu menolak seperti ini?” tanyanya.
Qibo menyembunyikan wajahnya di atas bantal. “Aku sudah mengatakannya. Lukanya berada di tempat pribadi. Itu, bokong yang akan kuhadiahkan untuk Pangeran Li Kun seorang. Meskipun sekarang telah rusak, aku tidak ingin siapapun melihat dan menyentuhnya! Sangat memalukan! Sangat memalukan!”
Wajah tampan Li Kun berubah hijau, karna menahan marah.
Wajah Hongli membiru, menahan tawa.
Sementara tabib, hanya mampu terbatuk pelan, pura-pura tak mendengar.
“Berikan padaku salep yang paling mujarab.” setelah beberapa saat, Li Kun akhirnya berinisiatif memecah kesunyian.
“Apakah baik-baik saja jika aku yang mengoleskannya? Apakah kau puas dengan keputusan ini?” Setelah semua orang kembali meninggalkan Li Kun dan Qibo berdua, Li kun kembali bertanya.
Qibo kembali tertegun. Dia tidak menyangka, bahwa Li Kun akan bersedia merawatnya.
Ini kedua kalinya!
Li Kun memegang kotak obat di tangannya untuk Qibo.
Saat itu dan sekarang. Qibo masih tergila-gila pada kebaikannya dan semua yang ada pada diri Li Kun.
Setelah acara malu-malu yang ditunjukkan Qibo, dia akhirnya bersedia membiarkan Li Kun menurunkan celananya dan melihat lukanya.
Saat angin dingin yang sejuk menerpa bokongnya yang kesakitan, Qibo segera membenamkan wajahnya dengan perasaan malu yang semakin menjadi-jadi.
Li Kun terdiam sejenak. Entah prihatin dengan luka Selirnya atau karena alasan lain, tapi dia membiarkannya hanya beberapa waktu.
Sampai akhirnya tangan itu mulai menyentuhnya. Qibo meringis sembari menggigit kain bantalnya.
Li Kun menerapkan obat dengan sangat perlahan.
Namun Qibo tetap meringis kesakitan. “Aiisss… Pelan-pelan… Rasanya menyakitkan…” kata Qibo.
Li Kun tidak menjawab. Hanya melanjutkan pekerjaannya dalam diam.
Tiba-tiba saja, Qibo melepaskan tawa geli dari mulutnya.
“Apa yang kau tertawakan?” suara yang berat, bertanya pada Qibo.
Qibo tidak mampu menahan cekikikannya. Menggerakkan kepalanya, berusaha menatap Li Kun. “Tidakkah Tuanku menyadarinya? Jika orang yang berjaga di luar pintu mendengar suaraku barusan, mereka akan berfikir bahwa kita sedang melakukan hal yang tidak-tidak.” Qibo kembali tertawa.
Li Kun mengernyit tak senang. “Kau sangat tidak tahu malu. Pria tidak punya malu yang mengaku merasa malu.” ejeknya.
“Ahhh… Sakit… Pelan-pelan…” Qibo meneruskan aksinya, sembari cekikikan. “Tuanku… Lebih dalam lagi…”
“Auw!”
Li Kun menekan lukanya dengan sengaja!
“Diamlah atau aku akan memperkosamu dalam keadaan ini!” ancam Li Kun, membuat Qibo semakin memucat dan segera mengunci mulutnya rapat-rapat.