[bab 1: tuntutan hukuman bagi Lu Chen Jin]
Aku meletakkan ibuku yang akhirnya pingsan ke tempat tidur dengan hati-hati. Menghela nafas, aku menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajahnya. Ini aneh. Disaat semua orang memiliki ibu seorang wanita, aku justru memiliki ibu seorang pria. Sama sepertiku, seperti mendiang ayahku. Hanya saja, ibuku berbeda.
Bai Ji Chen, aku selalu mendengar cerita tantangnya dari paman Xi. Tidak hanya paman Xi, tapi juga penduduk negeri Wu hampir seluruhnya tahu bagaimana kisah cinta menakjubkan pria ini dengan ayahku. Mendiang kaisar Wu.
Kisah cinta yang mendobrak norma, melanggar hukum alam kemudian menghasilkan diriku. Itu terdengar menakjubkan. Ibuku adalah seorang pria. Lebih kuat dari pria manapun saat menghadapi masalah. Lebih lembut dari wanita manapun ketika memberi pelayanan kepada rakyatnya.
Sekarang, ibu yang sangat ingin ku lihat berada didepanku. Namun dia tidak berkilauan seperti cerita banyak orang. Dia justru terlihat kuyu dan menyedihkan. Dia menghadapi masalah yang lebih berat dari sebelum-sebelumnya.
Ini membuatku bertanya-tanya, kapan ibu akan memiliki kebahagiaan yang bisa bertahan lama hingga akhir hayatnya?
“Yang Mulia, para pejabat menunggu anda untuk sidang lanjutan.”
Aku mengangguk mendengar ucapan paman Xi. Sejak kecil, paman Xi tidak pernah meninggalkanku. Dia selalu menomorsatukan keselamatanku sembari berdiskusi dengan para jenderal tentang langkah selanjutnya.
Ku pikir aku selalu menganggap paman Xi ayahku. Tapi dia berkata, ayah kandungku lebih menakjubkan daripada dirinya. Begitu juga ibuku. Kemudian dia membeberkan satu persatu yang dilakukan oleh pasangan suami istri itu. Selalu. Terlalu sering hingga aku bisa menghafal kata per kata yang diucapkannya.
Sekarang, aku sudah menduduki tahta. Paman Xi tentu saja memiliki posisi yang baik. Aku berpikir akan menjadikannya penasihat kekaisaran, namun paman Xi menolak. Dia lebih memilih menjadi pengawal pribadiku. Bahkan dia merekrut dan melatih secara pribadi para pengawal khusus untukku dan ibuku.
Paman Xi sangat berdedikasi.
Setelah membenarkan letak selimut ibuku, aku mengisyaratkan pada para dayang dan kasim yang bertugas untuk merawatnya dengan baik. kemudian aku melangkah pergi menuju aula pertemuan.
Ruangan hening ketika aku masuk. Semua pejabat yang baru diangkat menunduk dengan hormat. Aku tahu sebenarnya merasa beban berat ketika akan memulai pembahasan kami. Tentu saja tentang eksekusi untuk kaisar yang jatuh, Lu Chen Jin.
Ini membuat mereka bersemangat. Tapi ini justru membuatku sakit kepala. Faktanya, Lu Chen Jin adalah adik ku. Meskipun aku mengatakan besok hukumannya dijatuhkan, tapi aku masih berusaha mencari jalan keluar. Ibuku akan mati jika Lu Chen Jin mati. Seumur hidupnya hanya memiliki sedikit rasa manis, bagaimana bisa aku membiarkan ibuku seperti itu?
Diskusi dibuka. Aku sudah mengajukan untuk menggunakan metode lain selain membunuh kaisar Lu yang jatuh. Setidaknya jika Lu Chen Jin tetap hidup, maka ibuku akan memiliki harapan untuk berbaikan dengannya.
“Yang mulia agung, hamba rendahanmu ini ingin mengajukan keberatan untuk pembatalan hukuman mati bagi kaisar yang jatuh Lu Chen Jin.”
Yang berbicara pertama adalah perdana menteri kekaisaran. Dulunya dia adalah putra tertua perdana mentri Wu, aku tidak keberatan memberikan jabatan yang seharusnya milik ayahnya. Mungkin juga ini memang haknya.
Pemerintahan lebih sulit diatur dibanding tentara. Para Jenderal selalu setia dan hanya mengikuti pemikiranku secara mutlak meski sesekali memberikan saran. Namun para menteri dan pejabat tidak seperti itu. Mereka selalu kritis, bergerak dengan suara terbanyak. Itu membuat sakit kepalaku berkali-kali lipat.
“Yang mulia agung, hamba rendahan ini berpikir jika sebaiknya tidak membiarkan rumput tumbuh dihalaman. Itu mungkin akan menghancurkan tanaman yang ada.”
Satu lagi tambahan suara yang menuntut. Setelah itu suara-suara lain yang menuntut hukuman seribu luka dijatuhkan pada Lu Chen Jin bergema di aula.
“Dengar.” Aku menahan kemarahanku yang membuncah. Baiklah, mereka hanya memikirkan kekaisaran. Tapi aku juga harus memikirkan kekaisaran sekaligus ibuku. Ketika aula menjadi sepi, aku melanjutkan ucapanku, “… Ibuku, permaisuri Wu adalah salah satu yang mengorbankan dirinya untuk melahirkanku demi menjaga semangat Juang Wu. Menyatukan Wu. Kebangkitan Wu akan menjadi kebangkitan kehormatan ibuku. Aku juga tidak ingin mengakuinya, tapi kaisar yang jatuh Lu Chen Jin adalah putra ibuku. Mereka memiliki beberapa kisah. Biarkan ibuku menyelesaikan perasaannya pada kaisar yang jatuh Lu Chen Jin, baru kemudian hukuman itu dijatuhkan. Ini adalah keputusan mutlakku. Yang menentang, berarti menginginkan kematian ibuku, permaisuri kekaisaran Wu. Maka itu berarti dia menentang Wu.”
Mendengar nada keras yang ku lontarkan, semua orang yang berada diaula seketika berlutut. Menyuarakan ketidakberanian mereka menginginkan kematian ibuku dengan serempak. Ini bagus, tapi hanya untuk sementara. Aku harus benar-benar memikirkan cara menangani ibuku juga adikku.
“Yang mulia agung kaisar Wu, hamba rendahan ini berani bertanya. Berapa lama penangguhan hukuman akan dilakukan?”
Aku ingin maju dan memukul kepala pejabat tua yang selalu mendapat julukan bijak ini. saking bijaknya, dia mampu selamat dari serangan Lu dan eksekusi Lu dengan meringkuk dibawah dipan. Baiklah, saat itu dia baru berumur awal dua puluh tahun dan masih pejabat tingkat rendah. Tetap saja, dia adalah putra dari kementrian pendapatan yang tersohor namun memiliki mental menyedihkan.
Bagi orang lain, dia adalah anak pintar yang menyelamatkan sumber daya manusia Wu. Namun bagiku, dia adalah pengecut. Jika dia berani dan sangat mencintai Wu, tidak perlu bersembunyi. Berlari hingga jauh, ikut andil menyusun strategi serangan balasan, membantu evakuasi penduduk, membantu menemukan talenta tentara dari setiap penduduk Wu. Banyak cara bisa dilakukan dengan aman. Bukannya bersembunyi dan menikmati hal-hal ketika semua menjadi mudah.
Meski kecerdasannya dikatakan mewarisi mendiang menteri pendapatan Wu era ayahku, aku tidak bisa memberinya kemudahan melebihi pejabat tingkat dua. Masih banyak orang berkompeten yang bisa menempati posisi itu. Masalah kemampuan, siapapun bisa mempelajarinya jika tekun.
Aku adalah tipe yang lebih mempercayai kerja keras dibanding bakat. Itu akan lebih baik jika memiliki bakat dan bekerja keras.
“Itu akan sama dengan kepastian kestabilan emosi permaisuri Wu. Hal ini aku anggap sudah selesai. Laporan selanjutnya.” Ucapku sambil tersenyum penuh makna yang memaksa pejabat itu menutup mulutnya yang setengah terbuka.
Jika dia berani tidak memikirkan kesehatan ibuku, maka dia akan diseret ke tiang gantungan sekarang juga.
Mimpi Wu adalah mimpi ibuku. Sampai akhir dia hanya mencintai Wu hingga bermasalah dengan Lu Guo Jin dan Lu Chen Jin. Dia hanya memiliki penyesalan didalam hidupnya. Aku akan menjadi anak durhaka jika tidak bisa mengusahakan sedikit hal untuk membuatnya lebih baik.
Aku tidak ingin ibuku sakit dan meninggal dalam keadaan menyesal. Aku ingin dia tersenyum dan merasa dunia ini tidak seburuk itu memperlakukannya.
**********************************************
[bab 2: permohonan seorang ibu]
Setelah rapat selesai, aku kembali ke istanaku. Istana yang dulu ditempati oleh mantan Kaisar Lu.
Aku memijat pelipisku yang berdenyut. Menjadi kaisar itu tidak menyenangkan. Terlalu banyak yang harus dipikirkan. Aku terbiasa mengikuti intruksi paman Xi. Harus membuat keputusan sendiri membuatku merasa frustasi.
Biasanya paman Xi akan mengatakan dengan jelas apa yang sebaiknya ku lakukan, tapi semenjak aku menjadi kaisar, paman Xi hanya menyarankan saja. Terkadang hanya mengisyaratkannya saja. Benar-benar membuatku yang terbiasa mendapatkan pertolongan langsung menjadi pusing.
“Yang Mulia, apakah anda baik-baik saja?”
Aku mendongak, melihat secangkir teh disodorkan dihadapanku. Mengambil cangkir itu, aku memilih menyesap teh sebelum mengangguk dengan tak berdaya. Dihadapanku, paman Xi tersenyum menenangkan sembari mendekatkan kue jahe.
“Ini tidak mudah. Apakah ibu mengatakan sesuatu?”
aku bisa bersikap seperti yang ku mau ketika bersama paman Xi. Entah itu bersandar dengan santai, makan sembari bicara, apapun. Paman Xi tidak pernah begitu ketat ketika hanya ada kami berdua. Dan sekarang aku ingin melakukannya juga pada ibuku.
Dia adalah keluargaku satu-satunya, jika tidak mengingat Lu Chen Jin. Ah, kenapa Lu Guo Jin harus menyukai ibuku sih? Semuanya jadi lebih merepotkan.
“Permaisuri hanya menangis ketika terbangun, tapi baik-baik saja. Sempatkan menemuinya untuk menghiburnya. Permaisuri sudah mengalami kepahitan disebagian besar hidupnya.”
Aku mengangguk sementara tanganku menjejalkan kue jahe selanjutnya ke mulutku. Yah, raut paman XI juga tidak baik ketika mendengar kisah ibu di istana ini. ada kekecewaan disana, tapi aku lebih banyak melihat simpati darinya. Pengawal Xi adalah satu yang tersisa dari pengawal khusus ayahku. Dan dia yang paling dekat dengan ibuku setelah keruntuhan Wu. Itu wajar melihatnya memiliki emosi pada apa yang terjadi.
“Paman Xi, apa yang harus aku lakukan dengan Lu Chen Jin dan Lu Guo Jin nanti?”
“Anda akan menemukan cara anda menanganinya nanti. anda adalah kaisar yang bijak.”
Aku mendengus mendengar ucapan paman Xi. Dia ini selalu membuatku berpikir sendiri sejak aku menjadi kaisar. Sangat menyebalkan. Lagipula sebutan ‘kaisar yang bijak’ sama sekali tidak cocok untukku yang baru menjabat beberapa hari.
Keesokan harinya, aku memutuskan untuk mengunjungi ibu. Melakukan sarapan bersama bisa menjadi pilihan bagi kami agar lebih dekat. Bagaimanapun kami belum berbicara dengan benar. Semuanya hanya didengar dari orang lain.
Kasim mengumumkan kedatanganku, kemudian aku masuk. Ibuku duduk di meja makan, tersenyum menatapku. Tapi senyuman itu sama sekali tidak membawa kebahagiaan untukku, melainkan hanya kesedihan saja.
Dia berdiri dan sedikit membungkukkan tubuhnya. Memberi salam dengan cara yang paling anggun, “Yang mulia agung kaisar Wu.”
“Ibu….”
Belum lagi aku menyelesaikan ucapanku, ibu sudah bersujud dikakiku dan menangis pilu. Hatiku sakit melihatnya seperti ini. jadi aku memegang kedua lengannya dan membantunya berdiri. Membawanya duduk di kursi kemudian berjongkok dihadapannya.
Ibuku yang seperti ini terlihat rapuh dan menyedihkan. Aku ingin mengembalikan kilaunya.
“Ibu, jangan menangis. Kau membuatku sedih. Tenanglah, dan katakan perlahan.”
Dengan lembut aku menyeka air mata dipipinya. Dalam keadaan paling rapuh seperti ini, ibu masih terlihat cantik. Rasanya bukan hal aneh jika ayahku dan ayah Lu Chen Jin sangat menyukainya.
“Yang mulia… yang mulia agung…” ucapnya dengan susah payah ditengah isakannya.
“Aku memohon agar yang mulia mengampuni kehidupan Chen Jin. Dia putraku yang malang, dia…. aku yang salah… ku mohon… aku…. jangan hukum mati adikmu…”
Melihat ibu mengatakannya dengan berantakan dan menyedihkan membuatku merasa semakin sakit hati. Aku tahu, dia mungkin takut salah bicara dan menyakitiku sebagai hasilnya. Dia terlalu memiliki banyak kekhawatiran bahkan sampai sekarang, ketika semuanya telah menjadi sangat berantakan.
“Ibu, jangan menangis. Lu Chen Jin tidak akan dihukum mati.” Setidaknya sementara ini. tapi kalimat terakhir tidak aku ucapkan. Aku memilih memeluknya, menghibur ibuku yang malang.
Sementara kami bertarung dengan senjata dan kekuatan, dia bertarung dengan perasaannya.
“Benarkah?” tanyanya dengan suara bergetar.
Dia adalah permaisuri Wu, dia adalah yang paling akrab dengan peraturan Wu. Aku yakin dia tahu jika hukuman itu seharusnya tidak bisa diubah. Tapi dia masih memintanya dariku. Dan aku tidak keberatan memenuhinya selagi aku masih bisa meredam gejolak yang mungkin akan terjadi.
“Ya ibu. Kau akan memiliki banyak waktu bicara dengan Lu Chen Jin dimasa depan. Jadi jangan khawatir. Hanya pikirkan memperbaiki hubungan kalian secara perlahan.”
Ibu menatapku dengan ragu sebelum dia menarik senyuman sementara air matanya mengalir dengan deras. Lalu memelukku sembari terus menggumamkan terima kasih. Satu hal kecil yang membuatnya bahagia telah dilakukan. Kemudian aku hanya harus memikirkan apa yang akan ku berikan untuk mempertahankan senyumannya.
“Ibu, matahari semakin tinggi. Ayo segera mulai sarapan, kau tidak boleh sakit.”
Ibu mengangguk dengan antusias. Aku bangkit dan duduk diseberangnya. Kami memulai sarapan dengan harmonis. Ibu bahkan menanyai lauk apa yang ku suka, kemudian memberikan itu dipiringku. Menanyakan buah apa yang ku suka, kemudian mengupaskan itu untukku.
Perasaan dikasihi oleh seorang ibu begitu menakjubkan.
Ku pikir hidupku lebih baik daripada Lu Chen jin. Kami membayangkan hal-hal manis yang bisa dilakukan bersama seorang ibu. Namun, sementara aku memang tidak memilikinya disampingku, Lu Chen Jin melihatnya setiap hari namun tidak mendapatkan perhatiannya. Betapa malang.
Yang paling tidak aku mengerti adalah perasaan ibu. Ku pikir itu sanngat rumit. Hanya saja hal menyedihkan itu sudah berlalu, atau setidaknya aku akan berusaha membuatnya berlalu. Ibu akan bahagia dengan mendapatkan semua yang diinginkannya.
Caranya? Itu bisa dipikirkan nanti.
Ketika aku keluar dari istana ibu, paman Xi sudah menungguku dengan beberapa kasim dan pengawal khusus milikku dibelakangnya. Aku tersenyum padanya dan sedikit mengangguk. Mengisyaratkan jika kami baik-baik saja. Maksudku, aku dan ibuku.
Lalu kami berjalan ke aula untuk melakukan sidang pagi. ini rutinitas yang membosankan bagiku. Lebih menyenangkan berburu dan mengatur strategi perang. Sayangnya aku harus tetap melakukannya. Ini adalah tanggung jawabku.
Meski begitu, memikirkan laporan yang menumpuk dimeja kerjaku, dalam sekejap kepalaku menjadi sakit. Sungguh, aku tidak pernah merasa cocok untuk melakukan hal seperti ini.
********************************************
[bab 3: tahanan rumah]
Penangguhan hukuman itu dilakukan. Namun aku pikir tidak bisa membiarkan Lu Chen Jin tetap di dalam sel bawah tanah. Itu sangat tidak pantas jika ibuku ingin mengunjunginya. Jadi, lagi-lagi aku menekan para menteri yang menolak keras ketika aku memutuskan menjadikan Lu Chen Jin sebagai tahanan rumah.
Istana dingin adalah tempat yang luas. Memiliki beberapa bagian. Dan ada satu bagian yang paling terpencil dengan rumah kecil dan halaman yang buruk. Disitulah aku berniat menempatkan Lu Chen Jin.
Mengatur prajurit untuk menjaga tempat itu dengan ketat. Memberikan satu dayang yang menyiapkan keperluan makan untuknya. Aku tidak bisa memberikan lebih dari ini. bahkan apa yang ku lakukan adalah pertama kalinya dalam sejarah. Ku harap aku tidak membuat keputusan yang salah.
Setelah memerintahkan kasim untuk menginformasikan hal ini pada ibu, aku menuju gerbang istana. Eksekusi pejabat Lu akan dilakukan. Penangguhan hanya diberikan pada Lu Chen Jin. Sama sekali tidak bisa untuk yang lainnya.
Panggung besar itu berisi puluhan mantan pejabat Lu yang diikat dan dipaksa berdiri dengan tali yang siap menggantung mereka kapan saja. Metode ini dipilih karna ku pikir setelah belasan tahun terjadi pertumpahan darah, kali ini tidak perlu lagi untuk melihat darah berceceran. Aku harap itu akan berlangsung dengan cukup lama didalam wilayah Wu yang baru.
“Yang mulia agung kaisar Wu.”
Aku mendengar suara serentak setiap orang yang hadir. Dari mulai pejabat hingga rakyat biasa berlutut dihadapanku. Kemegahan ini membuatku bertanya-tanya, mungkinkah belasan tahun yang lalu seperti ini juga. Bedanya, Lu adalah pihak yang akan menjatuhkan eksekusi.
Aku mendengar cerita jika saat itu darah menutupi dataran luas karna eksekusi penggal yang dilakukan terhadap puluhan pejabat Wu. Mungkin itu tidak ada bedanya dengan medan pertempuran. Sangat mencekam dan berbau amis. Dan aku tidak ingin melakukannya.
Aku mengangguk pada Jenderal Si Fang yang paling senior diantara semua jenderal. Selama belasan tahun melakukan serangan dan bentrok dengan tentara Lu, beberapa Jendral diatas jenderal Si Fang mangkat. Itu termasuk jenderal perbatasan timur Sun Cao. Sejak saat itu, jenderal Si fang adalah pusat kekuatan tempur Wu.
Satu persatu orang berbakat dan berjasa diangkat sebagai jenderal melalui persetujuannya. Namun aku belum melihat ada yang lebih baik dari jenderal Si Fang. Baik kekuatan tempur maupun kemampuan menyusun strategi dan memimpin pasukan.
Jenderal Si Fang hanya beberapa tahun lebih muda dari paman Xi. Itu membuat mereka menjadi partner yang baik dalam mengatur strategi selama masa perang. Selain paman Xi, jenderal Si Fang adalah yang paling ku hormati. Tentu saja dia yang paling pantas memimpin eksekusi pada mantan pejabat Lu.
Jenderal Si Fang maju ke depan. Auranya begitu menakjubkan. Begitu menindas hingga orang-orang kesulitan bernafas setiap kali dia tampil. Jika paman Xi memiliki sedikit kesan ramah, maka Jenderal Si Fang adalah sosok dingin sejati. Dia memerintah dengan tegas dan mutlak. Untunglah orang seperti ini setia pada kaisarnya. Jika tidak, rasanya aku tidak yakin bisa menghadapinya.
“Setelah belasan tahun berjuang dibawah tirani Lu, hari ini kita akan meruntuhkannya. Kemudian membangun negeri yang lebih baik. Wu sebagai pusat kendali dan negri lain yang ikut berjuang akan menjadi sahabat dimasa depan.”
Seperti yang dikatakan jenderal Si Fang, Wu memiliki tujuh puluh persen kekuatan yang bergerak menghancurkan Lu, sisanya terbagi diantara negri-negri yang telah lama menjadi jajahan Lu.
Sebenarnya tidak mengherankan mereka hanya bisa mengerahkan sedikit kekuatan. Faktanya selain di jajah lebih lama, penindasan dinegri lain tidak sedikitpun memiliki kelonggaran. Hanya Wu, Lu tidak akan menyerang kecuali Wu menyerang duluan.
Dulu ku pikir hal itu dikarenakan Lu meremehkan Wu. Dan kami harus memanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Tapi aku menjadi sedikit tidak nyaman ketika jennderal Si Fang yang cerdas bahkan paman Xi mengatakan mungkin ada penyebab lainnya. Bukan karna Lu meremehkan Wu.
Lu adalah penindas sejati tanpa pandang bulu. Buktinya banyak negri yang lebih lemah dari Wu ditindas hingga tidak bisa bangkit. Mereka tidak mungkin memikirkan hal seperti meremehkan. Hanya mengeksploitasi yang mereka pikirkan.
Lalu, sekarang akhirnya aku mengerti. Terlebih setelah mendengar Lu Chen Jin mengatakan dia dan ayahnya merelakan kejatuhan Lu hanya untuk ibu. Bukan meremehkan Wu, Lu Guo Jin hanya ingin menenangkan dan memenangkan ibu.
Dia tidak bisa mengambilku secara langsung dan memasukkan ke istana. Terlebih aku adalah putra orang favoritnya. Istana akan bergolak dan tentara Wu pasti akan semakin memanfaatkan ini. meski begitu, pada akhirnya Lu tetap diserahkan pada ibu. Hanya saja dengan cara lebih perlahan. Mungkinkah itu karna menunggu Lu Chen Jin besar?
Tapi itu sedikit memiliki lubang. Namun Jika Lu Guo Jin melakukannya hanya untuk menunggu waktu, itu lebih bisa dimengerti. Kehadiran Lu Chen Jin membuat Lu Guo Jin berharap ibu akan melupakanku dan Wu. Jika itu terjadi, maka Lu Guo Jin tak akan segan menginjak Wu sampai mati.
Kenapa harus serepot itu? Akan lebih mudah jika Lu Guo jin hanya memaksa kehendaknya pada ibu. Ku pikir itu hanya berarti satu hal, dengan berjalannya waktu. Lu Guo Jin sangat mencintai ibuku dan ingin ibuku mencintainya. Bukan hanya terpaksa apalagi berniat bunuh diri karna aku mati. Kecantikan bisa meruntuhkan sebuah negri.
Aku menghela nafas. Betapa kisah mereka sangat menyedihkan.
Aku menderita karna tumbuh dalam pertempuran. Namun bukan berarti ibu, Lu Guo Jin juga Lu Chen Jin tidak menderita. Kami memiliki kesulitan kami masing-masing. Hanya saja, ku pikir dibanding betapa rumitnya masalah perasaan, masalah pertempuran akan lebih mudah.
Pidato jendral Si Fang berakhir sangat cepat. Dia masih orang yang sedikit bicara kecuali tentang strategi perang. Eksekusi dilakukan serentak pada puluhan pejabat Lu. Tali-tali dipastikan telah pada tempatnya. Kemudian tuas ditarik dan lantai papan terbuka, menyebabkan puluhan pejabat tergantung. Mereka menggelliat sekarat beberapa saat sebelum satu persatu diam tak bergerak dengan lidah terjulur.
Aku memejamkan mata. Pemandangan ini, aku ingin meminimalisirnya di masa depan.
Ketika eksekusi selesai, aku kembali ke ruang kerjaku. Menatap tumpukan laporan yang harus ku periksa. Menandai beberapa hal yang harus disetujui, dan menandai lainnya yang harus diperbaiki. Pekerjaan ini….. belum dimulai namun sudah membuatku merasa sakit kepala.
“Berani mengusulkan, jika Yang mulia mengijinkan, biarkan saya membantu anda melakukan beberapa hal.”
Aku tersenyum lebar mendengar tawaran paman Xi dan segera menarik kursi untuknya. Diseberangku.
“Sering-sering melakukan ini paman.”
“Anda tidak bisa menjadi manja lagi.”
“Ya ya, kaisar harus tegas. Kaisar harus tegar. Kaisar harus bijak. Kaisar harus pengasih. Kaisar harus kejam.” Gumamku dengan cemberut. Bagaimana bisa aku melakukan hal ‘harus’ yang begitu banyak. Hanya mendengarkannya saja sudah membuatku sakit kepala.
**********************************