Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com

[Chapter 12]

“Berhenti di sini.” Perintah Zino pada supir yang mengantarnya.

Pagi ini saat Jean sudah pergi bekerja, Zino dengan cepat meminta supir mengantarnya ke sebuah kawasan pertokoan.

“Tidak usah menunggu. Aku akan pulang sendiri.” Usir Zino saat keluar mobil.

“Tapi nona….” Supir itu dengan ketakutan akan menolak. Bagaimana dia mengatakannya jika Jean bertanya nanti? Nonanya ini tidak pernah pergi sendirian.

“Huss, jangan membantah. Pokoknya aku akan pulang sendiri.” Zino melambai acuh tak acuh pada supir malang itu lalu masuk ke salah satu toko terbesar.

Toko ini tidak hanya menyediakan pakaian pria dan wanita, tetapi juga sepatu dan tas.

Dari dalam, dia mengintip supir yang ragu-ragu. Seperti dugaannya, supir itu tidak akan pergi dengan mudah.

Seorang pelayan mendekati Zino dan bertanya apa yang dibutuhkan.

Zino memilih satu kaos putih, satu celana Jeans coklat, dan satu Hoodie berwarna coklat muda.

Dia juga membeli ransel dan sepatu berwarna coklat. Zino selalu menyukai memakai barang-barang satu warna. Menurutnya itu tidak akan membuatnya pusing memikirkan cocok atau tidak.

Setelah selesai membayar, Zino langsung meminjam ruang ganti.

Dia menjejalkan semua pernak-pernik menjadi Vivian ke dalam ransel setelah menyelipkan beberapa lembaran uang kesaku celananya.

Sebagai tukang copet, Zino sangat anti menggunakan dompet.

Zino tersenyum ramah ke pelayan yang melihatnya terpana lalu meninggalkan mereka setelah hanya menganggukkan kepala sebagai ucapan terima kasih.

Dia tidak mungkin bersuara saat pengubah suaranya sudah dilepas sedangkan wajahnya masih seorang gadis cantik.

“Aku tidak tahu dia akan masih terlihat sangat manis dengan pakaian pria!” Jerit salah satu pelayan gemas.

Mengabaikan itu, Zino menarik tudung hoodie-nya menutupi kepala.

Bersamaan dengan dia keluar toko, supirnya dengan ragu-ragu masuk.

Zino hanya melirik supir itu lalu melangkah lebih cepat ke salah satu lorong dan masuk ke toko pernak-pernik.

Dia membeli dompet panjang, gunting, cermin kecil dan tisu. Saat matanya menangkap kupluk berwarna coklat, dia memutuskan membelinya juga.

Dari toko pernak-pernik, Zino mengarah ke toilet umum. Masuk ke salah satu biliknya, Zino mengeluarkan gunting. Lalu dengan ceroboh menggunting rambut yang baru disambung dan dirapikan Alice pagi ini.

Melepaskan bulu mata dan mencuci muka. Membersihkan tuntas make up tipis karya Alice.

Melihat rambutnya yang panjang -ukuran pria- dan berantakan, Zino menutupinya dengan memakai kupluk.

Melihat pantulan dirinya di cermin kecil yang dibelinya, Zino mengangguk puas.

Tolong jangan membayangkan toilet ini seperti yang ada di hotel atau tempat mewah lainnya. Ini hanya toilet umum kalangan bawah, oke. Jadi Zino membutuhkan cermin yang dibelinya.

Sebelum naik bus, Zino menyempatkan membeli sekotak donat berbagai rasa kesukaan Mei. Juga sepasang gantungan kunci dengan karakter anak bebek yang lucu.

Zino merasa akan mengapeli masa depannya!

Selama menjadi Vivian, Zino selalu melakukan berbagai perawatan yang direkomendasikan Alice. Setelah beberapa waktu tentu saja dia menjadi semakin berkilau. Di tambah semua yang dikenakannya adalah barang baru dan berkilau.

Zino seperti anak angsa kesasar di pasar tradisional.

Nyaris semua yang dilewatinya menoleh setidaknya sekali untuk mengagumi kemulusan dan kekinclongan dirinya.

Sayangnya si objek sendiri sama sekali tidak sadar sudah menarik perhatian banyak orang.

“Mei~~ aku membawakannya donat!” Zino dengan ceria duduk di kursi tempatnya biasa mengamati mangsa.

Mei yang sedang melayani pembeli hanya meliriknya sebelum fokus kembali pada pembelinya.

Zino cemberut. Sudah lama tidak bertemu, Mei masih sama saja. Apa butuh bertahun-tahun tak bertemu agar Mei lebih antusias melihatnya? Yang Zino khawatirkan Mei justru melupakannya.

“Kemana saja kau?” Tanya Mei akhirnya setelah pembelinya pergi.

Zino seolah melupakan kekesalannya dan tersenyum. “Aku kan sudah bilang aku bekerja. Ini oleh-olehku.”

Mei meraih sekotak donat yang disodorkan oleh Zino. Selagi mulutnya mengunyah, dia mengamati Zino yang semakin menyilaukan mata.

Menelan makanannya, Mei berkata: “Sepertinya pekerjaanmu bagus. Kau semakin cantik.”

Senyum Zino langsung luntur. Dengan galak dia menunjuk-nunjuk Mei.

“Kau… itukah kata pertamamu setelah tidak melihatku berminggu-minggu? Itukah terima kasihmu setelah aku membawakan donat. Aku bahkan membelikanku benda ini!”

Dengan jengkel Zino melemparkan sepasang gantungan kunci anak bebek yang dibelinya.

Mei menjilat jarinya yang berlumur coklat dan meraih gantungan kunci itu.

“Oh terima kasih. Aku akan memberikan yang satu pada Mayu.”

“Apa? Tidak. Hei yang satu itu milikku. Seharusnya kita memiliki gantungan kunci berpasangan.” Zino tidak tahu ilmu apa yang digunakan Mei hingga selalu berhasil membuat Zino ingin menggigitnya sampai mati.

Sedangkan Mei masih dengan acuh memakan donat kedua.

“Tidak usah repot-repot. Aku lebih suka berpasangan dengan Mayu seumur hidup.”

Zino terdiam. Tapi sedetik kemudian dia memukul-mukul sudut meja lapak Mei dengan jengkel.

Gadis ini! Bagaimana bisa berkali-kali menjatuhkan imajinasinya?! Apakah Zino benar-benar tidak menarik?!

Zino berhenti memukul sudut meja. Menatap Mei dengan penuh dendam. Sedangkan yang ditatap hanya menatapnya tanpa dosa sambil menjilati coklat diatas donat.

“Kau! Lihat! Ini!”

Setelah menekan katanya, Zino meraih tangan seorang gadis yang lewat.

Gadis cantik berambut ekor kuda itu terkejut melihat seorang pria manis tiba-tiba menarik tangannya. Tentu saja dia tak menolak atau marah begitu saja. Jarang-jarang ada cowok manis berpenampilan menarik berinisiatif lebih dulu.

“Ada apa?” Tanya gadis cantik itu malu-malu.

“Apa aku tampan?” Zino membalasnya dengan pertanyaan langsung.

Gadis itu terlihat sedikit bingung mendengar pertanyaan Zino. Tapi dia masih mengangguk.

“Kalau begitu kau mau jadi pacarku?” Pertanyaan Zino selanjutnya membuat gadis itu merona.

Keberuntungan macam apa yang membuatnya ditembak cowok manis di pasar!

Sayangnya yang dianggap keberuntungan olehnya langsung hancur saat Mei membuka mulutnya.

“Zino, dia akan kalah menarik denganmu. Tolong carilah pria seksi dibanding gadis cantik.”

Wajah merona gadis itu berubah menjadi penuh kecurigaan menatap Zino. Kata-kata Mei sangat berkode!

Zino semakin jengkel saat gadis itu hanya menarik tangannya dari genggaman Zino dan pergi. Meninggalkan Zino dalam patah hati.

“Kau!” Zino memelototi Mei namun tidak tahu harus berkata apa. Pencopet kelas kakap ini dikalahkan gadis penjual kecil!

Melihat Zino yang kehabisan kata-kata untuk mengungkapkan kemarahan, Mei meletakkan kotak donatnya dan bertanya dengan nada lembut: “Jadi apa pekerjaanmu? Sungguh kau terlihat semakin baik.”

Zino merengut. Pujian Mei sudah tidak akan membuatnya senang.

“Membantu seseorang menjaga tunangan seseorang.” Sahut Zino. Setidaknya dia tidak seutuhnya berbohong.

Mei menatap Zino beberapa saat. Melihat Zino sepertinya tak akan berkata terbuka, Mei menyerah. “Apa orang yang kau jaga cukup baik?”

Zino bersidekap dan mendengus. “Dia orang paling tidak masuk akal. Sudah kaya tapi masih sangat pelit. Jika aku lebih kaya dari dia nanti, aku pasti akan membuatnya sangat miskin sampai dia bingung karna tidak ada benda yang bisa membuatnya begitu pelit.”

“Bicaramu berputar-putar. Katakan saja dia buruk.”

“Tidak juga. Uangnya adalah hal baik.” Zino terkekeh penuh semangat.

Mei menatap Zino cukup lama dan mengalihkan perhatiannya pada pembeli yang datang.

*****

 

Saat jam makan siang sekretarisnya mengatakan jika Erdan akan datang.

Jean cemberut dan memerintahkan sekretarisnya mengirimkan makan siangnya ke ruangannya.

Tak lama setelah sekretarisnya pergi, Erdan datang. Wajah pria itu tidak terlihat terlalu bagus.

“Tak biasanya kau ke sini tanpa memberitahuku lebih dulu.”

Erdan menghela nafas, menyandarkan tubuhnya disandaran sofa.

“Dengar. Aku sama sekali tak bermaksud menyalahkan Zigan. Kau tahu, tadinya aku berpikir jika aku hanya kehilangannya disuatu tempat. Tapi ternyata beberapa orang juga….”

Jean mengangkat tangannya menghentikan ucapannya Erdan. “Katakan dengan jelas. Jangan berputar-putar.”

Erdan menatap Jean sebelum menghela nafas sekali lagi. “Aku dan… beberapa orang kehilangan dompet dipestamu.”

Jean tercengang. Otaknya tiba-tiba berputar mengingat informasi pekerjaan Zino dari profil yang dikumpulkan orang-orangnya.

Seharusnya dia mengantisipasi keliaran anak itu.

“Sungguh, itu sebenarnya bukan masalah besar. Hanya saja, beberapa orang memandang kalian sedikit… err kau tahu, memiliki pengamanan yang tidak baik.”

Jean ingin memukul meja dan meremukkannya. Bukan pengamanannya yang tidak baik. Tapi pencopetnya yang sangat tidak diwaspadai!

“Lain kali cobalah memeriksa tiap pelayan dengan lebih ketat. Rumor itu sama sekali tidak bagus untuk Zigan.” Erdan dengan baik hati menasehati.

Jean memandang Erdan tanpa daya. Pencopetnya bukanlah pelayan, melainkan sosok yang kalian lihat sebagai putri Zigan!

Bagaimana bisa Jean mengatakan hal itu.

Jadi dia mengangguk dan mengucapkan terima kasih.

Setelah kepergian Erdan, Sekretarisnya datang membawakan makan siang.

“Katakan pada Bian, cari tahu siapa saja yang kehilangan dompet saat pesta. Lalu kirimkan hadiah permintaan maaf pada mereka.”

“Baik.”

Setelah kepergian sekretarisnya, Jean hanya menatap makan siangnya tanpa selera.

*****

<< Chapter 11 (Peran Pengganti)

 

Recommended Articles

0 Comments

  1. 😀😀😀 seribu jempol buat Zino

  2. Ahahahah
    Jean mukanya pasti kecut banget wkwkwk
    Zino, you’re the best!

  3. Serius nih kak hari ini ga up? :’)

  4. Hahahaa….. kesihan si Jean. Ngebayangin stylish nya Zino hmm….

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!