Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com
[Chapter 15]
Leihan menatapnya sejenak lalu mengalihkan tatapannya pada Zino. “Kita akan bicara lagi lain kali.”
Setelah Leihan pergi, Zinan menatap Vivian. “Kau tidak bisa memperhatikannya, dia sudah menikah.”
Zino memiringkan kepalanya menatap Zinan. Tersenyum manis dan berkata. “Tentu saja. Kau sudah cukup merepotkan.”
Zinan terkekeh puas. Padahal Vivian sama sekali tak memujinya. Tapi dia pikir selama Vivian mengabaikan yang lain, apapun caranya memperhatikannya akan baik.
Zinan mulai menyadari jika dia tak sekedar memandang Vivian sebagai tunangan belaka.
“Aku akan mengantarmu pulang.” Zinan meraih tangan Zino dan menggandengnya keluar.
Setelah berpamitan dengan tuan dan nyonya Arkanda, mereka meninggalkan kediaman mewah itu.
Rua pergi setelah selesai makan malam. Ini membuat Zino sedikit kecewa karna tidak bisa berbicara dengannya.
“Berikan aku nomor ponselmu.” Zinan mengulurkan ponselnya pada Zino.
“Kau memiliki nomor abang, itu sudah cukup.” Zino tidak bisa memberikan nomor ponselnya. Zinan adalah tunangan Vivian. Dan Jean tidak memberinya ponsel baru sebagai Vivian. Zino tidak tahu pria itu sengaja atau lupa.
“Tunanganku itu kau. Bukan Jean.”
“Jean adalah abangku.” Ucap Zino dengan keras kepala.
Zinan menahan diri agar tak menghela nafas. Bagaimana bisa Vivian begitu tak masuk akal. Mungkinkah dalam pikirannya tunangannya adalah tunangan abangnya?
“Baiklah. Simpan saja nomorku sebagai gantinya. Kau bisa menghubungiku saat ada sesuatu. Terutama yang berhubungan dengan Leihan.” Zinan meraih kertas dan menuliskan nomornya lalu menyerahkannya pada Zino.
Mengingat Leihan menaruh perhatian pada Vivian, Zinan secara sadar merasa tak aman. Dia memiliki keinginan mendudukkan Vivian dikursi yang selalu dalam jarak pandangnya. Hingga dia bisa memastikan gadis itu masih tunangannya. Dalam arti seutuhnya.
“Kenapa aku harus menyimpan nomormu?” Menyimpan nomor pria sama sekali tidak menarik bagi Zino.
Sepertinya semakin hari dia semakin melupakan perannya sebagai Vivian sedikit demi sedikit.
“Kenapa tidak? Itu berguna.” Ini pertama kalinya seseorang menolak menyimpan nomor Zinan. Tapi dia tidak bisa tersinggung.
“Benarkah. Karna ini berguna, maka kegunaannya akan ku ambil dengan cepat. Apa kau keberatan?”
Ucapan Zino membingungkan bagi Zinan. Meski begitu Zinan masih tersenyum dan menjawab: “Tentu saja tidak.”
“Baiklah. Kau sudah mengatakannya. Jadi kau tidak bisa protes, oke.”
Zinan sungguh tidak mengerti. Tapi dia masih mengangguk. Melihat Vivian tersenyum ceria, dia sama sekali tidak bisa menggeleng. Zinan merutuki darimana datangnya perasaan tidak biasa ini?
Zino keluar dari mobil. Pemuda itu berlari-lari kecil memutari mobil. Dia membuka pintu sisi Zinan sebelum pria itu sempat keluar mobil.
Zinan terkejut saat Zino tiba-tiba membungkukkan tubuhnya kearahnya. Tubuhnya tiba-tiba meremang saat dia bisa mencium aroma sosok yang wajahnya terlalu dekat. Tepatnya disamping telinga Zinan.
“Terima kasih.” Bisik Zino tepat ditelinga Zinan.
Dia masih terpana menatap gadis yang tersenyum manis dan berlari kecil masuk ke rumahnya.
Zinan memegang dadanya yang terasa aneh dan sedikit tidak nyaman. Tapi membuatnya keberatan.
“Dia mengucapkan terima kasih dengan cara yang menyenangkan.” Zinan tersenyum tulus.
Di sisi lain, Zino mengayunkan langkahnya dengan main-main. Dengan ceria dia menyapa para pelayan sebelum masuk ke kamarnya.
“Bagaimana bisa kau sesenang ini?”
Langkah Zino terhenti saat mendengar suara Jean.
“Aku tidak boleh senang?” Tanya Zino dengan jenaka.
Jean menatapnya sebentar dengan aneh. “Zinan itu tunangan Vivian, jika kau lupa.”
“Apa maksudmu?” Zino justru bingung mendengar ucapan Jean.
Jean menghela nafas, jika bahkan Zino tidak mengerti maksudnya. Itu berarti tak ada yang perlu dikhawatirkannya.
Gay bukan hal tabu. Tapi masih menjadi minoritas dan sulit diterima.
Jean bukanlah yang mempermasalahkan orientasi seksual seseorang. Hanya saja dia tak mau ada drama picisan antara Zino, Zinan dan Vivian.
Sayangnya Jean sama sekali tak mengantisipasi perasaan Zinan.
Dan seseorang yang tidak diantisipasi itu sedang jengkel karna lagi-lagi harus kehilangan dompet. Dia mulai waspada memikirkan kemungkinan Vivian benar-benar pembawa sial. Atau justru gadis itu biang kesialannya?
*****
Sampai pagi ini Jean belum mau menemui Zino.
Dia tak tahu kenapa Jean bisa sangat marah. Tapi dia juga memiliki dugaan jika Jean hanya sibuk. Apapun itu, Zino tidak terlalu peduli.
Karna Zino bukan Vivian dan tak sepenting Vivian, Jean sama sekali tidak menempatkan bodyguard untuknya. Itu membuat Zino merasa bisa melakukan apa saja saat tidak ada Jean.
Menukar penampilannya dengan penampilan aslinya seperti yang dilakukannya terakhir kali, Zino dengan semangat masuk ke sebuah bank.
Bedanya saat ini dia hanya menggulung rambutnya dan menutupinya dengan topi dan tudung hoodie bukannya memotongnya. Jika dia melakukannya lagi, Alice bukan sekedar akan memotong rambutnya, tapi juga sekalian lehernya.
Setelah menunggu beberapa saat, giliran Zino menyetorkan uangnya.
Tolong jangan tanya kenapa Zino tidak menggunakan mesin setor, dia gaptek! Menggunakan barang-barang modern itu akan membuat tangannya bergetar. Otaknya sibuk ketakutan memikirkan benar atau salah, bagaimana jika berakhir rusak? Itu merepotkan.
Setelah selesai, dia dengan riang memandangi jumlah uang dibuku tabungannya.
Empat tahun dia menabung dengan susah payah, ditambah akhir-akhir ini dia menabung dengan sangat sangat sangat mudah, hasilnya cukup untuk membeli sebuah rumah kecil dipinggiran kota.
Berterima kasihlah pada keberuntungannya yang sementara ini bisa tidak memikirkan membayar kontrakan dan makan sehari-hari, bahkan keberuntungannya mendapatkan dompet-dompet tebal.
Intinya dia harus berterima kasih pada Jean dan Vivian yang membuatnya memiliki kesempatan mendapatkan uang banyak. Meski itu sangat menyiksa harga dirinya.
Zino cemberut, namun hanya bertahan beberapa detik sebelum tertawa riang lagi saat melihat angka yang tertera di buku tabungannya.
Mencari uang memang tidak mudah. Tapi menyenangkan.
Memasukkan buku kesayangannya ke dalam ransel, Zino segera berjalan ke salon Alice.
Kali ini Alice sedang sangat sibuk dan tak sempat memarahinya. Dia hanya memperbaiki Zino dan menggerutu saat Zino menambah barang titipannya lagi.
Karna Alice sibuk, Zino memilih pergi. Dia masih enggan kembali ke kediaman zigan, maka dari itu dia berjalan tak tentu arah hingga masuk ke dalam mall.
Ini pertama kalinya dia masuk ke tempat bernama mall. Zino khawatir dia tersesat, tapi dia tak memungkiri jika dia bersemangat.
Zino memandang orang-orang yang saling tertawa dengan teman-teman mereka. Dia iri. Karna dia sendirian, dia tak mau dipandang sebagai anak hilang. Jadi dengan percaya diri Zino mengangkat dagunya dan berjalan mengikuti arus orang.
Langkahnya terhenti di eskalator. Dia terdiam. Jika terjatuh pasti akan sangat memalukan.
Dia dengan hati-hati melirik ke sampingnya, melihat bagaimana cara orang-orang menaikinya dengan aman.
Setelah tiga orang melewatinya yang berdiri seperti patung didepan eskalator, Zino menarik nafas sebelum dengan hati-hati dan sedikit tak sabar menginjakkan kakinya di anak tangga.
Zino lega saat dia berhasil menaiki benda berbahaya itu tanpa terjatuh.
Senyumnya merekah seperti anak kecil yang berhasil melakukan hal baru. Zino dengan semangat melompat kecil setelah sampai dilantai atas.
Dia akan menceritakan pengalamannya ini pada Mei nanti.
Senyum Zino menyendu. Bukan dia tidak menyadari jika dia hidup didunia ini hanya sendiri, bahagia sendiri, sedih sendiri, itu… terdengar sedikit menyedihkan. Karna itu, Zino ingin sedikit nakal, dia memilih bahagia sendiri dibanding sedih sendiri.
Memutuskan tak mau bergalau ria, Zino mengedarkan pandangannya ke sekitarnya. Siapa sangka dia akan melihat sosok familiar sedang makan camilan sendirian bersandar di pagar.
“Mio, kenapa sendirian? Di mana mamamu?”
Gadis cilik itu mengalihkan pandangannya dari lantai bawah ke Zino. Matanya yang semula tenang seketika berbinar.
“Bibi!”
****
[…] Chapter 15 […]
Benih” cinta mulai tumbuh nih.. gadabar kalo vivian asli udah balik. Kayanya zinan bakal kepupungan wkwk
saya rasa ini kisah cinta yang bakalan rumit hingga menguras emosi saya rasa hahahaha
Yaaahh masalah buat Zino mulai muncul 😂
Sedih pas baca. ‘Apa-apa sendiri.’ Emang iya. Rsanya kesepian.