Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com
Jean menghubungi Vivian. Minggu ini dia baru sekali menghubungi adiknya itu. Meski dia sudah menugaskan satu asisten dan beberapa bodyguard untuk mengawasi Vivian, dia masih cemas. Vivian tidak pernah jauh dari pengawasannya seperti ini.
“Ya abang… hachi!”
Jean mendesah mendengar Vivian bersin diseberang sana.
“Apa kau mengabaikan kesehatanmu? Apa yang kau makan?”
“Abang, aku bukan orang yang ceroboh. Ini alergi sebuk bunga.” Vivian membela diri. Jean bis membayangkan bagaimana gadis itu cemberut.
“Baiklah, tolong lebih berhati-hati. Aku menempatkan asisten di sisimu bukan untuk membiarkanmu sakit.”
“Dia tidak salah. Kau tahu, aku yang terlalu lemah.”
“Baiklah. Baiklah. Jangan salahkan dirimu lagi. Zino bermasalah disini. Bagaimana jika kau pulang saja?” Jean mengungkapkan tujuan utamanya menghubungi Vivian.
Dia mendengar Vivian bersin beberapa kali sebelum mendesah. Dia baru mendengar jika cukup banyak orang kehilangan dompet dipesta pertunangannya. Tentu saja dia memiliki dugaan. “Kenapa dia masih mempertahankan pekerjaan menjijikkannya itu? Apa uang yang ku berikan kurang?”
Jean tak bisa mengatakan jika dia memberikan beberapa uang tambahan untuk Zino. Entah bagaimana Jean tak ingin Vivian terlalu membenci Zino.
“Karna seperti itu, apa kau akan pulang?” Jean menggeser topik dari Zino ke kepulangan Vivian.
“Abang…. beri aku sedikit waktu lagi, oke. Aku bahkan baru memulai hari belajar aktifku.”
Jean terdiam mendengar nada memelas Vivian. Kenapa dia merasa nada memelas Vivian dan Zino sama. Sama-sama membuatnya tak bisa memaksa.
“Baiklah. Jaga dirimu.”
“Abang marah?”
“Bagaimana bisa aku marah padamu?”
*****
Zinan terdiam mendengar informasi dari asistennya tentang banyaknya yang kehilangan dompet di pesta pertunangannya.
Dia sebenarnya tidak terlalu peduli dengan reputasi Zigan atau semacamnya. Hanya saja… dia termasuk yang mengalami kehilangan dompet.
Dua kali dia bertemu dengan Vivian, dua kali dia kehilangan dompet. Tolong jangan bilang kebetulan. Sekali adalah kebetulan, dua kali adalah kemungkinan. Mungkin Vivian pembawa sial.
Zinan bukan orang yang mempercayai hal absurd. Tapi dia selalu dengan mudah meletakkan cap buruk pada seseorang.
Uang bukan masalah besar. Tapi sedikit repot memblokir dan mengurus kartu-kartu baru. Sekali bukan masalah. Tapi dua kali, tentu saja pihak bank bertanya-tanya kan? Terlebih membuat kartu identitas berkali-kali, sungguh suatu yang perlu dipertanyakan.
*****
Setelah membantu Mei membereskan dagangan, Zino mengantar gadis itu pulang.
Mei adalah gadis mandiri, dia menyetir sendiri mobil bak terbuka yang mengangkut barang-barang dagangannya. Pekerjaan menaik turunkan barang biasanya dia lakukan hanya bersama Mayu saja.
Karna hari ini ada Zino, Mayu memilih mengurus orang tua mereka dirumah.
Apa Zino belum bilang jika kedua orang tua mereka menderita kelumpuhan karna kecelakaan?
Bedanya, sementara kedua kaki ibu mereka benar-benar putus, ayahnya mengalami kerusakan ruas ketiga tulang belakang, lumpuh dari dada ke bawah seumur hidup.
Tapi itu terjadi empat tahun yang lalu, Mei dan Mayu tidak lagi mengenangnya.
“Kau semakin cantik. Katakan, apa pekerjaan barumu?”
Pertanyaan Mayu membuat Zino ingin membanting kotak yang diangkatnya. Dia memelototi Mayu.
“Bisakah kau tidak menyebutku cantik? Aku ini tampan, oke.”
Mayu tertawa sinis. “Kau bisa bertanya pada sepuluh orang. Dan sepuluh orang akan menjawab manis, cantik, imut, tapi sama sekali bukan tampan.”
Zino meletakkan kotak dengan jengkel. Berminggu-minggu mereka tak bertemu. Tapi kerusakan otak dua saudara ini sama sekali tak mengalami perbaikan!
“Berhentilah menggodanya.” Mei masuk ke mobil dan melongokkan kepalanya dari jendela. “Ayo, aku akan mengantarmu ke tempat tinggalmu.”
Zino tersenyum manis. Baiklah, Mei lebih baik daripada Mayu.
“Aku tidak bisa membiarkan seorang gadis mengantarku kan.”
Mei menatap Zino dari atas ke bawah. “Aku yakin kau lebih terlihat gadis daripada aku. Sungguh.”
Zino menggembungkan pipinya menahan raungan. Tidak perlu ditekankan. Dia sama sekali tidak akan berterima kasih.
“Aku pria. Tidak butuh kau khawatirkan. Aku pergi.” Zino menghentak-hentakkan kakinya meninggalkan dua gadis yang menjengkelkan itu.
Mayu bersidekap menatap punggung Zino. Tanpa menoleh pada Mei, dia berkata: “Dia semakin menggemaskan. Kau yakin akan membiarkannya pergi begitu saja?”
Mei membuka pintu mobil dan turun. Melewati Mayu untuk masuk ke dalam rumah. “Aku baik-baik saja dengan Fajar.”
Sementara itu, Zino menunggu bus di halte sembari mengomel. Tidak hanya disitu, dia bahkan masih mengomel saat sampai di salon Alice. Mengabaikan tatapan aneh orang-orang.
Kedatangan pemuda itu membuat Alice sesak nafas menahan marah.
Bagaimanapun manis dan menggemaskannya Zino saat ini sama sekali tidak mengurangi kekesalan Alice.
Pagi-pagi Jean meneleponnya dan memintanya datang tanpa mendengarkan keluhannya. Ternyata dia harus memperbaiki penampilan Zino yang amburadul.
Dan sekarang dengan cengengesan tak berdosa pemuda itu duduk manis didepannya. Memintanya memperbaikinya lagi.
Alice hampir pingsan melihat potongan rambutnya yang lebih amburadul daripada tadi pagi saat kupluknya dilepas. Ditambah rambut sambung yang dijejalkan sembarangan ke dalam dompet murahan.
“Kau… kau… ah~~~ tolong katakan, kenapa aku bisa bertemu denganmu!” Alice memegangi dadanya.
“Bukankah itu karna Jean yang membawaku ke sini?” Dengan tampang polos nan serius Zino menjawab.
Sungguh saat ini Alice ingin memukul sesuatu. Dia yang begitu mencintai keindahan merasa teraniaya melihat prilaku Zino.
“Cepatlah perbaiki dandananku. Sebentar lagi Jean pulang kerja.” Rajuk Zino.
Alice mengatur perasaannya. Mengumpulkan sisa-sisa kesabaran, dia mulai memperbaiki penampilan Zino. “Ucapanmu seolah kau ini istri yang selingkuh saat suami bekerja.”
“Berhentilah menganggap aku perempuan, setelah ini berakhir kau akan tahu betapa jantannya aku.”
Alice tertawa. Terhibur dengan kepercayaan diri Zino.
“Baiklah, baiklah, kau sangat jantan~~.”
Dua jam kemudian Zino keluar dari taksi yang mengantarnya ke kediaman Zigan. Dia menitipkan ransel dan semua barang barunya pada Alice. Zino tidak mau jika pakaiannya dibuang lagi oleh Jean.
Seorang sekuriti dengan cepat membukakan pintu pagar begitu melihat Zino berdiri diluar.
“Nona…. “
“Apa abang sudah pulang?” Tanya Zino memotong ucapan sekuriti itu.
“Ya, nona.”
Zino berlari-lari kecil menuju rumah. Jika Zino belum bilang, jarak antara pintu pagar ke pintu rumah sekitar lima puluh meter. Taman disekeliling rumah Zigan sama sekali tidak kalah dengan taman kota yang pernah Zino lihat. Bahkan lebih cantik.
“Nona, tolong jangan berlari. Saya akan memanggil supir untuk menjemput anda.” Ucap sekuriti yang dengan cemas mengikuti langkah Zino.
Selama dia bekerja disini, ini adalah pertama kalinya dia melihat nonanya berlari-lari. Bagaimana jika terjatuh, pasti dia yang akan disalahkan.
Sedangkan Zino justru memutar bola matanya malas. Vivian ini benar-benar dimanjakan.
“Tubuhku sedang sangat bagus. Jangan khawatir.”
Meski nonanya berkata begitu, tetap saja sekuriti itu mengikutinya dengan cemas. Berjaga-jaga jika Vivian mengalami sesuatu.
Beberapa pelayan menyambut Vivian di pintu begitu melihat adegan langka itu. Mereka semua memasang wajah khawatir, terutama nyonya Sira, sang kepala pelayan.
“Nona, tolong lebih berhati-hati.” Ucapan lembut nyonya Sira tidak menyembunyikan nada teguran sama sekali.
Zino merasa bosan dengan hal-hal berlebihan seperti ini. Karna itu dia hanya tersenyum penuh permintaan maaf lalu menuju kamarnya.
Tapi sebelum dia sampai di kamar, Jean sudah menghalangi langkahnya.
“Katakan padaku, apa kau menghilangkan uang para tamu di pesta pertunanganmu?” Tanya Jean dengan nada dingin.
Sebagai penjahat Zino tentu saja terbiasa menyangkal semua tuduhan.
“Tidak.”
“Bagaimana kau bisa menyangkal? Tidak akan ada yang senekad dirimu disana!” Raung Jean.
Zino ini sudah membuatnya sakit kepala sejak pertama mereka memulai kesepakatan. Bayangkan saja seperti apa kekesalan Jean bertumpuk sampai sekarang.
“Kenapa aku tidak boleh menyangkal? Kau memiliki bukti?”
Benar. Zino adalah seorang pembantah. Bagaimana bisa dia mengakui sesuatu dengan mudah.
“Dengar, saat aku mendapatkan rekaman cctv villa, aku bisa memasukkanmu ke dalam penjara.” Ancam Jean.
Zino berkedip polos dan memiringkan kepalanya menatap Jean. “Maksudmu Vivian?”
Jean mengerang kesal. Zino benar. Siapapun akan mempercayai jika yang terekam dalam cctv itu adalah Vivian.
Baiklah. Kali ini tidak ada yang bisa dilakukan Jean selain diam dan menutupi semuanya.
“Pelayan!” Jerit Jean.
Nyonya Sira segera datang dan bertanya kebutuhan Jean.
“Kosongkan gudang tanpa meninggalkan satu bendapun. Kurung Vivian disana. Jangan biarkan keluar sebelum aku mengeluarkannya.”
Nyonya Sira menatap Jean penuh keraguan. Namun sebelum dia membuka mulutnya memastikan, Jean sudah berteriak memerintahkannya untuk melakukannya.
Maka nyonya Sira memerintahkan para pelayan melakukannya. Membiarkan Zino dengan cemberut berakhir diruangan kosong yang gelap.
*****