PERAN PENGGANTI – CHAPTER 09

Author : Keyikarus
Publish at Kenzterjemahan.com

 


 

“Benarkah? Maafkan aku. Bagaimana dengan selai kacang?” Tawar Rua dengan wajah menyesal.

“Itu baik-baik saja. Tapi lebih baik yang srikaya.” Ucapan Loraine nyaris membuat Zino menangis. Dia membenci srikaya!

Bagaimana bisa dia begitu berbeda dengan Vivian. Apa mereka saudara kembar palsu? Kenapa hidupnya penuh yang palsu-palsu?

“Baiklah. Aku akan mengolesi rotinya dengan srikaya.”

Zino dengan lesu tanpa sengaja menatap Ellie yang dengan anggun menyesap tehnya. Mengacuhkan sekitarnya.

Zino sama sekali tak menyadari tatapan curiga Kamilla. Wanita itu tidak begitu akrab dengan Vivian. Tapi bukan berarti dia tidak hapal dengan segala hal tentang adik mantan suaminya. Mereka pernah tinggal serumah selama dua tahun, bagaimana mungkin Kamilla tak mengetahui hal-hal tentang Vivian.

“Nah makanlah. Kau akan bersama Zinan sepanjang perjalanan pulang. Aku khawatir dia tidak akan rela membelikanmu makan, jadi jangan sampai kelaparan.”

Rua terkekeh sementara Ellie meletakkan cangkir tehnya dengan bersuara.

“Bisakah kau tidak mendiskreditkan adikmu didepan tunangannya? Kau akan membuat Loraine berpikir Zinan tak bertanggung jawab pada Vivian.” Tegur Ellie dengan nada datar.

“Oh ibu, jangan khawatir. Apapun pendapat Vivian dan nyonya Loraine tentang Zinan, tidak akan berpengaruh pada pernikahan mereka.” Sahut Rua ringan.

Ucapannya itu tidak hanya membuat Ellie tak senang, tapi juga Loraine.

“Wanita yang baik adalah yang pintar menjaga mulutnya, Rua.”

“Ah apa itu seperti Kamilla?” Rua menjawab Ellie tanpa beban.

Justru Zino yang merasa terbebani. Bukan saja rasa srikaya yang membuatnya tak berselera, tapi juga obrolan entah apa para nyonya ini yang membuat udara terasa tegang.

Selagi para nyonya sibuk berdebat, Zino diam-diam menyuapkan rotinya ke Mio yang menatapnya tak berdaya.

Gadis kecil itu sudah sarapan dan masih harus menahan diri karna dijejali roti oleh Zino. Pikiran kecilnya tidak berani menolak, Mio tidak mau bibi yang baru saja menyukainya akan tak menyukainya lagi jika dia menolak memakannya.

Mio merasa teraniaya!

“Jangan membawaku. Aku bukan lagi bagian dari kalian.” Suara Kamilla mengembalikan fokus Zino.

Pemuda itu membersihkan sekitar mulut Mio dengan lembut. Sebagai ucapan terima kasih, Zino berjanji didalam hati akan membelikan dua es krim untuk Mio.

“Kamilla, kau bisa mengatakannya lagi dan meninggalkan Mio disini. Sepertinya dia baik-baik saja dengan Vivian sekarang.”

Wajah Kamilla memerah. Wanita cantik itu menutup mulutnya erat. Tiba-tiba saja dia membenci Vivian.

Suasana yang tiba-tiba hening lagi membuat Zino tak nyaman. Dari mana ketegangan ini tadi berasal?

“Maaf nyonya Zigan, tuan Zigan sudah menunggu Anda.” Seorang pelayan menyela ketegangan diantara mereka.

Loraine membersihkan mulutnya lalu meraih tasnya. “Sepertinya aku akan pergi lebih dulu. Sayang, kau akan pulang dengan Zinan. Sampai bertemu nanti. Tolong berhati-hati dengan tubuhmu.”

Zino mengangguk. Membiarkan Loraine mencium pipinya. Lalu berucap: “Hati-hati Mama.”

“Aku juga pergi.” Ellie menyusul langkah Loraine.

Melihat dua nyonya itu pergi, Rua dan Kamilla juga memilih pergi. Mereka juga sama sibuknya dengan pekerjaan mereka.

Sementara Rua tersenyum riang saat berpamitan padanya, Kamilla justru tidak mengatakan apapun. Bahkan wanita itu mengabaikan rengekan Mio yang ingin bersama Zino.

Zino merasa ada yang aneh dengan sikap Kamilla. Sebelumnya Kamilla memang tidak bersikap baik padanya, tapi dia masih berbicara dengan baik. Tapi saat ini, wanita itu bahkan tak mengatakan apapun pada Zino.

Apa yang salah?

Sekarang dia sendirian disini dengan para pelayan yang membereskan meja.

Tadinya Zino pikir menjadi keluarga kaya adalah hal bagus. Tapi sekarang dia merasa dia tidak mengerti. Dia berperan sebagai Vivian, Putri dari keluarga Zigan. Tapi dia hanya mendapatkan sedikit kesempatan berinteraksi dengan orangtuanya. Terlebih ayahnya.

Mungkinkah kehidupan Vivian tidak semenyenangkan yang dia bayangkan?

Tapi memiliki banyak uang tetap saja yang paling menyenangkan! Di mata Zino Vivian tetap saja sangat sangat sangat beruntung.

Dan sekarang Zino merasakan sedikit keberuntungannya. Karna ini tidak akan bertahan lama, tentu saja dia akan mengumpulkan bekal yang cukup untuk masa pensiun menjadi Vivian.

“Kau sudah selesai berkhayal?”

Zino menoleh dan melihat Zinan bersandar malas dikusen pintu sambil mengutak-atik iPad. Tidak memandang Zino sama sekali.

Zino menahan dengusannya. Sopan santun keluarga Arkanda patut dipertanyakan.

“Apa maksudmu?”

Zinan mengangkat kepalanya mendengar jawaban manis Zino. Senyumnya mengembang: “Tolong jangan buang waktuku dengan pertanyaan bodoh. Aku akan pulang sekarang. Bagaimana denganmu?”

Apa maksudnya dengan bagaimana? Memangnya para nyonya itu tak memberitahunya jika Zino akan pulang bersamanya?

“Tentu saja aku ikut denganmu. Apa mama tidak memberitahumu?”

Zinan mengangguk. “Baiklah, karna kau menumpang tentu saja kau tahu aturannya kan?”

“Hn?” Zino memiringkan kepalanya tak mengerti.

Aturan apa? Bukankah sewajarnya Zinan mengantar tunangannya pulang? Bahkan dia yang hanya kencan satu hari dengan para gadis selalu mengantar mereka pulang dengan selamat.

“Kau yang membayar bensin.” Dengan senyum cemerlang Zinan berucap.

“Apa? Kau mempermasalahkan bensin?” Zino tak percaya dengan betapa tak tahu malunya Zinan sebagai pria. Bahkan Zino yang miskin saja tak begitu perhitungan dengan gadis yang dikencaninya.

“Jadi menurutmu mobil tak butuh bensin?” Zinan membuktikan betapa tak tahu malunya dirinya.

“Bukankah kita tunangan?” Tanya Zino tak berdaya pada akhirnya. Otak kecil Zino mulai memproduksi kata berwarna-warni untuk menggambarkan Zinan.

Bagaimana mungkin keluarga Zigan menunangkan Putri berharganya dengan pria sepelit ini?!

“Tunangan adalah satu hal. Tumpangan dan bensin adalah hal lain. Kau bukan orang miskin, kenapa mempermasalahkan uang sekecil ini?” Zinan dengan acuh tak acuh berbalik melangkah pergi.

Aku memang orang miskin! Kau yang harusnya kenapa mempermasalahkan uang sekecil ini?! Dasar penipu sesat!

Zinan menoleh ke arah Zino. “Ikut pulang tidak?”

Jangan tersenyum! Percuma! Penipu! Sesat!

“Ikut.” Zino mengikuti Zinan dengan senyum anggun. “Aku tak menyangka memiliki tunangan yang begitu perhitungan.”

Jika Jean mendengarnya mengucapkan ini, pria itu pasti akan tanpa ampun mencekik Zino.

“Terima kasih.” Zinan tersenyum tulus seolah Zino memujinya dengan kata paling tinggi.

Itu bukan pujian! Zino mengerang frustasi didalam kepalanya.

Seorang supir membuka pintu mobil untuk Zinan dan Zino. Lalu berputar masuk ke kursi pengemudi.

Zino tidak tahu jenis mobil Zinan. Tapi dia tahu kalau mobil ini tidak akan kalah harganya dengan mobil Jean meski modelnya berbeda.

Ada sekat diantara kursi pengemudi dan penumpang. Seolah membuat ruang pribadi untuk Zino dan Zinan.

Zino menghela nafas. Berapa lama dia harus mengumpulkan uang untuk membeli mobil bagus semacam ini?

“Kau terlihat lesu. Butuh pujian?”

Zino mencibir dalam hati. Pria ini sama sekali tak ada manis-manisnya. Jika memang ingin memuji ya memuji saja. Kenapa harus bertanya dengan kalimat canggung seperti itu.

“Maaf aku belum memujimu sebagai tunangan. Kau sangat menggemaskan.”

Zino sama sekali tidak merasa dipuji!

Meski kejengkelannya semakin besar, Zino menahan diri. “Terima kasih. Apa jika kau bukan tunanganku, kau tak akan memujiku?”

Zinan sama sekali tidak meliriknya saat menjawab: “Tentu saja. Itu hal yang sia-sia.”

Zino ingin melihat keluarga Zigan dilindas truk! Bagaimana bisa mereka akan menikahkan kembarannya dengan pria seperti ini?!

Jangan berpikir Zino tiba-tiba memiliki perasaan sentimentil pada Vivian. Jangan bercanda, mereka hanya bertemu satu kali seumur hidup tanpa kesan baik.

Maksud Zino adalah…. karna pria ini Zino tidak bisa membuatnya tidak menyukai Vivian sebab Zinan sepertinya tidak menyukai Vivian. Karna pria ini Zino kemungkinan akan memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung dan sesak nafas!

Zino pasti akan mengambil kompensasinya dari Zinan dengan sangat baik!

Sedangkan Zinan yang tak mengetahui pikiran Zino, hanya melirik gadis disampingnya.

Senyum tipis membayang dibibirnya saat menyadari wajah gadis itu berubah-ubah antara merah, hijau, putih. Tapi dengan keras kepala tetap mempertahankan senyum anggunnya.

Tadinya Zinan pikir sebagai nona yang dimanja, Vivian akan meledak karna prilakunya menyakiti harga diri gadis itu. Atau sebagai nona kaya yang emosinya terbiasa dikontrol dengan stabil seperti Loraine dan Ellie.

Siapa yang menyangka dia begitu lucu. Berusaha mengendalikan emosinya yang meledak-ledak.

*****

Recommended Articles

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!