Author : Keyikarus
[Chapter 25]
Mendengar penolakan langsung dari Zino tentu saja membuat Zinan tak senang. Pria itu menyipit berbahaya menatap kotak ditangan Zino.
“Kenapa?”
Zino melotot tak terima. Dia menunjuk tumpukan boneka tak terurus dipojokkan. “Lihat, apa itu tidak cukup membuatmu mengerti jika aku tak menyukai boneka?”
Zinan cemberut, dia melupakan bagian ini.
“Lagi pula seandainya pun aku suka boneka, itu sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan hadiah Leihan!” Lanjut Zino.
Wajah Zinan menjadi jelek saat mendengar ucapan Zino. Bagaimana bisa tunangannya yang sekarang disukainya itu menyukai pemberian Leihan? Atau sesungguhnya dia menyukai Leihan? Hal ini sama sekali tidak bisa diterima.
“Bibi tidak menyukai ini?” Mio menusuk-nusuk boneka yang Zino lemparkan begitu saja hingga jatuh ke lantai.
Zinan baru menyadari ini dan semakin tidak senang. Gadisnya harus hanya menyukai hadiah darinya.
Zino mengangguk-angguk menanggapi Mio. Lalu beralih menatap saat Zinan mengatakan sesuatu dengan nada suram.
“Memangnya apa yang diberikan Leihan padamu? Aku akan memberi yang lebih baik padamu.”
Zinan menarik kotak dari pelukan Zino selagi dia lengah. Membuat pemuda itu semakin melotot tidak senang.
Pria itu melihat gaun dan kotak perhiasan yang terbuka, sepertinya Vivian sudah memeriksanya. Kotak perhiasan itu berisi kalung.
Zinan mencibir, harusnya dia tahu jika seorang gadis selalu menyukai hal seperti ini.
“Kembalikan!” Zino berusaha meraih kotak dari tangan Zinan namun gagal.
Sementara tangan satunya menjauhkan kotak terkutuk dari jangkauan Vivian, tangan satunya menangkap tangan gadis itu.
“Aku akan memberimu yang lebih baik dari ini.” Zinan menarik Zino keluar kamar.
Sebagai pembangkang sejati tentu saja Zino memberontak. Dia menendang bokong Zinan hingga pria itu tersungkur. Zinan menoleh, menatap ganas pada gadis bar-bar yang adalah tunangannya itu. Sepertinya gadis ini tak bisa dijinakkan dengan kelembutan.
“Kau, mau membawaku kemana? Mio, telepon papamu! Katakan ada perampok!”
Zinan menggeram melihat bagaimana gadis itu semakin tidak masuk akal. Karna seperti itu, dia juga akan bertindak tidak masuk akal.
Zinan meraih Zino dan meletakkannya dibahu seolah gadis itu karung beras.
“Orang sesat! Apa yang kau lakukan?! Kau mau membawaku kemana?!” Zino memberontak. Kepalanya terasa pusing karna darahnya memenuhi kepalanya.
“Memberimu yang lebih baik dari sekedar sampah ini.” Zinan melangkah sambil menendang kotak dari Leihan tanpa perasaan.
“Bibi!” Mio dengan tergesa-gesa turun dari ranjang membawa ponsel butut Zino.
Tadinya dia berniat menghubungi papanya, hanya saja dia tidak tahu caranya. Saat ibunya memberinya ponsel bentuknya tidak seperti ini. Sebelum dia bisa bertanya, dia melihat bibinya mau dibawa pergi oleh Zinan.
“Memberi apa?!” Kematrean Zino sudah mencapai batas langit, jadi dia tidak akan melewatkan jika ada peluang.
“Apapun yang kau mau.” Zinan melewati pelayan yang berkerumun dipintu kamar Zino karna mendengar keributan.
Zino yang kepalanya pusing semakin pusing mendengar kata ‘apapun yang kau mau’. Tiba-tiba matanya melihat Mio yang berlari membawa ponselnya.
“Tunggu. Tunggu. Ponselku!” Zino menepuk-nepuk punggung Zinan.
Pria itu berbalik dan melihat Mio mengerem langkahnya dan menatapnya tertegun.
“Bibi mau dibawa kemana?!” Tanyanya dengan mata merah. Gadis cilik itu sudah hampir menangis.
Zinan meraih ponsel ditangan Mio lalu menatap para pelayan. Menyuruh mereka mengurus Mio. Dan berbalik meneruskan langkahnya membawa Zino pergi. Mengabaikan Mio yang menjerit-jerit memanggil bibinya.
Zino cemberut saat Zinan melemparkannya ke kursi belakang, mendorongnya masuk lalu duduk disebelahnya.
“Ke Levivelin.” Perintah Zinan pada supirnya.
Levivelin adalah toko perhiasan langganan Ellie dan Loraine. Toko itu mendesain perhiasan mereka sendiri. Terkenal sebagai salah satu toko perhiasan dengan kualitas terbaik.
Tolong jangan pikirkan namanya yang begitu menggelikan, itu adalah gabungan nama suami istri pendirinya. Sepertinya mereka tidak bisa memikirkan nama yang bagus enam puluh tahun yang lalu.
“Kenapa kau begitu kasar? Kau membuatku menjadi lelucon. Kau bahkan membuat Mio menangis. Kau ini…”
Zino menghentikan ucapannya saat Zinan menatapnya tajam. Mata itu seperti mata predator, membuat Zino tanpa sadar mengerut.
“Vivian, kau harus mengingat siapa pemilikmu. Atau aku akan menagih kompensasi karna kau menyakiti hatiku.”
Ucapan Zinan membuat Zino sangat tidak puas. Bagaimana bisa pria ini mengaku sebagai pemiliknya! Sungguh tidak masuk akal!
Sementara Zino terjebak dengan berbagai gerutuan dikepalanya, Zinan memperhatikan ponsel ditangannya. Ini terlalu jadul. Bagaimana bisa putri Zigan hanya memiliki ponsel seperti ini? Apa dia ditindas Jean?
“Ponselku!” Zino merebut ponselnya dari Zinan.
“Itu juga harus segera diganti.”
“Kenapa? Ini adalah milikku. Kamu tidak berhak memutuskan apapun!” Zino memeluk ponselnya protektif. Ponsel ini adalah bukti kerja kerasnya. Penuh kenangan. Zinan yang tak tahu apa-apa tidak berhak menggantinya.
Tapi Zino tidak akan menolak jika dibelikan yang baru.
Melihat Zino begitu keras kepala mempertahankan ponsel butut itu, Zinan tidak mengatakan apapun. Dia hanya sangat keheranan mengapa gadis kaya ini sangat mementingkannya.
Mungkinkah Zigan tidak merawatnya dengan baik?
“Baiklah. Kau bisa menyimpan itu tapi hanya gunakan ponsel yang ku belikan.” Zino mengangguk setuju.
Zinan pikir dia akan bisa menyingkirkan benda itu nanti tanpa pertengkaran dengan gadisnya.
Saat mereka sampai, seorang pramuniaga menyambut ramah mereka. Zinan membiarkan Vivian melihat-lihat yang mana yang diinginkannya.
Matanya yang cerah membuat Zinan mendesah puas dalam hati. Betapa mudah menyenangkan gadis ini. Lain kali Zinan akan selalu menggunakan cara ini agar membuat Vivian selalu melekat padanya.
“Boleh beli semuanya?” Tanya Zino dengan mata berkilat-kilat penuh keserakahan.
Zinan: “…..”
Dia akan bangkrut jika sampai membelikan toko perhiasan milik Levivelin. Lain kali dia akan membawanya ke pasar tradisional dan membelikan toko emas disana untuk gadis tamak ini.
“Kau bisa membeli banyak namun tidak semua. Aku masih butuh modal untuk menghasilkan tunjangan seumur hidupmu.”
Zino senang mendengar kata banyak, mengabaikan kalimat selanjutnya.
Dia dengan riang melihat deretan perhiasan yang dipajang, semuanya sangat bagus dan membuat Zino gatal. Dia tidak menginginkannya untuk dipakai, tapi sebagai bekal pensiunnya beberapa bulan mendatang.
Siapa yang menyangka Zinan akan begitu baik padanya. Oke, pada Vivian. Terserah.
“Nona, jika anda berminat dengan edisi terbatas disebelah sini.” Seorang pramuniaga mengarahkan Zino ke bagian lain.
Diruangan ini hanya ada satu etalase kecil. Dengan ramah gadis itu menunjukkannya dan menjelaskan satu persatu. Deretan perhiasan itu sangat menyilaukan mata. Berlian warna-warni itu sangat menarik.
Mata Zino menyapu berbagai bentuk perhiasan, dia bingung. Tapi matanya tertarik saat melihat sebuah gelang dengan ukiran sulur mawar yang ditanami emerald hingga terlihat menyala.
“Ini… yang ini berapa?” Tanya Zino antusias.
Pramuniaga itu tersenyum dan menyebutkan harga yang membuat Zino nyaris pingsan. Hanya sebuah gelang namun harganya sampai ratusan juta? Otak kecil Zino merasa sekarat.
Dia ingat saat melihat Mei membeli cincin di pasar, itu hanya berkisar jutaan. Tidak begitu mengerikan seperti ini.
Zino menunduk lesu. Itu terlalu mahal. Bagaimana mungkin Zinan akan membelikannya.
Melihat gadis yang aktif tadi tiba-tiba lesu membuat Zinan mengerutkan keningnya. Dia menepuk punggung tangan Zino dan bertanya: “Ada apa? Kau tidak menyukainya?”
Zino mengangkat kepalanya menunjukkan wajah pias. Dengan sedih dia berkata: “Ini terlalu mahal.”
“Bagaimana bisa? Jika kau suka maka aku akan membelikan itu untukmu.” Ucap Zinan tulus.
Dia yang begitu perhitungan telah dikalahkan oleh gadis ceroboh ini. Dia yang begitu acuh dibuat meleleh oleh wajah memelasnya. Jelas Vivian sangat menginginkan gelang itu, namun dia menahan diri hanya karna berpikir itu mahal. Sungguh, seperti apa sebenarnya Zigan selama ini membatasinya hingga mahalnya berbeda dengan mahal Zinan.
“Itu terlalu mahal.” Zino kembali berbisik dengan tak rela.
“Ku bilang kau bisa membeli banyak, jadi kenapa begitu khawatir dengan satu gelang?”
Zino terdiam mendengar ucapan Zinan. Dia sungguh ragu, tidak apa-apakah menerima hadiah begitu mahal dari Zinan? Bagaimana jika Zinan benar-benar bangkrut?
“Berikan gelang itu padaku.” Zinan mengeluarkan dompet dan memberikan kartu kreditnya pada pramuniaga.
Gadis itu dengan sopan memberikan gelangnya pada Zinan dan pergi untuk memproses pembayaran.
Dengan hati-hati Zinan memasangkan gelang itu pada tangan ramping Zino. Tersenyum lembut, dia menatap wajah Zino yang seperti kehilangan nyawanya saat menatap gelang ditangannya.
“Perlahan, jika aku sekuat ayahmu atau ayahku, maka kau akan memiliki banyak yang lebih baik dari ini. Aku janji.” Zinan mencium tangan Zino.
Dengan sepenuh hati dia menyadari jika dia menyukai gadis tidak masuk akal ini. Tidak, mungkin lebih tepatnya Zinan mencintai gadis ini.
******
[…] Chapter 25 […]
[…] PP 25 >> […]
Zinan so sweet😄😄😄
Anak kecil bisa pakai smartphone tapi ga bisa pakai hp jadul 😂😂😂
Kalau menyakiti hati Zinan bayaranx apa? 😅😅😅
“Boleh beli semuanya?”
OAO !!!
🤣🤣🤣🤣
Apa nantinya Zinan bakal tahan yah sama Vivian yg asli
Tapi aku maunya Zinan tetep sama Zino
[…] << PP 25 […]
Aku mendadak merasa sedih 😔😔