Author : Keyikarus
[Chapter 24]
Jika sebelumnya Zino bisa dengan santai tertidur, maka saat ini dia ingin mengemis agar Jean melepaskannya.
Dulu adalah sore hari, saat malam Zinan sudah menjemputnya untuk makan malam.
Tapi sekarang adalah malam hari. Lebih gelap dan lebih dingin. Belum lagi nyamuk yang mulai menggigitinya hingga membuatnya merasakan sakit akibat tepukannya sendiri, dan lagi meninggalkan bentol-bentol berwarna merah.
Ini jelas penganiayaan!
Jean bahkan tidak membesarkannya lalu kenapa begitu keras terhadapnya?
Jika perawatan dua bulan ini yang dibicarakan, itu bukan untuk kepentingan Zino. Keuntungannya hanya didapatkan karna dia memanfaatkan kesempatan dan membalas penderitaan.
Zino memikirkan masa pensiunnya, oke.
Kapan lagi dia mendapatkan kesempatan bekerja satu kali dapat uang dua kali lipat. Hidupnya akan sulit lagi saat perjanjiannya usai. Sebagai orang kaya, Jean sama sekali tak memahami kekhawatiran akan masa tua.
Malam itu dihabiskan Zino dengan menepuk nyamuk. Dia bahkan hampir melupakan rasa dingin karena terlalu sibuk dengan nyamuk-nyamuk yang lebih nakal dari dirinya.
Jean membuka pintu saat matahari sudah terbit. Dia bahkan sudah berpakaian rapi siap bekerja.
Bukan hanya Zino yang menderita semalaman. Tapi juga dia. Mio merengek semalaman bertanya dimana bibinya. Tentu saja Jean tak menjawab dengan jujur atau dia siap dibenci putrinya.
“Ku harap kau belajar dari ini. Jangan melakukan tindak kriminal lagi.” Tandas Jean saat pemuda itu melewatinya.
“Kau bahkan bukan ibuku.” Dengus Zino. Dia sangat kesal pada Jean. Jadi tolong jangan berharap dia akan bersikap baik.
Jean baru akan memukul kepala pembangkang itu saat Mio berlari kencang dan menubruk Zino.
“Bibi, kemana bibi semalam? Aku mencari bibi.” Mio menengadahkan kepalanya dan dengan sedih bertanya.
Zino terenyuh melihat bagaimana Mio sangat memperdulikannya. Dia mengusap surai lembut gadis cilik yang memeluk kakinya.
“Tanyakan pada papamu yang jahat.” Zino tak akan lupa membalas dendam.
Mio melotot galak pada papanya. Lalu mengusapkan pipinya pada kaki Zino.
“Kita tidak usah berteman dengan papa saja.”
Jean sekarang bukan hanya ingin memukul kepala Zino tapi juga meninju wajah sialannya. Bagaimana bisa bajingan itu mendiskreditkannya didepan putrinya.
“Baiklah. Mulai sekarang kita tidak berteman dengan papa Jean. Ayo, aku harus mandi.” Zino dengan santai menggendong Mio dan berjalan ke arah kamarnya.
Mata Jean berkilat-kilat penuh dendam menatap punggung Zino. Tapi dia tidak bisa memperpanjang masalah, dia sudah harus berangkat ke kantor.
Jean kembali ke ruang kerjanya mengambil barang-barang yang harus dibawanya. Saat dia keluar, dia berpapasan dengan Zino yang membawa paket.
Baru beberapa menit dia tidak mengawasi, dan pemuda itu sudah melakukan sesuatu yang mencurigakan.
“Apa yang kau bawa? Bom?”
Zino mendengus jijik mendengar tuduhan tak beralasan Jean. Jika dia bisa, sungguh dia ingin membawa bom dan meledakkan Jean.
“Ini paket untukku. Kau tahu, ini pertama kalinya aku menerima paket. Jadi tolong jangan merusak perasaanku.”
“Maksudmu paket untuk Vivian?”
Zino cemberut mendengar ejekan Jean.
“Dari siapa?”
“Terserah dari siapa, yang jelas ini untukku.” Zino melengos pergi.
Tapi Jean merebut paketnya terlebih dahulu dan membuka kartu diatasnya. Leihan. Dia belum sempat mengatakan apapun saat Zino merebut balik paket dari tangan Jean.
“Ini milikku.” Desisnya dan berlari masuk ke kamarnya.
Jean menghela nafas dan melangkah pergi. Leihan ini sama sekali tak memperhatikan batasannya.
Dia meraih ponselnya dan menghubungi pria bermasalah itu. Panggilan dijawab pada dering pertama.
“Bisakah kau menjauhi adikku?” Ucap Jean tanpa basa-basi.
“Aku menyukainya.” Leihan berkata dengan tenang.
Jean mendengus lalu berkata: “Kau menyukai setiap orang. Apa kau lupa jika dia tunangan adikmu?”
“Kau tahu hubungan kami tak sebaik itu. Dengar Jean, Vivian gadis dewasa, dia bisa memilih siapapun yang dia sukai.” Nada Leihan masih tenang.
Namun itu yang membuat Jean semakin tidak menyukainya. Leihan tidak punya rasa ketidaknyamanan sedikitpun.
Merasa tidak ada gunanya bicara dengan Leihan, Jean memutuskan sambungan. Sekali lagi dia menghubungi seseorang. Kali ini adalah Zinan.
“Ya, abang.”
Jean nyaris muntah mendengar ucapan Zinan. Sejak kapan pria ini bersikap menggelikan?
“Betapa menjijikkan. Kita seumuran jika kau lupa.”
“Aku tahu. Tapi kau abang gadisku. Aku bersedia menjadi manis untukmu.” Nada Zinan masih tenang. Seolah yang dia lakukan bukanlah lelucon paling mengerikan.
“Kau terlihat sangat antusias dengan Vivian?” Jean mendesah.
Ini hal bagus, hanya saja ada beberapa hal yang membuatnya ragu. Apakah saat Zino dan Vivian kembali ke posisi masing-masing Zinan tak akan menyadarinya?
“Ya.”
“Jika begitu tolong kendalikan Leihan. Dia baru saja mengirimkan hadiah untuk gadismu.”
“Kenapa tidak kau sita?”
Jean nyaris pasti mendengar nada suram Zinan. Dia dan Zinan memang tahu pasti jika Leihan mengirim hadiah berarti pria itu berniat membuat Vivian naik ke ranjangnya. Secepatnya. Itu sama sekali bukan kabar bagus.
Terlebih saat ini Zino yang berperan sebagai Vivian adalah seorang mata duitan.
Kekhawatiran Jean lainnya adalah keseriusan Zinan. Jika pria itu bahkan tak memberi perhatian lebih, dia hampir seratus persen tak akan tahu perbedaan Zino dan Vivian saat bertukar posisi kembali.
Namun siapa sangka Zinan sungguh tertarik pada Zino. Itu berarti dia mengamati setiap detil dari Zino. Membuat kemungkinan resiko ketahuannya saat mereka bertukar posisi cukup besar.
Tapi juga kemungkinan Zinan memperlakukan adiknya dengan baik dimasa depan cukup besar.
Jean berharap Zinan terlalu bodoh untuk membedakan mereka. Siapa yang tahu cara kerja perasaannya. Belum terlambat untuk berharap.
“Vivian menyukai hadiah itu. Tidak ada yang bisa ku lakukan.”
“Aku akan mampir ke rumahmu sepulang kerja.”
Jika biasanya Zinan hanya menyelesaikan pekerjaan tepat waktu. Maka saat ini dia menyelesaikan pekerjaan lebih cepat. Mengatur beberapa yang tidak bisa selesai untuk keesokan harinya.
Pulang dari kantor dia pergi mencari hadiah yang mungkin disukai tunangannya. Keinginannya saat ini adalah membuang apapun yang berasal dari Leihan.
Zinan memikirkan beberapa hal dan memilih sesuatu yang manis dan biasanya disukai para gadis atas saran asistennya.
Sesampainya dirumah Zigan, Zinan mengeluarkan boneka hello Kitty seukuran manusia dari mobilnya dengan susah payah.
“Selamat datang tuan.” Sapa salah satu pelayan.
Zinan hanya mengangguk dan meneruskan langkahnya menuju kamar Vivian. Dia memperbaiki pegangannya dengan satu tangan selagi tangan lainnya mengetuk pintu.
Menunggu beberapa saat dan pintu belum juga terbuka, Zinan mengulangi mengetuk pintu.
“Masuk.” Itu suara Vivian. Suaranya begitu riang, membuat Zinan penasaran dengan apa yang dilakukan gadis itu.
Zinan mendorong pintu terbuka dan melihat ke dalam. Di sana Vivian duduk bersila diranjang sedang mengikat dan memasang pita pada rambut Mio yang duduk didepannya.
Mereka berdua cekikikan entah membicarakan apa.
Pemandangan itu terlihat cukup manis.
Merasakan seseorang masuk, bibi dan keponakan itu menoleh dan melihat boneka sebesar manusia berwarna merah muda memenuhi pintu.
Zino dan Mio menatap keheranan lalu melihat kepala Zinan menyembul dari bahu si boneka raksasa.
Zino tiba-tiba memiliki dorongan untuk tertawa. Gambaran Zinan saat pertama kali bertemu dengan sekarang sungguh sangat berbeda.
Melihat mata tunangannya berkilat-kilat senang, Zinan melangkah masuk dan mendorong boneka itu padanya hingga gadis itu kewalahan.
“Untukmu.”
Zino menatap Zinan penuh kecurigaan sebelum tatapannya berubah menjadi aneh dan jijik.
Ini sungguh membuat Zinan tidak puas. Dia sudah melembutkan hatinya untuk membeli hadiah yang menurut rekomendasi asistennya adalah paling manis.
“Kenapa memberiku yang seperti ini?” Tanya Zino.
Zinan melirik kotak hadiah yang terbuka. Dia menduga itu dari Leihan. Maka dia berkata: “Untuk menukarnya dengan kotak dari Leihan itu.”
Wajah Zino berubah dan cepat merangkak menuju kotak hadiah Leihan yang berada disisi lain ranjang. Dia memeluknya erat.
“Tidak. Itu sama sekali tidak bisa!”
*****
[…] << PP 24 […]
[…] Chapter 24 […]
Aku juga jadi pengen muntah dengar Zinan bicara manis sama Jean -_-“