Chapter 1. Keanu, Reanda dan Norwen (1)
Keanu Rolando. 18 tahun.Tinggi 175 cm. Kulit putih dengan rambut cepak bak para tentara. Tubuh padat berisi tetapi tidak nampak gemuk. Penampilannya rapi dengan senyum mempesona. Kelas 3 disalah satu SMA favorit di Jakarta. menyukai alam dan sangat membanggakan jurusannya, IPS. Mengikuti ekstrakulikuler voli dan karate. Berteman sangat baik dengan para makhluk ipa. Sayangnya, dia begitu menyukai laki-laki manis. Sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Baginya wanita hanya makhluk Tuhan yang menambah pengalaman hidupnya akan kebatinan.
Sejak awal memasuki kehidupan sma, dia telah jatuh cinta dengan seorang laki-laki manis seangkatan dengannya yang sekarang ada di kelas IPA bersama para sahabatnya di klub voli. Dia sering kali sengaja berpura-pura meminjam spidol atau apapun yang bisa dia pinjam ke kelas IPA 2 hanya untuk dapat bertemu dengan pujaan hatinya. Aram.
Sayang, Aram jelas sangat tidak menyukainya. Dia sering sekali merasa ingin bunuh diri dengan kenyataan yang ada. Tetapi, begitu melihat sang pujaan hati tersenyum keinginan hidupnya kembali muncul dengan tingkat persentasi sangat tinggi.
Itulah Keanu Rolando.
_ R_
Reanda Fahmi. Penyuka game. Anak klub fotografer. Penampilan acak-acakan. Rambut berantakan. Kulit putih namun nampak dekil dengan tinggi tubuh 176 cm. Sangat menyukai para makhluk IPA sebagai bahan makanan kameranya.
IQ tinggi namun hanya digunakan untuk bermain game,jika sudah menyangkut pelajaran mendadak IQnya menurun sangat drastis. Memiliki belas kasih sangat tinggi. Mudah menangis namun sangat menyukai perkelahian. Terutama berkelahi dengan Keanu dan para makhluk IPA. Satu kelas dengan Keanu dan selalu tidak mau berjauhan. Banyak gosip yang mengatakan apabila mereka pasangan gay. dan reaksinya hanya tawa riang dengan lezatnya permen didalam mulutnya yang tak pernah tertinggal dalam kesehariannya.
_ N_
Norwen Alvano. Kelas 3 jurusan IPS 3. Sahabat Keanu dan Reanda. Cukup pendiam. Mempunyai kulit bersih meski tidak terlalu putih. Tidak mengikuti satupun kegiatan ekstrakulikuler namun, sangat ahli dalam berbagai bidang non-akademik. Sangat menyukai tidur dan suara berisik Keanu Reanda tentunya.
Makhluk sekolah menyebut mereka trio gay karena tak ada satupun dari mereka yang terlihat normal menyukai wanita seperti pada umumnya seorang anak laki-laki.
Pagi. Langit bersinar cerah tanpa setitik awanpun disana. Hari senin kembali setelah melewati hari sabtu dan minggu yang berharga. Kembali langkah kaki para pejuang masa depan terdengar sayup diantara bisingnya suara kendaraan kota yang sudah aktif berlalu-lalang dari beberapa jam lalu. Mata mereka masih terlihat cukup mengantuk dengan sesekali mulut itu menguap lebar dalam langkah kakinya yang melewati sepinya trotoar jalan raya. Terlihat beberapa pedagang asongan yang sedang menjajakan dagangannya kepada para pengemudi jalan. Ketiga pasang mata kantuk itu memperhatikan dalam diam. Tetap fokus melangkah menuju ke sekolah. Jarak rumah mereka kebetulan cukup dekat dengan sekolah. Tidak memerlukan sebuah kendaraan apapun untuk sampai disana. Hanya bermodalkan berjalan semua sudah terselesaikan dengan baik.
Hiks,
Hiks,
Heh? hiks? suara isak tangis. Seketika menghentikan langkah kaki dua makhluk tinggi dan cepat berbalik badan. Sesuai dugaan. Satu sahabatnya tertinggal dibelakang. Sedang terisak. Terlihat begitu sedih dimana kedua pasang matanya terus memperhatikan seorang pedagang asongan yang sudah nampak begitu tua tetapi masih semangat menjajakan dagangan kecilnya meski sebenarnya tubuh sudah tidak lagi menunjang. Kedua makhluk tinggi itu menghela napas panjang melihat kebiasaan satu sahabatnya itu. Lambat kedua makhluk tinggi itu melangkah kembali kepada sahabatnya. Bersamaan mengulurkan masing-masing sebelah tangannya untuk menggandeng masing-masing tangan sahabatnya yang masih saja menangis.
“Udah jangan nangis. Kebiasaan” Keanu berbisik dengan memukul pelan kening Reanda. Dimana anak itu makin terisak dan makin terisak ketika Norwen menarik pipinya menyuruhnya diam.
“Kalian nggak ngerti sih! Gimana capenya dia!” Reanda meronta. Merengek.
“Iya iya. Diem lo. Malu-maluin aja” Lagi, Norwen dengan kerasnya menarik pipi Reanda dan tentu saja semakin keraslah tangisnya.
“Lo juga Wen, makin bikin ricuh aja” Keanu menendang bokong Norwen. Anak itu malah terkikik geli.
“Kalian emang nggak punya hati! Anak sialan kayak kalian pantesnya masuk neraka!” Reanda mengomel disepanjang perjalanan dalam gandengan mereka. Kedua sahabatnya hanya tertawa. Sudah terlalu biasa dalam hidup mereka menemukan Reanda seperti ini.
Meski banyak sekali pasang mata memperhatikan mereka aneh, ketiga makhluk itu tidak peduli dan tetap melangkah semangat ke sekolah.
__
“Lo masih nangis aja, Re. Udahlaa. Udah biasa hidup begitu mah.” Keanu mencoba menenangkan satu sahabatnya yang sangat sensitive itu. Tangisnya tetap terdengar menyedihkan meski mereka sudah berada di dalam kelas. Norwen sendiri sudah tertidur di kelasnya. Bel masuk sebentar lagi berbunyi, anak-anak yang lainpun sudah masuk kedalam sarangnya dan Reanda masih saja menangis.
“Eh Anu! Itu lo nggak bisa apa nenangin homoan lo! Berisik banget sialan!” salah seorang teman kelasnya menegur Keanu yang sedang santai-santainya menulis nama Aram Gerald pada lembaran kertas putih dibuku miliknya yang bertuliskan “masa depanku” dengan gambar love begitu banyak memenuhi sampul buku.
merasa ditegur dengan nama yang tidak sepantasnya, Keanu berpaling dari kegiatannya menulis. Menatap teman kelasnya itu.
“Nama gue KEANU! Jangan ANU nya aja yang lo ambil brengsek.”
“Ah elaaaah! Anu kan bagian dari nama lo. Sama aja. Santai sih.” Teman kelasnya tertawa. Sebut saja Theo. Anak yang mendeklarasikan apabila nama panggilan Keanu adalah Anu. Karena Theo, seluruh makhluk sekolah yang mengenalnya dengan senang hati memanggilnya Anu. Terlebih anak IPA, setiap kali bertemu dengannya selalu menunjuk bagian selangkangan mereka dan tertawa bersamaan. Brengsek memang.
Saat inipun, hampir seluruh teman sekelasnya tertawa hanya karena mendengar Theo menghujat namanya.
“Anu anu gitu juga dia itu kesayangan Reanda! Makhluk neraka lo semua!” Dan seperti biasa, Reanda datang memeluknya manja dengan teriakan manjanya yang menggelikan. Menunjuk emosi mereka dimana mereka makin tertawa karena kebodohan dua sahabat itu.
“Udahan nangisnya?” Keanu bertanya, melihat Reanda sudah tak lagi terisak. Makhluk cengeng itupun cepat mengangguk dengan gaya imutnya yang seketika membuat Keanu memeluk balik Reanda dan menggigit leher Reanda kencang. Sangat kencang hingga darah segarpun mengalir. Teriakan sadis terdengar dari mulut manis Reanda dan teriakan histeris para makhluk perempuanpun terdengar karena adanya adegan bertemakan kehomoan yang begitu menyegarkan mata.
“Eh buseeeeehhh si Anuu nafsu amat sama Reanda!” Theo bertepuk tangan ria. Kelas ramai karena tingkah dadakan Keanu. Mereka menyangka Keanu sengaja melakukannya. Tetapi sebenarnya Keanu hanya terlalu geli atas tingkah Reanda dan sangat ingin memukuli anak itu.
Mereka berbahagia, Reandapun kembali menangis karena gigitan buas Keanu tepat ketika bel masuk berbunyi.
“SAKIIITTTTT SIALAAANN!” Reanda mengamuk. Meninju perut Keanu. Cepat Keanu membalas meninju perutnya. Theo dan kawan-kawan bertepuk tangan semangat. Adegan kekerasan seperti ini sudah biasa mereka lihat. Sehari saja tidak ada kekerasan rasanya aneh. Seperti itulah Keanu Reanda. Saat damai bagaikan homo penuh cinta. Begitu berkelahi bagai pasutri lagi masa perceraian. tidak ada yang mau melerai mereka karena tidak berguna. Pada akhirnya mereka akan damai sendiri dan kembali tertawa seperti biasa. Kembali kepada kehomoan mereka.
“Hadeeehh baru aja masuk sekolah ada aja tingkah kalian” Suara khas seseorang terdengar. Secepat kilat mengheningkan keramaian kelasnya. Begitu juga dengan dua makhluk bodoh yang masih saling meninju dibangku belakang.
“Selamat pagi Pak!” Seruan kompak segera terdengar begitu guru pembimbing mereka duduk pada kursinya dengan penuh khidmat. Mata tajamnya perlahan mengitari seluruh ruangan. Memperhatikan setiap anak didiknya satu persatu dengan seksama. Begitu mata tajam itu sampai pada wajah tampan Reanda, mata itu berkedip,senyum manis terukir diwajahnya.
“Kenapa kamu Re? Berantem minta cerai sama Keanu?” Pertanyaan sederhana yang seketika meledakkan tawa di kelas IPS2 itu.
“Keanu mah nggak bakal berani ceraiin saya Pak!” Tegas Reanda membalas penuh rasa bangga. Keanu seketika mual. Temannya makin gembira.
“Apa alasannya nggak berani ceraikan kamu?”
“Yaaaa, diluaran sana nggak bakal ada yang bisa muasin Keanu kecuali saya!”
Satu jawaban yang makin meledakkan keramaian di kelas dan ring tinjupun kembali terpasang dengan indah di kelas itu.
_ips 3_
“Wen, bangun oi! Pak Rio udah dateng tuh.” Berulang kali tangan kecil gadis itu mencoba membangunkan Norwen yang tidur dari dirinya baru saja menginjakkan kaki di kelas. Di depan kelas Pak Rio sudah memperhatikannya terus, memberi isyarat kepada gadis itu untuk segera membangunkan raja tidur di kelasnya.
Beragam cara telah dilakukan tetapi tetap saja Norwen tak mau bangun. Sengaja. Karena dia sangat malas mengikuti pelajaran Pak Rio. Sejarah.
“Lo kalo males atuh ngapain masuk sih Wen” gadis itu berbisik. Dia tahu Norwen sudah bangun. Anak itu sengaja mengacuhkan semuanya. Termasuk Pak Rio yang sudah sangat sabar menghadapi tingkah Norwen.
Semua anak takut pada Pak Rio tetapi tidak untuk Norwen. Tak ada satupun guru yang dia takuti. Norwen tidak pernah bertingkah yang melanggar hukum. Anak itu hanya selalu tidur. Tidak lebih namun jika guru bertanya suatu hal, dia selalu mampu dengan benar menjawab.
Meski tidak menduduki peringkat pertama dalam satu angkatan jurusannya, dia selalu mampu menduduki peringkat dibawah siswa cerdas dari kelas IPS1. Stovia Akka. Posisinya tak pernah terganti. Sepanjang tahun selalu sama. Entah Akka yang tidak ada perubahan atau karena Norwen yang tak mau lebih berusaha.
“Wen?” Pak Rio memanggil. Semua anak dalam kelas diam memperhatikan. Mewanti-wanti Pak Rio akan memarahi Norwen. Dengan tubuh tegapnya, Pak Rio mendekati banngku Norwen di belakang. Tangan besar itu terulur mangusak rambut hitam Norwen. Pelan membangunkan anak malas itu. Menatap malas Pak Rio didepannya.
“Ngapain Pak? Iya saya bangun” Norwen mencoba menegakkan tubuhnya malas. Bersandar pada badan kursi. Kembali menatap Pak Rio malas.
“Klub voli butuh anggota buat lomba tuh”
“Ya?”
“Dengerin makannya kalo orang ngomong!” Kuat dipukulnya kepala Norwen. Rintihan terdengar segera setelah pukulan kuat itu mendarat. Suasana kelaspun menjadi ramai akan suara tawa.
“Ikut sana. Bantuin klub voli”
“Siapa emang yang nggak ada Pak?”
“Irza lagi sibuk bantuin wali kelasnya”
“Jadi saya boleh keluar nih sekarang?”
“Ya nanti. Belajar dulu”
“Yaaahhhh”
“Kenapa?”
“Yodah laa Pak, saya mau lanjut ngegame di mimpi”
“Sialan” Pak Rio mengumpat. Tertawalah Norwen. Semangat bangkit dari duduknya. Menyalimi Pak Rio. Melangkah keluar kelas tanpa izin. Semua diam memperhatikan tingkah Norwen. Sudah biasa.
“Saya pergi bantuin klub voli dulu Pak.” ucap Norwen santai dalam senyum manis. Pak Rio hanya menghela nafas. Jika untuk anak itu ketegasan apapun tidak akan berlaku kecuali hanya kesadaran diri.