Chapter 3. MEREKA HOMO?!!! (1)
Sepanjang waktu istirahat Keanu hanya diam memperhatikan dua sahabatnya yang sedang bermain game android. Di dalam kelasnya. Reanda tak membiarkan Norwen menjauh darinya, sama sepertinya yang dilarang menjauh. Hanya, Keanu tetap tidak bisa menghilangkan kejanggalan saat di kantin tadi. Mereka memang biasa saling memeluk atau hanya mencium pipi tetapi mengecup bibir seperti tadi sama sekali tidak pernah mereka lakukan sebelumnya. Apalagi Norwen yang jarang sekali mengganggu dengan tingkah apapun. Hanya dirinya dan Reandalah yang selalu melakukan kontak fisik dan sering kali memaksa Norwen mengikuti mereka. Saling berpelukan seperti teletubies dan saling mengecup pipi bahagia. Semua itu biasa, selama ini Keanu pikir itu hal wajar karena mereka sahabat dan saling menyayangi. Namun, sesaat tadi hal biasa itu menghilang menjadi hal yang tak biasa. Aneh sekali rasanya, melihat Norwen begitu serius terhadap Reanda juga, Reanda yang begitu menurut akan perkataan Norwen. Biasanya Reanda tetap akan menangis dengan mengumpat beragam hal. Keanu benar-benar tak dapat memikirkan apapun kecuali hanya “Norwen menyukai Reanda” dan sebaliknya. Keanu tak habis pikir ternyata kedua sahabatnya ini gay, Keanu pikir hanya dirinyalah yang gay. selama ini juga Keanu pikir Reanda tidak pernah menyukai orang lain. Ah tidak, bukan tidak menyukai orang lain tetapi belum tertarik dengan apa yang dinamakan “suka menyuka”.
Arrrrrggghhhh! Keanu menggeleng-gelengkan kepalanya berulang-kali. Mencoba menghilangkan kenangan lalu menjadi hal manis akan Aram Gerald. Pujaan hatinya, adik kembar dari sang malaikat sekolah. Norwen dan Reanda yang sedang bermain game menyadari ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Tetapi mereka memilih diam dan melanjutkan game di bangku paling belakang bagian tengah. Membiarkan Keanu mengkhayal dihadapan mereka. Norwen dan Reanda menggeleng begitu melihat Keanu mulai tersenyum karena khayalannya. Pipinya mulai bersemu. Tawanya mulai terdengar menjijikkan.
“Tebak, si Anu pasti lagi khayalin yang jorok” Norwen berbisik kepada Reanda. Reanda membalas bisiknya,
“Ngelakuin hal jorok sama Aram di kamar mandi”
Norwen tertawa.
“Nggak modal banget di kamar mandi”
“Kalo nggak ngekhayal begituan sama Aram di uks”
Norwen makin terkikik geli. Reanda benar-benar. Karena begitu gemas, Norwenpun memeluk erat Reanda dengan masih dalam tawa gelinya akan ucapan Reanda. Reanda malah ikut tertawa. Lagi, berbisik ditelinga Norwen,
“Kalo itu kejadian beneran gimana?”
“Yaudah, kasih selamat ke si Anu” Norwen makin tertawa dan jadilah dia yang membayangkan yang tidak-tidak akan Keanu dan aram.
Kelas sebenarnya ramai, namun mereka selalu berada dalam dunia gila mereka jika sudah berkumpul. Makhluk kelasnya sudah sangat mengerti. Mereka memang seperti itu, jika Keanu sudah diam itu artinya dia sedang berimajinasi bersama Aram sang pujaan hati. Jika ada yang berani mengganggu habislah orang itu dan jika Reanda Norwen sudah dihadapkan pada game, jangankan mereka, Keanu saja tak bisa mengganggu. Tiga orang sahabat yang aneh, penuh dengan kegilaan hidup tetapi begitu menarik untuk ditinggalkan.
__
Seperti biasa mereka pulang sekolah bersama, berjalan kaki melewati ramainya trotoar jalan besar. Reanda ditengah. Mengoceh ria seperti apa dia. Selalu berisik dan itu selalu mampu merekahkan tawa Keanu dan Norwen. Hari ini, mereka tidak ada kegiatan klub. Beruntungnya, jadwal kegiatan klub Keanu dan Reanda sama menjadikan mereka cukup bahagia karena selalu dapat pulang bersama.
Sepanjang perjalanan banyak sekali para pedagang asongan yang sedang menjajakan barang dagangannya. Ada diantara mereka yang sedang beristirahat di sepanjang trotoar. Beragam usia mereka, dari muda hingga usia yang tak lagi layak untuk dipekerjakan. Banyak juga para pengamen yang sedang menunggu angkutan kota untuk mereka naiki. Ada juga para pengemis, beragam juga usianya. Bahkan ada diantara mereka yang memiliki kecacatan fisik juga, banyaknya pekerja, pelajar atau hanya kumpulan manusia yang sedang melewati jalan besar itu. Keanu dan Norwen menyadari, ketika ada seorang pengemis cilik mendekati mereka dengan sebuah kaleng ditangan kanannya segera dua sahabat itu menutup mata Reanda. Cepat memberi uang seadanya yang ada disakunya kepada pengemis cilik itu. Reanda yang mendadak ditutup kedua matanya, sedikit memberontak namun, setelahnya dia sadar sahabatnya melakukan itu untuk dirinya yang terlalu mudah terbawa perasaan akan beragamnya kehidupan di dunia.
Disepanjang perjalananpun, Reanda digandeng oleh Keanu dan Norwen. Gandengan itu tak terlepas hingga mereka tiba di gang komplek rumah Reanda.
“Kalian nggak mau main ke rumah gue?” Reanda menawarkan. Norwen cepat mengangguk namun Keanu cepat mencegahnya.
“Lo pulang dulu sama gue” Keanu mengancam. Norwen mendecak. Reanda tertawa.
“Udah lo masuk sana Re” Keanu memerintah, Reanda mengiyakan. Berbalik badan seraya melambaikan tangan.
Keanu dan Norwen membalas lambaian tangan ceria.
Tidak lama, setelah Reanda sudah tak nampak dimata mereka. Keanu segera berbisik kepada Norwen.
“Lo suka Reanda, Wen?”
1 detik berlalu,
2 detik,
3 detik,
Hening.
Keanu diam. Norwen lebih diam.
Angin berhembus, beberapa daun kering bertebangan di jalan komplek agak besar itu. Pohon besar ada disepanjang jalanan komplek. Sejuk. Rumah mereka hanya berbeda blok. Blok Reanda pertama lalu, Norwen barulah Keanu. Mereka berteman sejak kecil. Sejak memasuki sekolah taman kanak-kanak dan saat memasuki sekolah menengah pertama Keanu mengakui apabila dirinya menyukai laki-laki. Dia dengan tegas mengaku tanpa rasa malu dan minder menyatakan jika dirinya berbeda.
Lalu sekarang, dia menemukan sahabatnya sama sepertinya. Keanu hanya ingin memastikan namun, reaksi Norwen sangat mengejutkan. Norwen terpaku lama akan pertanyaan sederhana Keanu. Cukup membuat Keanu menarik kesimpulan apabila “iya” adalah jawabnya.
“Dari kapan?” Keanu kembali meluncurkan pertanyaan. Keduanya masih berdiri diam di depan komplek blok rumah Reanda. Mata hitam Keanu menatap mata kelam Norwen tajam. Meneliti setiap pancaran mata tenang Norwen.
“Udah jujur aja sama gue. Dari kapan lo suka?”
Untuk kesekian kali Keanu bertanya hingga, pada akhirnya mulut itu terbuka.
“Dari kita smp kelas 3”
“HUH?!”
“Gue bilang dari smp kelas 3”
Kali ini giliran Keanu yang terpaku.
Lagi, angin datang menerpa tubuh tinggi mereka yang masih terbalut seragam abu-abu. Beberapa daun terlepas dari tangkainya. Langit diatas sana masih memancarkan warna biru cerah meski,hari sudah cukup sore. komplekpun sepi, hanya ada mereka.
“Lo serius suka sama Reanda, Wen?”
“Ya”
“Jadi?”
“Jadi apa?”
“Gimana?”
“Sejalan aja”
“Lo nggak cemburu kalo Reanda peduli banget sama gue?”
“Enggak”
“Hemmmm” Keanu mengangguk-angguk.
“Lo sadar kapan gue suka sama si cengeng?”
“Semua orang tadi pagi sadar bego, kalo lo suka sama si Reanda!” rasanya Keanu emosi mendengar pertanyaan Norwen.
“Hahah tadi gue nggak tahan buat nggak nyium tuh anak. Manis banget sih”
“Reanda manis dimananya?”
“Sama aja kalo lo liat si Aram”
“Laaaahhhh Aram gue mah emang darisananya udah manis kayak gulali”
“Buat gue Reanda juga sama”
Keanu diam. Benar juga. Setiap orang pasti seperti itu terhadap orang yang disukai.
“Haaaahhhh, gue masih shock kalo lo spesies gue”
“Hahah sialan.”
“Terus Reandanya gimana?”
“Entah”
“Tembak aja sana”
“Gue mau nikahin Reanda, bukan cuma pacaran bentar terus putus”
Lagi, Keanu diam. Menikah? jauh sekali. Dirinya saja tak pernah terpikir sampai sejauh itu.
“Lo serius Wen?”
“Emang kapan gue suka bercanda soal omongan, Nu?”
Keanu kembali diam. Benar. Norwen sekalipun tidak pernah bercanda soal ucapan. Jika anak itu sudah berucap, pasti memang itulah adanya.
“Target buat nikahin Reanda kapan?”
“Lima tahun setelah kita lulus, eh enggak deh. Mungkin 3 tahun setelah kita lulus. Gue nggak mau lama-lama”
“Ngebet amat”
“Gue dari dulu pengen banget bisa ngerawat itu anak”
“Kalo Reanda suka juga sama lo. Kalo enggak?”
“Reanda punya gue.”
“Iya kalo Reandanya juga suka. Gue Tanya kalo enggak. Gimana?”
“Simpen aja pertanyaannya karena jawabannya pasti iya. Reanda suka sama gue”
“Pede amat lo, gila !”