Jadi, Nayandra memang sedang jatuh cinta kepada seorang duda muda beranak satu yang merupakan tetangga dekatnya.
Kenyataan itu membuatnya cukup lama termenung akan dirinya sendiri yang mungkin sedang menuju dunia kehomoan.
Untuk menguji kebenarannya, ia buka laptopnya, ia cari file rahasia miliknya yang berisikan surga dunia bagi para kaum jomblo.
Ia berdoa sebelum filenya dibuka. Setelah file terbuka nampaklah beragam video wanita seksi yang sedang melakukan berbagai adegan erotis yang sangat menggetarkan jiwa para jomblo yang kesepian.
Tentu, jomblo normal sepertinya.
Dari sekian banyak video yang ada, ia pilih salah satu dan mulai memutarnya. Baru berjalan beberapa detik, sudah terdengar desahan indah dari dalam laptopnya.
Ohhh, betapa menggodanya dua payudara besar yang menjuntai itu. Betapa seksinya bokong besar, padat dan sekal yang sedang bergoyang di atas tubuh laki-laki di dalam sana.
Aahhhh, Nayandra tergoda. Sesuatu yang tadinya tenang di bawah sana kini sudah berdiri tegak layaknya panglima yang siap untuk berperang.
Menyadari batang miliknya merespon, ia terkikik cukup keras.
Teriakan “Horeeeeee!! Saya masih normal!! Saya ndak homo ternyataa!! Horeeee!!”
Terus terdengar disepanjang video panas itu berputar.
Kebahagiaannya sangat terasa bersama sang batang kesayangannya. Ia keluarkan batangan besar berwarna coklat kemerahan itu dari balik celana boxer pinknya, ia ajak menari dengan sesekali menggoyang-goyangkannya kesana kemari layaknya pasangan dansa.
Nayandra bahagia. Nayandra bukan seorang homo.
Saat ini itulah yang laki-laki jawa itu yakini. Hatinya tak lagi segelisah kemarin.
Ia sangat yakin apabila jantung, hati dan batang kesayangannya akan baik-baik saja dan bersikap wajar ketika dihadapkan pada duda beranak tampan tetangganya.
“HAHAHAHAHAHAH!!! SAYA NDAK AKAN DAG DIG DUG SAMA SAMEAN MAS REGIII!!! NDAAKK AKAAANN!!!”
—
Keyakinannya benar-benar sudah tertanam sehingga tak menimbulkan sedikitpun sebuah kecurigaan.
Ketika ibunya meminta tolong untuk mengantarkan makanan ke rumah Mas Regi, ah ya, ini adalah kebiasaan sang ibu setiap kali memasak pasti selalu menyisihkan untuk Mas Regi dan anaknya, Rega, permintaan ibunya secepat kilat ditanggapi dengan baik. Sang ibu sampai heran karena biasanya Nayandra bukanlah tipe anak yang mau diperintah apalagi untuk pergi ke rumah Mas Regi.
Biasanya sang ibu mengantarkannya sendiri. Kali ini, ia begitu sibuk sehingga meminta tolong kepada putra sulungnya itu.
“Kamu beneran mau nganterin iki ke rumah e Mas Regi, le?”
Ibunya mencoba meyakinkan. Nayandra yang sudah siap mengantar mengangguk yakin.
Bahkan batang kesayangannya yang berada di balik celana boxer pinknya saja sepertinya ikut mengangguk angguk.
Mereka sangat yakin apabila mereka tak akan tergoda oleh duda tampan satu anak itu.
“Yowes, ini ada donat sama ibuk bikin opor ayam.”
“Oke.”
Nayandra menerima bingkisan berisi donat dan opor ayam untuk Mas Regi. Sembari tersenyum, laki-laki jomblo itu melenggang pergi. Ibunya menyadari ada sedikit keanehan pada putra sulungnya itu. Tapi sang ibu lebih memilih untuk tidak memikirkannya dan lanjut memasak.
—–
“Permisi, Mas Regi! Ada Naya nih! Nganter bingkisan dari ibuk!” Kepercayaan dirinya benar-benar tinggi. Manusia jomblo satu ini yakin sekali jika dirinya tak akan pernah lagi tergoda oleh kharisma milik sang duda muda tampan dan menggoda.
Ketukan pintu yang ia beri perlahan membawa sang pemilik keluar dari sarang.
Dan, BOOOOM!
Nayandra terpaku. Di depannya berdiri Mas Regi yang hanya mengenakan sebuah handuk yang melilit pingganggnya.
Tubuh seksi dengan roti sobek di sana perlahan membuat Naya menelan saliva kasar.
Belum lagi, wajah tampan dengan rahang tegasnya yang masih basah juga rambut hitamnya yang masih meneteskan rintikan air di sana.
Semua itu membuat pikiran Naya menghalu biru.
Hatinya berteriak “BAGAIMANA MUNGKIN SAYA MASIH DAG DIG DUG GARA GARA MAS REGI, YA GUSTIIII!!”
Sepertinya keyakinan dan kepercayaan dirinya pudar seketika. Saat ini, bahkan tubuhnya tak bisa digerakkan dengan bijak.
Tanpa tahu malu wajahnya menunjukan rona merah starwberry kepada Mas Regi yang bingung karena kedatangannya.
“Naya ada perlu apa ya?”
Pertanyaan Mas Regi bahkan tak bisa langsung dibalas oleh Naya.
Matanya masih terlalu fokus menikmati keseksian tubuh dari duda muda di depannya.
Entah bagaimana, rasanya tangannya gatal ingin menyentuh tubuh itu dengan erotisme yang ada didalam fikirannya sekarang.
“HAHAHAHAHA SAYA GILA! SAYAA GILAAA!! MANA MUNGKIN SAYA NGELAKUIN HAL BEGITU SAMA MAS REGI ! NDAK MUNGKIN ! NDAK MUNGKIN!”
Hatinya menjerit. Pilu.
Keringat malu sudah memenuhi diri dari beberapa saat lalu.
Tawa miris sudah ia beri sejak Mas Regi berdiri di tengah pintu.
Sial.
Parahnya, sesuatu yang sangat ia sayangi di bawah sana, sesuatu yang tadinya sedang tertidur lelap didalam celana boxer pink miliknya kini, tanpa sebuah aba-aba dan perintah darinya, dengan gagahnya sesuatu itu berdiri tegak seolah meminta keadilan segera.
“Naya….”
Sial.
Bagaimana ia harus menghadapi Mas Regi dalam situasi begini?
Bagaimana ia harus berucap dan mengalihkan pandangan Mas Regi dari batang kesayangannya?
“Naya?”
“Hahahaha Mas Regi ngeliatin apa, hayooo??”
Ia sudah sangat malu. Ingin cepat cepat kabur.
“Kayaknya ada sesuatu yang berdiri tegak dan harus segera dilemahkan hahah.”
Ucapan Mas Regi secepat kilat menggerakkan Naya, tanpa basa basi ia berikan bingkisan opor ayam dan donat kepada Mas Regi.
“Dari Ibuk! Sudah Yo, Mas! Naya pamit!”
Ia kabur. Berlari secepat yang ia bisa.
Malu. Malu yang begitu besar hingga ia tak mampu untuk menatap mata Mas Regi yang sudah pasti terdiam bingung.
Namun siapa duga, jika Mas Regi yang dianggapnya bingung malah terkikik karena dirinya.
Duda tampan itu dengan sedikit merona membayangkan apa yang akan terjadi kepada Naya setelah tiba di rumah.
“Mungkin anak itu habis nonton film surga sebelum kesini hahah, tapi…”
Lagi, Mas Regi terkikik.
“Lumayan besar juga ukurannya hahahahah.”
Untunglah Naya tidak tahu, jika ia mendengar apa yang dikatakan oleh Mas Regi rasa malunya bisa bertumpuk dan tak akan menghilang hingga kurun waktu yang sangat lama.
——
Sementara Naya di rumah.
“Bingkisannya udah kamu kasihken ke Mas Regi, le?”
Tanya ibu setelah Naya tiba.
“Wes Buk! Wes! Sekabehane wes aku kasihken bahkan batanganku juga nongol! UWAAAAHHH STREESSS AKU IKI! STRESSS!!”
“Opo sih, le? Moleh moleh kok ngamuk ngamuk? Bocah edan.”
Tetap ibunya tak peduli. Ia biarkan putra sulungnya masuk ke dalam kamar dengan amukannya yang sama sekali tak bisa dimengerti oleh sang ibu.
Sudahlah, biarkan saja Naya. Yang penting bingkisannya sudah sampai pada empunya.