Author : Keyikarus
***
[Chapter 5]
Tiga orang pria tertawa terbahak-bahak. Wajah mereka riang menatap kantong penuh uang yang mereka dapatkan setelah merampok seorang mantan pejabat tua yang kebetulan sedang berjalan sendiri.
Satu dengan codet dipipi kiri menoleh sekilas ke arah mulut gang yang dilewatinya. Dia menghentikan langkahnya, mundur kembali untuk melongok ke gang sempit itu. Matanya menyipit berusaha menatap dengan benar dikeremangan. Wajar saja, malam sudah mulai turun hingga gang sempit itu kekurangan cahaya.
Dia melihat sosok bertubuh mungil berjalan terseok-seok. Tangannya bertumpu didinding sebagai bantuan bagi kakinya untuk menahan bobot tubuhnya. Rambut yang panjangnya mencapai pinggang terlihat kusut, berayun ke sana kemari mengikuti arah tubuhnya yang terhuyung seolah akan jatuh kapan saja.
“Hei, kembali.” Panggilnya pada dua temannya.
Satu orang bertubuh tambun dan satu orang bertubuh kekar yang sudah berada didepannya sepuluh langkah menoleh. Dengan penasaran mereka mengikuti arah pandangan pria bercodet.
Seketika mata mereka bersinar. Sudah berapa lama mereka tidak melihat makhluk indah yang bernama perempuan?
Sejak pemberontakan dibenua Utara benar-benar menyisakan beberapa kota saja sebagai pertahanan terakhir suku air, para pemberontak yang tidak puas mulai menjarah ke benua barat yang dikuasai oleh suku bumi sejak dua tahun lalu. Kebanyakan perempuan jika tidak diambil pemberontak ya mengungsi ke kota aman dengan perlindungan ketat. Sulit menemukan satu ditempat seperti ini.
Mengingat kelompok pemberontak tumbuh dengan cepat, kecuali Klan utama suku bumi memiliki metode pencegahan yang bagus, maka nasibnya akan menjadi benua tanpa aturan seperti benua Utara. Maka dari itu, cara kerja pejuang suku bumi bahkan lebih ganas dari suku air maupun pemberontak.
Mungkin bisa dibilang sedikit keberuntungan karna tidak semua dari kelompok pemberontak merambah benua barat, sebagian memasuki benua timur. Hingga beban mereka sedikit kurang dibanding suku air.
Tiga orang yang memasuki gang adalah kelompok perampok yang merampok pengungsi lemah, atau orang-orang tanpa kemampuan. Kota ini bisa dibilang kota setengah mati, tempat yang hampir selalu dilewati bagi siapapun yang menuju kota aman Agra. Pintu gerbang kota utama Agra tepat menghadap kota ini dan hanya berjarak kurang dari sepuluh kilo meter.
“Nona, butuh bantuan?” Si codet terkekeh saat jaraknya kurang dari sepuluh langkah.
“Kelihatannya sakit, mau kita obati?” Mereka tertawa lagi.
Tubuh yang orang yang dipanggil nona menegang, langkahnya terhenti. Tangannya yang terulur menyangga didinding terlihat gemetar.
Tentu saja ini membuat tiga orang yang kini mengelilinginya itu tertawa senang. Mereka berpikir jika gadis muda yang wajahnya tertutup rambut itu sangat ketakutan.
“Ayolah, jangan menangis nona. Kami tidak akan memakanmu kok, hanya sedikit menggigit hahahah….a …aaaa.”
Dalam sekejap mulut pria tambun yang belum menyelesaikan ucapannya itu tersumpal ujung tongkat elemen air. Mereka tercengang melihat tongkat sepanjang tiga puluh senti yang entah muncul dari mana.
“Berisik.”
Suara bernada penuh keluhan itu terdengar kekanak-kanakan. Suaranya jernih dan lembut, tapi tidak terdengar seperti suara perempuan. Namun jika untuk dipastikan sebagai suara pria juga tidak bisa. Sangat membingungkan.
“Pergi. Kalau menggangguku nanti kalian dilempar lho.”
Sosok itu menasehati sembari mengangkat wajahnya. Menampakkan raut bulat yang indah, mata berwarna biru pudar dengan cincin keperakan disekelilingnya, kulit sehalus porselen juga bibir mungil merah muda. Betapa menggoda.
Dua orang yang semula tertegun jadi bersemangat. Di mana lagi mereka memiliki keberuntungan untuk menemukan gadis cantik seperti ini?
Melupakan si tambun yang berusaha mengeluarkan tongkat dari mulutnya, si codet menjilat bibirnya penuh nafsu. Dia mendekati sosok menawan yang terlihat sangat enak.
“Wah kau nona yang cantik. Aku sungguh beruntung.”
Alis sosok itu mengernyit. Wajah pucatnya semakin pucat, bahkan keringat dingin mulai menetes satu persatu. Matanya yang lembab terlihat memelas. Sungguh seperti anak kucing yang terjebak ditengah para anjing. Dengan satu yang memiliki mulut tersumpal.
“Jangan takut, kami akan berlaku lembut.”
Yang bertubuh kekar dengan semangat mengulurkan tangannya. Namun sebelum tangan itu menyentuh bahu sosok cantik didepannya, lapisan biru transparan merayap menahan tangannya. Tidak hanya tangan, itu terus merayap hingga menutupi seluruh tubuhnya.
Tidak memberikan kesempatan bagi yang lain untuk terkejut lebih lama, lapisan transparan itu merambati dua orang lainnya. Bagaimanpun mereka mengerahkan kekuatan elemen masing-masing, masih tidak berguna.
Kekuatan tingkat tiga mereka tentu bukan lagi lawan bagi An Fier.
Setelah mereka bertiga terbungkus dengan baik, sosok menawan itu menarik tongkatnya lalu lenyap entah kemana. Dia kembali menunduk dan terengah-engah. Saat merasakan kedatangan orang didepannya, sosok itu mengulurkan tangannya. Membiarkan tubuh lemahnya digendong.
“Sudah ku bilang tunggu aku? Kenapa kau bandel sekali?” Gumam pria yang baru datang jengkel.
Bersamaan dengan gerakannya meninggalkan tempat itu, tiga orang yang terbungkus lapisan biru transparan itu terlempar melambung. Menabrak tembok tepat saat lapisan itu mencair, lalu jatuh ke tanah dan masing-masing menumpahkan seteguk darah.
“Aku lapar.”
“Kau bukan bayi lagi, Reeka. Tidak bisakah bersabar sebentar?” Omel An Fier.
Dia hanya meninggalkan anak ini untuk berbicara dengan seseorang, dan dia menghilang. Lebih menjengkelkan lagi saat melihatnya dikerumuni orang-orang dengan mata serakah seperti itu.
“Aku pusing.”
“Tentu saja. Kau berjalan lebih dari seratus meter.” Gumamnya semakin jengkel.
Reeka yang tidak sakit saja merepotkan, apa lagi yang sakit. Jika bisa An Fier ingin Reeka sama sekali tidak pernah sakit. Kenyataannya, sejak bayi sampai sekarang Reeka sudah ribu kali jatuh sakit.
“Aku dipanggil nona.”
“Makanya, potong rambut panjang merepotkanmu ini.” An Fier mendengus. Meski jengkel setengah mati, entah bagaimana dia masih terus menanggapi ocehan Reeka.
“Aku suka benda yang merepotkan ini.”
“…….”
An Fier tak bisa berkata-kata. Reeka yang suka tapi sepanjang anak ini memiliki rambut, selalu An Fier yang mencucinya, mengeringkannya, menyisirnya dan mengikatnya. Jadi, tolong katakan dimana sisi dia menyukai rambut ini selain hanya untuk merepotkan An Fier?
Setelah kembali ke tempat di mana kudanya berada, An Fier memposisikan Reeka agar lebih nyaman. Mereka berkendara kembali ke rumah. Karna Reeka tak boleh dibiarkan berkuda sendiri, mereka harus memiliki kuda terbaik dengan ukuran besar agar tidak bermasalah saat membawa bobot dua orang.
“Aduh, kepalaku makin pusing.” Keluh Reeka.
“……..”
Reeka selalu lebih menyukai menaiki kereta kuda daripada kuda itu sendiri. Tapi dimana bisa ditemukan seorang pemburu yang berburu dengan kereta kuda? Sedangkan menaiki satu kuda dengan dua orang saja sudah cukup mencolok. Bukan sekali dua kali dia dianggap sedang membawa anak manja jalan-jalan ketimbang sedang berburu penjahat.
Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk sampai disebuah bangunan berwarna merah kecoklatan. Itu memiliki tiga lantai, dan mereka tinggal dilantai tiga. Ini juga hal yang membuat An Fier tidak mengerti.
Jelas Reeka memiliki tubuh lemah, kenapa harus memilih tempat tinggal dilantai tertinggi? Mungkinkah ini sebuah konspirasi dalam menyulitkan An Fier. Karna pada akhirnya, An Fierlah yang selalu menggendong Reeka naik turun.
“Kami pulang.” Gumam An Fier.
Dia meletakkan Reeka di sofa panjang. Membiarkannya berbaring selagi dirinya mencari Realf.
Celian memutuskan tinggal sendiri sejak mereka bermigrasi ke tempat ini dua tahun lalu. Sementara Realf memilih kota setengah mati Narn sebagai tempat tinggal, Celian memilih memasuki Agra. Dia bekerja di balai informasi pemburu.
Alasan Realf memilih Narn karna kebanyakan pemburu juga melakukannya. Balai informasi pemburu terletak tepat di gerbang kota, itu seperti menghubungkan dalam dan luar Agra. Setiap yang tinggal di Narn bisa mendatangi balai informasi itu tanpa harus memasuki Agra dan melewati pos pemeriksaan berkali-kali karna seringnya keluar masuk.
Sejak insiden naga hitam empat belas tahun lalu, mereka sudah berpindah hampir dua tahun sekali. Dari satu kota ke kota lain. Entah itu mati atau setengah mati. Meski kondisi Reeka kurang sehat, nyatanya Realf sama sekali tidak mau memasuki kota aman. Peraturan yang lebih ketat dibanding El Ceza membuat kehidupan pengungsi di dalam dan luar kota aman sama saja. Hanya memiliki jaminan tidak akan terbunuh sebagai perbedaan. Jika mati kelaparan itu sudah merupakan masalah lain.
“Kau pulang? Bawa Reeka kemari. Makanan sudah siap.” Ucap Realf saat melihat An Fier memasuki dapur.
Saat Reeka berusia dua tahun, Realf berburu dengan membawa ketiga adiknya. Saat menangkap hewan liar atau hewan ajaib, maka Realf membiarkan dua adiknya yang beraksi sementara dia mengawasi Reeka yang berkeliaran disekitar. Saat mereka menangkap penjahat kelas rendah, maka Realf menggendong Reeka dan membiarkan dua adiknya bertarung. Saat mereka menangkap penjahat dengan kekuatan tingkat tiga sampai lima, maka dia membiarkan adiknya menonton selagi dirinya bertarung.
Ketika Celian berada ditingkat empat kreatif sementara An Fier di tingkat empat pemula, Realf sama sekali tidak mengikuti mereka berburu. Tugasnya hanya mencarikan mereka pekerjaan yang sesuai. Terkadang yang sedikit sulit untuk tingkat mereka. Jika sudah seperti itu maka keduanya butuh memeras otak lebih banyak lagi untuk menyelesaikan tugas. Karna tidak hanya membutuhkan kekuatan tapi juga membutuhkan strategi.
Lalu saat Reeka berusia sepuluh tahun, untuk pertama kalinya Realf memaksa An Fier dan Celian membawa anak itu melakukan perburuan.
Tidak seperti Celian yang menguasai elemen air dan dua elemen minoritas bunga dan es, atau An Fier yang menguasai elemen air dan elemen api, tidak juga seperti Realf yang murni sebagai pemilik kekuatan angin, Reka justru tidak memiliki apa-apa.
Angin yang seharusnya menjadi kekuatan dasarnya sama sekali tidak berkembang selain untuk mengipasi rambut. Apalagi elemen lainnya.
Namun, Kekurangan Reeka itu tertutupi dengan banyaknya alat sihir yang mampu membantu mengubah energi internal menjadi sifat elemen dari alat sihir itu. Meski kebanyakan alat sihir yang beredar bersifat defensif, masih ada pengrajin yang membuat alat sihir untuk menyerang. Dan Reeka adalah yang terajin mengumpulkan alat sihir bertipe menyerang itu.
Lalu bagaimana dia membawa benda-benda merepotkan itu?
Kelebihan Reeka lainnya untuk menutupi kemampuan menyerang yang bernilai nol, dia memiliki lubang hitam ditangannya. Itu bisa digunakan menghisap dan mengeluarkan benda sesuai keinginan Reeka. Bahkan benda besar seperti kereta kuda pun masih mampu dihisapnya. Jangan terlalu percaya, karna Reeka belum pernah menghisap benda sebesar itu.
Singkatnya, itu seperti kantong ajaib.
Bahkan Realf tidak tahu mengapa Reeka bisa memiliki kemampuan aneh seperti ini.
Lalu dua tahun lalu, sejak Celian memilih pindah dan bekerja di kantor perkumpulan pemburu, maka hanya An Fier dan Reeka yang bekerja sebagai pemburu.
“Ini apa?” Tanya Reeka saat menatap makanan dimeja. Itu seperti sayur yang dicacah dan disiram saus cabai dengan sedikit cabai dan lebih banyak air. Terlihat mengerikan.
“Makan saja. Kalau kau mau mengeluh, salahkan penghasilan kalian yang tidak besar.”
Mendengar ucapan Realf, Reeka dengan terpaksa membungkam mulutnya. Memilih menjejalkan makanan tanpa berkomentar. Dia selalu merasa tidak boleh nakal didepan wanita ini.
Banyaknya pemberontak memang menghasilkan banyak pekerjaan untuk para pemburu, namun bukan berarti banyak uang.
Jalur perhubungan antar kota yang sering terputus, lokasi pertempuran yang meluas, kapasitas penduduk yang melebihi batas kemampuan kota, dan banyak efek samping lainnya dari kekacauan yang membuat bahan pangan menjadi lebih mahal daripada nyawa.
Uang banyak tetap tidak cukup banyak.
Padahal saat ini An Fier sudah memasuki tingkat tujuh pemula, namun makanan mereka masih begitu-begitu saja. Membuat Reeka yang kekurangan gizi sedari bayi hanya bisa pasrah memiliki tubuh lemah.
Setelah makan malam, Reeka masuk ke bak mandi yang sudah disiapkan An Fier. Perutnya yang tidak begitu kenyang membuat mulutnya gatal ingin mengunyah sesuatu. Sayangnya buah terakhir yang mereka miliki sudah habis sejak tiga hari lalu. Dan kue kering terakhir bahkan sudah habis lebih lama lagi.
“Aaah masih mau makan.” Gumam Reeka.
Dia memejamkan matanya sembari mengelus-elus perut telanjangnya.
Sementara itu, diruangan lain.
Realf memberikan kertas berisi informasi dan gambar buruan mereka selanjutnya pada An Fier. Berbeda dengan kebanyakan orang yang harus datang dulu ke balai informasi untuk mendapatkan informasi dan mengajukan pengambilan misi, Realf selalu mendapatkan persis yang diinginkannya meski berada dirumah.
Tentu saja itu Celian yang mengirimkannya.
Tertulis jika kali ini mereka harus mencari anak kucing yang hilang saat pemiliknya melakukan perjalanan dari Averz ke Agra. Ketika pemiliknya menyadari kucingnya hilang, itu tepat saat berada di Narn. Jadi dia menduga kucingnya berada disekitar Narn.
Tertulis sebagai anak kucing, tapi kenapa gambarnya anak singa?
Yang lebih penting, sejak kapan level mereka menurun hingga mencari anak kuc… singa?
An Fier menatap Realf siap memprotes namun Realf sudah melambaikan tangannya. Sambil beranjak pergi, dia berkata, “Lakukan saja. Bayarannya lebih besar dari menjual binatang liar.”
Pada akhirnya An Fier hanya bisa menghela nafas. Setelah ini dia masih harus menghadapi kemungkinan protes Reeka.
Dia membawa kertas itu ke kamar Reeka. Dahinya sedikit mengerut menemukan Reeka belum keluar dari kamar mandi. Ini sudah lima belas menit, airnya pasti sudah dingin, dia bisa menggigil jika mandi lebih lama lagi.
Meletakkan kertas di meja samping tempat tidur, An Fier segera masuk ke kamar mandi. Nafasnya hampir putus melihat anak nakal itu tenggelam dibak mandi. Entah sudah berapa lama melihat gelembung yang keluar begitu jarang-jarang.
An Fier yang panik langsung mengangkat Reeka dan memeluknya. Dia mengguncang tubuh telanjang pemuda itu dengan kuat.
“Reeka! Hei! Reeka!”
Dengan kemampuannya saat ini dia tidak bisa memeriksa apakah Reeka menelan terlalu banyak air atau tidak. Jadi dia hanya bisa menepuk-nepuk pipi Reeka dan sedikit menekan dadanya.
Yang dicemaskan mengerang lembut, lalu membuka matanya. Hanya sedetik sebelum terpejam kembali dengan tangan yang memeluk An Fier.
“Aku mengantuk.” Gumamnya.
Anak bodoh ini. An Fier menahan diri dari memukul wajahnya dengan keras. Tidur di bak mandi bisa menyebabkan kematian. Bagaimana bisa begitu ceroboh?
Pada akhirnya, An Fier hanya mengeringkan tubuh dan rambut Reeka yang tertidur. Memakaikannya baju lalu membaringkannya ditempat tidur. Dia menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh mungil itu, hanya menyisakan kepalanya saja.
Menyingkirkan rambut dari wajah rupawan yang terlelap, An Fier tersenyum dan bergumam. “Mimpi indah, Reeka-ku.”
*******
P.s: Halo. Chap ini panjangnya cuma setengah lebih dikit dari chap-chap sebelumnya. Semoga itu gak begitu kerasa ya. Aku mikir motong biar enakan mbagi waktu antara kerja, nulis, baca/nonton/jalan-jalan sama tidur. Maafkan aku~~~~
Terima kasih untuk pengertiannya ^_^
Salam cinta, krudil Kenzterjemahan. ;-);-);-)
[…] Sastra Jendra 5 >> […]
[…] Chapter 5 […]
Ah~ Reeka’ku’ (✿❛◡❛)😏