Author : Keyikarus

[Chapter 26]

 

Saat malam semakin larut, Yanzi sama sekali tidak meyakinkan Arlene untuk tidur. Karna dia tahu jika itu tak ada gunanya. Gadis itu bertahan duduk didepannya dengan gelisah, matanya tak berhenti bergerak mengawasi samping kiri dan kanannya. Penampilannya Persis seperti Yumi. Namun sikap Arlene terlihat lebih jelas karna gemetar tubuhnya yang tak kunjung reda.

Yanzi bukanlah orang yang pandai menyenangkan dan menenangkan orang lain. Jadi mereka hanya duduk berhadapan sepanjang waktu, hingga waktu mendekati tengah malam.

Dia memijit pangkal hidungnya merasakan sakit kepala yang mulai menyerang. Yanzi menyadari jam tidurnya kacau. Dan dampaknya mulai terasa.

Mereka berdua mengangkat kepala saat mendengar suara langkah mendekat. Lalu mereka melihat sosok manis melangkah di lantai dengan betelanjang kaki. Tangan mungilnya yang menyembul dari lengan bajunya menutupi mulutnya yang sibuk menguap. Setetes air terlihat menggantung disudut matanya.

Yanzi mengamati bagaimana menariknya kaki telanjang yang menyentuh lantai. Tatapannya naik menelusuri jeans ketat yang membungkus tungkai rampingnya, lalu bahu putih yang mengintip dari sweater kebesarannya. Saat tatapannya berakhir di wajah Juena, Yanzi tahu jika bocah ini sekali lagi menambahkan lapisan tebal keinginan Yanzi untuk memakannya.

Dia sebenarnya tidak terlalu berharap Juena yang akan datang langsung. Karna menurut Banaspati, dia terbiasa membiarkan hantunya menyelesaikan pekerjaan lebih dulu sebelum dia datang untuk membereskan yang tak bisa dibereskan oleh para hantunya.

Dan sekarang, Juena ada didepannya. Mengamatinya dengan mata malas sebelum tatapannya beralih ke Arlene yang terkejut hingga terjungkal dari kursi.

Gadis itu terduduk dilantai dengan mata terbelalak panik. “Siapa kau?” Bisiknya kelewat lirih.

“Mmn aku Juena. Salam kenal.” Ucapnya yang menambah kebingungan dan ketakutan Arlene.

Yanzi menahan diri agar tidak menghela nafas. Juena ini selalu mengeluarkan sedikit penjelasan jika tak ditanya lebih lanjut. Terkadang yang seperti itu memberi waktu bagi orang untuk berpikir hal-hal aneh.

Jadi dia bersuara, “Ingat tentang kakakku melakukan sesuatu untymu? Dia mengundang Juena.”

Arlene menatap Yanzi lalu beralih menatap Juena ragu-ragu. Dia mengamati pemuda dengan mata mengantuk itu dari atas hingga ke bawah. Otaknya yang sulit bekerja dengan mormal akhir-akhir ini semakin tumpul melihat kenyataan orang yang dimaksud Yanzi hanyalah bocah yang seumuran dengannya.

Tatapan ragu yang biasa didapatkannya itu sama sekali tak mengganggu Juena. Dia mendekati Arlene dan berkata dengan suara malas yang menggelitik pendengaran.

“Halo. Sepertinya kita pernah saling kenal.” Gumam Juena dengan nada anak nakal.

Aura yang semula ditekan agar tetap ditubuhnya dibiarkan menguar. Menekan sosok yang dimaksudkan, memberitahunya siapa sebenarnya lawan bicaranya.

Yanzi sedikit mengernyitkan dahinya mendengar cara bicara Juena. Itu sangat tidak biasa. Yanzi yakin jika Juena tidak pernah asal keluar hutan maka ini adalah pertemuan pertamanya dengan Arlene. Jadi apa maksudnya? Mungkinkah sesungguhnya Juena tidak berbicara dengan Arlene?

Yanzi tidak salah menduga.

Tiba-tiba tubuh Arlene tersentak ke belakang saat merasakan aura menindas dari sosok didepannya. Matanya menatap Juena dengan waspada. Dia bergerak mundur dengan hati-hati. Seolah yang berada didepannya bukanlah seorang bocah, melainkan pemangsa yang harus dihindari.

“Jangan begitu. Ayo mendekat… mendekat…” Juena dengan nada riang melangkah maju. Namun Arlene terus mundur. Wajahnya yang kuyu berubah tegang hingga urat-urat biru terlihat jelas.

Tanpa bicara, Arlene membalikkan tubuhnya berniat lari menjauh dari Juena. Namun siapa sangka bocah yang sejak tadi terlihat main-main itu mampu meraih kerah bajunya bahkan sebelum Arlene mulai berlari.

Juena dengan ringan menghempaskan Arlene ke lantai. Yang mengherankan Arlene sama sekali tidak mengerang kesakitan melainkan tetap berusaha lari.

Dengan tidak sabar, Juena sekali lagi meraih Arlene yang berusaha kabur dan membantingnya dilantai. Tanpa belas kasihan dia menginjak punggung gadis itu hingga tidak bisa bergerak.

Yanzi yang melihat pemandangan itu kehabisan kata-kata. Dia pikir Juena itu lemah dan hanya mengandalkan para hantu untuk kegiatan fisik seperti ini. Tapi nyatanya dia tak kalah sadis dibanding hantu miliknya. Atau sebenarnya para hantu itu belajar bagaimana berbuat sadis dari Juena?

Ini membuat darah Yanzi bergejolak. Bagaimana rasanya menekan bocah yang terlihat lembut diluar namun garang didalam itu? Terlebih jika ada perlawanan intens saat melakukannya. Bukankah itu terdengar menyenangkan?

Lihat, lagi-lagi fokusnya salah. Seharusnya dia lebih memperhatikan moral Juena yang bertindak kasar pada seorang gadis. Sayangnya dia juga minim moral yang seperti itu.

Juena yang tidak menyadari pikiran Yanzi melenceng dengan tenang membalik tubuh Arlene. Menekan perut gadis itu untuk menahannya tetap dilantai.

“Seharusnya kau tidak menipu manusia. Siapa yang tahu nasibmu akan sial bertemu denganku.” Gumamnya ringan selagi tangannya bergerak diatara alis Arlene lalu menyebar ke sepanjang dahi gadis itu. Meninggalkan jejak sars yang cantik.

Yanzi tersentak dari imajinasi liarnya saat mendengar raungan panjang penuh kesakitan Arlene. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling khawatir para pelayan dan pengawal diluar sana mendengar jeritan nona mereka. Namun hingga beberapa saat kemudian tidak ada gerakan apapun dari mereka.

“Jangan khawatir. Aku sudah menidurkan semua orang.” Yanzi terkejut saat melihat seorang pria yang berpapasan dengannya dipintu gubuk Juena sekarang berdiri disampingnya.

Untunglah wajah datarnya tak mudah menampilkan ekspresi terkejut. Yanzi ingat jika dia mengancam pria ini sebelum pulang. Maka dia tak bisa mengekspos selain wajah penuh kontrol dihadapannya.

“Oh hai. Aku Petra. Salah satu hantu tuanku. Ah masalah tadi pagi, kau tak perlu khawatir. Aku tidak akan bisa melakukan apapun tanpa seijin tuanku.” Petra berbicara seolah dia adalah Budha pemaaf setelah menebak kecanggungan Yanzi karna insiden ancaman tadi pagi.

“Itu bagus.” Gumam Yanzi.

Petra menatap Yanzi dari atas kebawah sementara sebuah gelembung transparan keluar perlahan dari mulut Arlene.

“Kenapa ada gelembung itu lagi? Bukankah Arlene hanya ditakut-takuti oleh hantu?” Tanya Yanzi tak jelas ditujukan pada siapa. Kesombongan yang menganggap semua orang akan menjelaskan padanya dengan sukarela. Bahkan dia tidak memperhitungkan hantu yang berada disampingnya.

Petra tertawa riang. “Ah pantas saja beberapa hantu mulai membicarakanmu. Selain kau tidak penakut kau juga memiliki sifat para idola.”

Yanzi mengangkat sebelah alisnya mendengar ucapan aneh pria bernama Petra ini.

Sekali lagi Petra tertawa sebelum menjelaskan, “Kau tahu, alam hantu juga memiliki beberapa sosok berpenampilan baik yang diidolakan hantu lainnya. Contohnya mas Kun. Dia itu idola papan atas.”

“Apa untungnya?” Tanya Yanzi acuh tak acuh.

Lagi-lagi Petra tertawa mendengar sahutan Yanzi. Dia membungkuk karna sakit perut. Mengusap air imajiner disudut matanya, dia dengan geli berkata, “Lihat, itu juga yang dikatakan mas Kun saat aku bilang dia adalah idola. Kalian benar-benar sama.”

Wajah Yanzi semakin datar mendengar dirinya disamakan dengan hantu. Dia sama sekali tidak senang meski penampilan hantu itu sebagus apapun.

“Kenapa kau tidak menjelaskan sesuatu daripada terus tertawa?” Yanzi menatap Petra seolah hantu itu adalah badut.

“Baiklah, Baiklah.” Petra berdehem menjernihkan suaranya sebelum mulai menjelaskan, “Sebenarnya tubuh gadis itu nyaris dikuasai roh. Nasib bagus roh itu tidak bisa segera mengambil alih kendali tubuh sebelum memiliki kuasa penuh atas tubuh gadis itu. Biasanya untuk mengambil kuasa penuh hanya bisa dilakukan jika jiwa pemiliknya lemah dan tanpa harapan. Karnanya roh itu berpura-pura dia hanyalah hantu dan menakuti gadis itu hingga menyerah untuk hidup. Itu juga bisa menghindari para paranormal menemukannya dan berusaha mengeluarkannya dari tubuh gadis itu. Sayang sekali nasibnya sial harus bertemu dengan tuanku di saat percobaan menggunakan paranormal pertama.”

Petra bergaya mengusap sudut matanya, menghapus air mata imajiner. Seolah dia benar-benar bersimpati pada roh itu.

Yanzi hanya mengangguk sebagai respon. Dia hanya berpikir, muncul satu lagi sosok penuh drama.

Disisi lain, gelembung transparan sudah keluar seutuhnya dari tubuh Arlene. Yanzi bisa melihat Arlene perlahan mulai tenang.

Didalam gelembung terlihat roh pemuda yang menatap nyalang pada Juena. Dia tidak berusaha merobek gelembung seperti roh sebelumnya yang Yanzi lihat. Tidak berusaha melakukan apapun untuk melarikan diri. Hanya diam menatap Juena. Tapi kebencian sangat amat jelas menguar dari tatapannya. Seolah-olah dia bisa langsung membunuh Juena jika memiliki kesempatan.

Juena sendiri hanya dengan acuh tak acuh melempar gelembung itu pada Petra. Babi ngepet selalu memiliki kantong penyimpanan yang besar. Membawa satu gelembung dengan roh yang meringkuk didalamnya bukanlah masalah.

“Bang Pet, pindahkan dia ke tempat tidur.” Gumam Juena penuh kemalasan saat menunjuk Arlene. Seolah nada riang yang digunakannya sebelumnya hanyalah ilusi.

Bocah ini selalu berubah-ubah dengan cepat.

Meski begitu, Yanzi mengikutinya yang berjalan mengelilingi kediaman Wijaya. Dia melewati tiap koridor, membuka pintu tiap ruangan, membuat Yanzi gatal ingin bertanya.

“Apa yang kau cari?”

Juena membuka pintu ke sekian. Itu adalah ruang home theater. Dia mengamati sebentar lalu menutup lagi pintu ruangan.

“Sesuatu. Seperti kabut. Apa ada yang seperti itu dirumahmu?” Pemuda itu berbalik dan menatap Yanzi.

“Entahlah. Sepertinya tidak ada yang seperti itu.” Gumam Yanzi.

Melihat Juena mengangguk seperti anak yang patuh, Yanzi tidak tahan untuk tidak menggosok kepalanya. Sementara Juena menguap dan mengusap air disudut matanya.

“Mungkin itu hanya kecurigaanku. Aku akan pulang.” Gumam Juena.

Mendengarnya, membuat pikiran Yanzi tanpa sadar berputar mencari cara  menahannya tetap disini. Beberapa saat kemudian, diapun berkata: “Kau tak berniat meriksa rumahku? Memastikan apakah yang dilihat Yumi adalah makhluk seperti yang kau maksud.”

******


<< Oh! Juena – 25

Recommended Articles

0 Comments

  1. Lanjutannya..?? Huhuhu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!